Squid Game, serial fenomenal asal Korea Selatan yang dirilis pada tahun 2021, telah menarik perhatian dunia dengan premisnya yang unik, brutal, namun sangat relevan dengan realitas manusia modern. Dalam serial ini, ratusan peserta yang terlilit utang besar bersedia mengikuti serangkaian permainan anak-anak untuk memenangkan hadiah uang yang fantastis. Namun, di balik permainan sederhana itu tersembunyi ancaman maut, di mana kegagalan berarti kematian. Serial ini, dengan caranya yang gamblang dan kadang mengerikan, mengungkap sisi gelap manusia, terutama dorongan serakah yang dapat membawa seseorang ke tindakan-tindakan ekstrem.
Keserakahan adalah tema utama yang melandasi Squid Game. Dalam dunia nyata, keserakahan sering kali menjadi motivasi utama di balik berbagai tindakan manusia. Dalam konteks Squid Game, keserakahan itu diwujudkan dalam bentuk keinginan memenangkan hadiah uang sebesar 45,6 miliar won. Jumlah ini cukup besar untuk mengubah hidup para peserta yang semuanya berada di titik terendah kehidupan mereka.
Namun, keserakahan ini bukan hanya soal uang. Serial ini juga menggarisbawahi bagaimana keserakahan dapat merasuki hubungan antar manusia. Para peserta awalnya membentuk aliansi dan persahabatan, tetapi tekanan situasi perlahan mengungkapkan sifat asli mereka. Ketika mereka dihadapkan pada pilihan antara hidup mereka sendiri atau nyawa orang lain, banyak yang tanpa ragu memilih untuk mengorbankan orang lain demi bertahan hidup.
Moralitas yang Terkikis
Squid Game juga menyoroti bagaimana keserakahan dapat mengikis moralitas. Salah satu karakter yang mencerminkan hal ini adalah Cho Sang-woo, seorang pria cerdas dan mantan eksekutif yang masuk dalam permainan karena terlilit utang besar akibat spekulasi finansial yang gagal. Awalnya, Sang-woo terlihat sebagai sosok rasional dan strategis, tetapi ketika permainan semakin intens, ia mulai menunjukkan sikap manipulatif dan tanpa belas kasihan.
Dalam salah satu episode, Sang-woo secara kejam mengkhianati Ali, seorang pekerja imigran yang telah mempercayainya sepenuhnya. Tindakan ini menunjukkan bagaimana, di bawah tekanan dan dorongan keserakahan, manusia dapat mengabaikan nilai-nilai moral yang sebelumnya mereka pegang.
Keserakahan juga terlihat dalam perilaku VIP, para orang kaya yang menyaksikan permainan sebagai hiburan sadis. Mereka melambangkan bagaimana kesenjangan ekonomi yang besar memungkinkan orang-orang di puncak piramida sosial untuk memperlakukan kehidupan manusia lainnya sebagai objek kesenangan. Sikap tidak berperasaan ini mencerminkan bagaimana kekayaan dan keserakahan dapat menciptakan distorsi dalam cara seseorang memandang nilai hidup orang lain.
Perjudian atas Nyawa
Squid Game menggambarkan keserakahan sebagai bentuk perjudian ekstrem. Para peserta mempertaruhkan nyawa mereka demi peluang untuk keluar dari kemiskinan dan utang. Dalam kehidupan nyata, banyak orang juga terjebak dalam siklus perjudian, baik dalam arti literal maupun metaforis. Orang-orang sering mengambil risiko besar untuk mendapatkan keuntungan finansial, bahkan jika itu berarti mengorbankan kesejahteraan mereka sendiri atau orang lain.
Perjudian yang digambarkan dalam Squid Game menunjukkan bahwa keserakahan dapat membuat manusia kehilangan perspektif dan rasionalitas. Alih-alih mencari solusi yang lebih aman atau jangka panjang, mereka memilih jalan pintas yang berbahaya. Dalam permainan terakhir, "Squid Game," peserta terakhir, Seong Gi-hun, harus menghadapi Sang-woo dalam duel mematikan. Ketegangan ini mencerminkan bagaimana keserakahan dapat mendorong manusia ke dalam konflik brutal yang menghancurkan.
Kritik terhadap Sistem Sosial
Squid Game tidak hanya mengkritik individu, tetapi juga sistem sosial yang memperparah keserakahan. Serial ini menunjukkan bagaimana kemiskinan, utang, dan kesenjangan ekonomi dapat menciptakan kondisi di mana keserakahan menjadi satu-satunya jalan keluar. Dalam dunia Squid Game, para peserta berasal dari berbagai latar belakang, tetapi mereka memiliki satu kesamaan: mereka semua berada dalam situasi finansial yang putus asa.