Permasalahan dunia pendidikan di negara kita sangatlah komplek, mulai dari pemerataan pendidikan, sarana prasarana, sumber daya guru dan siswa, kualitas pendidikan hingga pada pergantian kurikulum. Hal ini diperparah dengan terjadinya degradasi moral, krisis karakter, disrupsi etika dikalangan pelajar. Pembinaan karakter menjadi kewajiban tidak hanya oleh pemerintah namun juga masyarakat dan keluarga dalam memperbaiki karaktek siswa menjadi lebih baik sebagaimana yang di amanatkan dalam sistim pendidikan nasional.
Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat komplek yang melibatkan praksis yang tidak sederhana dan mudah karena pendidikan karekter membutuhkan waktu, tenaga dan biaya dalam pengembangannya.
Ki hajar dewantara menyatakan bahwa membangun karakter merupakan bagian integral yang sangat fundamental dalam sistim pendidikan. Hal ini mencerminkan bahwa pendidikan merupakan wadah untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (Kekuatan batin,), fikiran (intellect) dan tubuh anak. Ketiga komponen tersebut tidak dapat dipisahkan untuk menciptakan generasi yang sesuai harapan bangsa dan negara.
Dalam kebijakan nasional juga ditegaskan bahwa pendidikan karekter merupakan kebutuhan bagi bangsa dan negara sebagaimana yang secara eksplisit dinyatakan mengembangkan karakter adalah amanat dari Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional pada pasal 3 yang berbunyi tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik seperti beriman dan bertaqwa pada tuhan yang esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demoktis dan bertanggungjawab.
Menurut Thomas lickhona seorang tokoh pendidikan karakter dari State University of New York dalam bukunya yang berjudul Educating for Character menyatakan terdapat tiga komponen karakter yang baik yaitu moral knowing atau pengetahuan moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau sikap tentang moral. Ketiga komponen ini harus menjadi bagian dari pengembangan karakter di sekolah sehingga menjadi sebuah budaya di sekolah.
Budaya sekolah merupakan pola prilaku dan cara bertindak yang terbentuk secara otomatis dan menjadi bagian hidup sebuah komunitas sekolah (Koesoma, 2015). Budaya sekolah juga mencerminkan pola fikir, sikap, prilaku yang di miliki oleh seluruh warga sekolah. Dalam mengembangkan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah hal utama yang dilakukan adalah mengembangkan budaya positif yang berkaitan dengan moral. Membangun budaya positif menjadi tanggungjawab bersama fihak sekolah dan orang tua siswa. Lickhona menyatakan dalam menciptakan budaya positif di sekolah dibutuhkan 6 elemen sebagai berikut:
1. Kepemimpinan kepala sekolah, Mengartikulasikan peran dan tugas kepala sekolah dalam mencapai visi dan misi sekolah dan
membangun interaksi yang baik dengan guru, pegawai, orang tua dan siswa
2. Menciptakan kedisiplinan di lingkungan sekolah dengan menerapkan aturan yang efektif di tingkat lembang sekolah
3. Kesadaran seluruh komunitas sekolah, mendorong seluruh warga sekolah dalam mengekpresikan tindakan peduli pengembangkan
karakter yang baik.
4. Kepengurusan siswa yang demokratis, memberikan ruang bagi siswa dalam berpartisipasi, bertanggungjawab terhadap
penanganan masalah yang terkait langsung dengan lembaga.
5. Keadilan dan suasana moral, sekolah harus menciptakan komunitas moral dengan menyediakan waktu khusus dan dukungan bagi seluruh warga sekolah
6. Kepedulian terhadap masalah moral, sekolah dapat menyeimbangkan kegiatan akademis sehingga guru dapat memantau
perkembangan sosial-moral siswa dan guru juga menyediakan waktu khusus apabila ada persoalan yang berkaitan dengan moral
dan karakter siswa.
Peran sekolah dalam membentuk karakter siswa sangat dipengaruhi oleh budaya sekolah. Sekolah menjadi tempat yang ideal bagi siswa dalam membentuk karakter dan sikap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H