Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kembali Ke Buku Cetak : Refleksi Keputusan Swedia Dan Relevansinya Bagi Pendidikan Indonesia

19 Januari 2025   08:41 Diperbarui: 19 Januari 2025   08:41 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.metronews.com

Keputusan Pemerintah Swedia untuk kembali menggunakan buku cetak sebagai media pembelajaran setelah 15 tahun menggunakan perangkat digital adalah langkah yang mengejutkan sekaligus menginspirasi. Langkah ini mencerminkan kesadaran penting akan dampak negatif teknologi digital terhadap kemampuan dasar siswa, seperti membaca dan menulis. Di Indonesia, masalah serupa juga mulai dirasakan dengan rendahnya budaya literasi dan menulis di kalangan anak-anak akibat kebiasaan serba digital. Apakah Indonesia dapat mengikuti jejak Swedia? Artikel ini akan membahas relevansi keputusan Swedia dalam konteks pendidikan Indonesia serta peluang dan tantangan implementasinya.

Mengapa Swedia Kembali Ke Buku Cetak?

Awalnya, Swedia mengadopsi teknologi digital dengan harapan pendidikan menjadi lebih mudah diakses dan relevan dengan dunia modern. Namun, ekspektasi ini tidak sepenuhnya tercapai. Menurut laporan, siswa mengalami penurunan keterampilan membaca dan menulis, yang mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi tidak sejalan dengan pengembangan kemampuan dasar. Menteri Pendidikan Swedia, Lena Johansson, menyebutkan bahwa perangkat digital menghambat konsentrasi dan kemampuan siswa untuk mengingat informasi.

Keputusan untuk kembali menggunakan buku cetak bukan hanya tentang nostalgia atau konservatisme. Ini adalah langkah berdasarkan data dan penelitian yang menunjukkan bahwa media cetak lebih efektif dalam membantu siswa memahami dan mengingat informasi, terutama dalam usia perkembangan.

Di Indonesia, pendidikan menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan budaya literasi. Berdasarkan data UNESCO, tingkat minat baca di Indonesia hanya 0,001%, yang berarti dari 1.000 orang, hanya satu yang memiliki minat membaca tinggi. Selain itu, hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia masih di bawah rata-rata negara-negara OECD.

Kondisi ini diperparah oleh dominasi teknologi digital. Anak-anak lebih sering mengakses konten melalui ponsel atau tablet, yang cenderung berupa video atau gambar daripada teks. Akibatnya, kemampuan untuk membaca kritis dan menulis mengalami kemunduran. Teknologi memang membawa manfaat, seperti akses cepat ke informasi, tetapi juga memiliki efek samping berupa penurunan konsentrasi dan kebiasaan berpikir mendalam.

Apakah Indonesia Bisa Meniru Langkah Swedia?

Keputusan Swedia untuk kembali menggunakan buku cetak mengundang pertanyaan: apakah langkah serupa mungkin dilakukan di Indonesia? Secara prinsip, ini adalah ide yang layak dipertimbangkan, tetapi implementasinya menghadapi beberapa tantangan:

1. Anggaran Pendidikan

Swedia menganggarkan sekitar Rp 1,7 triliun untuk mengganti perangkat digital dengan buku cetak. Di Indonesia, dengan jumlah siswa yang jauh lebih besar, kebutuhan anggaran akan jauh lebih tinggi. Pemerintah perlu memastikan bahwa dana pendidikan digunakan secara efisien, mengingat masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun