Suatu dongeng di negeri Konoha
Uang berbisik di celah dedaunan, mengelus halus tiap ambisi.
Seorang lelaki berbalut jas megah
Memanen timah dari perut bumi yang menangis,
270 triliun, bukan angka,
Melainkan rimba emas yang ia sulap jadi rumah mewah.
Hukum mengejarnya pelan, seperti kura-kura tua,
Dan ia tersenyum, tahu bahwa bui hanyalah jeda,
Enam setengah tahun, Bui baginya seperti kamar hotel bintang lima
Ia bisa kembali menari di atas panggung dunia.
Di sudut lain, sebuah karya fiksi bercerita
Squid Games nama tayangan dalam layar kaca
Seorang pemuda rela menjual nyawa
Berebut 45,6 miliar won, agar semua hutang terlunasi
Harapan bersinar yang bersimbah penuh darah Â
Namun harga permainan konyol itu adalah nyawa. Â
Arena berbentuk labirin mimpi buruk, Â
Satu persatu pemain berakhir tanpa ampunan Â
Jeritan terdengar bagai nyanyian sunyi. Â
Satu langkah salah, nyawa langsung melayang, Â
Namun di matanya, kemiskinan lebih mengerikan dari peluru
Yang mungkin bisa menembus tubuhnya kapan saja Â
Ia tetap memilih bertahan dari permainan mematikan itu
Konoha adalah panggung besar, Â
Di mana keadilan bertopeng dua wajah, Â
Yang satu tersenyum pada mereka yang berkantong penuh, Â
Yang lain menggeram pada mereka yang berkantong peluh Â
Apakah lebih ringan menggenggam dosa? Â
Apakah lebih berat mempertaruhkan nyawa? Â
Di negeri konoha, uang adalah matahari,
Semua menghamba pada yang berisi Â
Menghanguskan hati yang pernah mengenal nurani. Â
Maka lelaki korup itu bersulang, Â
Di balik jeruji emasnya, ia tertawa, Â
Sementara sang pemuda bermain di ujung maut, Â
Berlari, bersembunyi, bertahan, Â
Dengan 400 miliar yang hanya menjadi skenario permainan fiksi Â
Di Konoha, Â
Mencari uang adalah seni bertahan hidup, Â
Asal kaya pasti bertahan lebih lamaÂ
Dan kita semua, Â
Adalah penonton dalam teater absurditas ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H