Pernah nggak sih kita melihat atau mungkin merasakan hubungan dengan ayah sendiri itu kaku banget, seperti Kanebo yang kering? Mau ngobrol aja rasanya awkward, kaya ada benteng besar yang bikin komunikasi sulit banget cair. Sayangnya, fenomena ini nggak jarang terjadi, terutama dalam keluarga-keluarga yang masih terjebak dalam pola pengasuhan patriarkis. Ayah seringkali hanya dianggap sebagai pencari nafkah utama, sementara urusan mengurus anak dianggap "bukan bagian dari tugasnya." Akibatnya? Hubungan ayah dan anak jadi hambar dan jauh dari kata hangat.
Mengapa Hubungan Ayah dan Anak terasa asing dan kaku?
Kalau ditelusuri, kekakuan ini sering kali bermula dari kurangnya bonding antara ayah dan anak sejak kecil. Saat seorang ayah lebih banyak fokus pada pekerjaan daripada membangun kedekatan emosional, anak tumbuh tanpa figur ayah yang benar-benar hadir dalam hidupnya, baik secara fisik maupun emosional. Dalam banyak kasus, ayah memang ada di rumah, tapi sebenarnya "nggak ada" karena mereka lebih sibuk dengan gadget, urusan pekerjaan, atau bahkan hanya memilih diam karena merasa nggak tahu harus ngomong apa dengan anaknya. Â
Pada masyarakat yang banyak menerapkan pola parenting patriarki, ayah sering ditempatkan di posisi "pemimpin keluarga" yang tugasnya hanya menyediakan kebutuhan finansial. Ayah dianggap nggak perlu ikut campur soal pengasuhan, apalagi menunjukkan sisi emosionalnya. Di mata banyak orang, seorang ayah yang mencoba ngobrol dari hati ke hati dengan anaknya mungkin malah dianggap lemah atau "nggak macho." Padahal, hubungan yang sehat antara ayah dan anak justru butuh kedekatan emosional seperti ini.
Ketika hubungan ayah dan anak dibiarkan seperti Kanebo yang kaku, dampaknya bisa serius, lho. Anak mungkin tumbuh dengan perasaan bahwa ayahnya adalah sosok yang jauh dan "nggak terjangkau." Akibatnya, mereka jadi ragu untuk bercerita atau berbagi masalah. Saat mereka butuh nasihat atau dukungan emosional, mereka malah memilih mencari orang lain atau bahkan menyimpannya sendiri.
Di sisi lain, ayah yang jarang terlibat dalam kehidupan anak seringkali kehilangan momen-momen penting dalam tumbuh kembang mereka. Mereka nggak tahu apa yang anaknya suka, apa yang anaknya khawatirkan, atau bahkan apa mimpi-mimpi anaknya. Ini bisa menciptakan jarak yang semakin lebar seiring waktu.
Selain itu, anak yang tumbuh tanpa kedekatan dengan ayah cenderung memiliki kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan. Mereka mungkin merasa sulit mempercayai orang lain atau menunjukkan emosi mereka, karena mereka nggak pernah belajar dari figur ayah bagaimana caranya menjalin hubungan yang hangat dan penuh pengertian.
Kabar baiknya, hubungan ayah dan anak yang kaku bisa diperbaiki. Tapi, tentu saja, butuh usaha dari kedua belah pihak. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Luangkan Waktu Khusus untuk Anak
Sesibuk apa pun, ayah perlu meluangkan waktu khusus untuk anak. Nggak perlu muluk-muluk, cukup habiskan waktu bersama untuk melakukan hal-hal sederhana seperti makan malam bersama, bermain, atau bahkan sekadar ngobrol santai. Yang penting, ayah benar-benar hadir secara fisik dan emosional.
2. Tunjukkan Perhatian Kecil Tapi Bermakna
Terkadang, perhatian kecil bisa membuat perbedaan besar. Misalnya, tanyakan bagaimana hari anak di sekolah, apa yang sedang mereka sukai, atau apa yang sedang mereka khawatirkan. Jangan hanya fokus pada nilai atau prestasi mereka, tapi juga perasaan mereka.
3. Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi
Salah satu alasan anak sering ragu untuk bercerita kepada ayah adalah karena takut dihakimi. Ayah perlu belajar untuk mendengarkan tanpa langsung memberikan kritik atau ceramah. Kadang-kadang, anak hanya butuh seseorang yang mau mendengarkan tanpa menyalahkan.
4. Jangan Takut Menunjukkan Emosi
Menjadi ayah bukan berarti harus selalu terlihat kuat dan tegar. Menunjukkan emosi seperti kasih sayang, kesedihan, atau kekhawatiran justru bisa membuat anak merasa lebih dekat. Jangan ragu untuk mengatakan "Aku bangga sama kamu" atau "Ayah sayang kamu." Kata-kata sederhana ini punya dampak luar biasa dalam membangun hubungan yang hangat.
5. Ciptakan Tradisi Keluarga
Tradisi keluarga, sekecil apa pun, bisa membantu mempererat hubungan ayah dan anak. Misalnya, punya jadwal rutin untuk hiking bareng, movie night di rumah, atau memasak bersama setiap akhir pekan. Tradisi ini bukan cuma menyenangkan, tapi juga jadi momen untuk menciptakan kenangan indah bersama.
Mengubah Pola Pikir Tentang Peran Ayah
Yang nggak kalah penting adalah mengubah pola pikir tentang peran ayah dalam keluarga. Ayah bukan sekadar pencari nafkah, tapi juga pengasuh, teman, dan mentor bagi anak-anaknya. Peran ini membutuhkan kehadiran, perhatian, dan usaha untuk memahami dunia anak.
Ayah juga perlu menyadari bahwa membangun hubungan dengan anak bukanlah tugas "ekstra" yang bisa diabaikan. Ini adalah bagian penting dari menjadi seorang ayah yang baik. Dengan meluangkan waktu dan usaha untuk memperkuat bonding dengan anak, ayah tidak hanya membantu anak tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan penuh kasih, tapi juga menciptakan hubungan yang akan dikenang sepanjang hidup.
Hubungan ayah dan anak yang seperti Kanebo itu bukan sesuatu yang harus diterima sebagai hal normal. Kita bisa, kok, mencairkan hubungan yang kaku itu dengan usaha dan niat baik dari kedua belah pihak. Jadi, untuk para ayah di luar sana, jangan takut untuk terlibat lebih dalam dalam kehidupan anak-anak kalian. Ingat, menjadi ayah bukan hanya tentang menyediakan kebutuhan materi, tapi juga tentang memberikan cinta, perhatian, dan waktu yang tak tergantikan. Jangan biarkan hubungan ayah dan anak terasa asing. Buatlah hubungan itu penuh kehangatan, seperti kain lembut yang menyerap kasih sayang, bukan seperti Kanebo kering yang hanya jadi pelengkap tanpa jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H