"Orang tuamu ada Ram?", sahut Ibu Asiyah
"Ada bu. Mari masuk". Rama mempersilahkan gurunya itu untuk masuk. Rama memanggil ibunya ke belakang. Ibunya segera menemui Ibu Asiyah disusul oleh ayahnya yang baru saja pulang dari tempat tetangga.
"Tumben toh bu mau main ke tempat Rama", sapa Ibu Rama kepada Bu Asiyah
"Apa Rama membuat ulah bu, sampai-sampai ibu datang kesini?". Ayah Rama bertanya dengan raut khawatir.
"Oh tidak Pak, Bu, tidak sama sekali. Rama tidak sama sekali membuat ulah. Saya hanya ingin tahu apa Rama masih mempunyai keputusan yang sama untuk tidak berkuliah?"
Rama menunduk. Ia menahan air matanya. Adira dan Agira hanya mengintip dari kamar yang hanya ditutupi gorden.
"Iya bu. Saya kan sudah bilang kalau saya tidak akan berkuliah. Lagipula saya tidak bercita-cita tinggi". Rama menjawab pertanyaan Bu Asiyah dengan gemetaran. Kelihatan sekali ia menahan tangis yang rasanya hampir ingin pecah saat itu juga.
Tak lama Bu Asiyah mengeluarkan sebuah catatan kecil. Rama sangat terkejut ternyata catatan itu adalah catatan milik Rama.
"Bukannya kamu mau jadi diplomat toh Ram? Apa itu yang kamu bilang kamu tidak ingin bercita-cita tinggi?"
Rama menangis. Ibu dan Ayah Rama ikut sedih. Mereka semua terlarut dalam satu suasana yang sangat mengharukan.
"Tapi saya tak punya biaya bu. Saya ini hanya diplomat dalam sangkar", ucap Rama lirih.