Pilkada
Banyak orang memperkirakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 kalah seru dengan Pilkada Jakarta tahun 2017. Namun ternyata Pilkada tahun ini penuh kejutan, bahkan sebelum kontestasi dimulai. Penuh drama demi drama, menyedot perhatian publik.
Foto syur yang disinyalir menampikan bakal calon wakil gubernur Jawa Timur, Azwar Anas yang  beredar melalui media sosial menyentak banyak orang. Itu membuat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menitikkan air mata ketika Anas menyatakan mundur dari kontestasi. Seorang Hasto Kristiyanto juga berurai air mata. Bagaimanapun Anas adalah kepala daerah belia yang cemerlang.
Begitu juga mata jutaan publik melihat protes yang diajukan Partai Demokrat (SBY) untuk kontestasi Pilkada di Kalimantan Timur dan Lampung. Di Jawa Barat, orang menahan nafas melihat Ridwan Kamil yang punya popularitas di atas bakal calon lainnya, terpaksa harus berjuang mencari partai pendukung di saat-saat akhir.
Bagi Azwar Anas, Ridwan Kamil, SBY, Megawati dan partai-partai yang terlibat, itu semua adalah proses politik yang sama sekali tak mudah tapi harus mereka lampaui dengan baik. Penuh hitung-hitungan politik, takaran kapasitas dan kredibilitas, chemistry bahkan harga diri.
Tapi kemudian, televisi nasional dan media sosial menyamarkan step-step penting proses politik dengan  memunculkan politainment. Ini terbukti ketika Megawati yang curhat di sela-sela pengumuman pasangan bakal calon gubernur,  lantas dikomentari nyinyir oleh netizen dan ditampilkan televisi. Juga olok-olokan masyarakat pada SBY yang selalu merasa terzalimi. Begitu juga tayangan klarifikasi dari suami perempuan yang disinyalir sebagai pasangan Azwar Anas di foto syur. Televisi menampilkannya dan seperti memaksa kita menunggu klimaks drama-drama itu seperti kisah infotainment.Â
Drama dan hiburan bersusulan mewarnai proses politik yang berat. Â Politainment menjadi pusaran informasi menarik di negara penganut sistem politik terbuka atau demokrasi seperti Indonesia.
Meski menarik dan mendapat tempat di hati publik, politainment mereduksi banyak hal penting dan krusial dalam proses politik. Tidak hanya masalah program dan  data, tapi juga drama, mencampurkan gosip dan proses komunikasi itu sendiri. Seorang Azwar Anas paham hal ini dan memutuskan tidak melanjutkan kontestasi karena jika terus melaju, foto itu menjadi peluru ampuh meruntuhkan citra dan membawa keterpurukan kontestasinya.
Kini, mungkin tak usah anti menikmati berita Pilkada. Buka saja televisi, online atau media sosial; karena mereka sudah memilih dan mengolahnya menjadi politainment. Berita politik seberat apapun adalah show; bisa kita tonton dengan ringan.
 Jadi seperti kopi dan sofa empuk; nikmati saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H