Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dibalik Stigma Maskulinitas Lelaki Memilih Tidak Bicara Dan Menyimpan Luka

10 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   19:00 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita mendengar anggapan bahwa pria adalah makhluk yang tangguh, kuat, dan pantang mengeluh. Namun, di balik stereotip tersebut, banyak pria menyimpan luka emosional yang jarang mereka ungkapkan. Hal ini bukan sekadar asumsi, tetapi telah didukung oleh berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa pria cenderung menyimpan masalahnya sendiri, sementara perempuan lebih terbuka dalam berbagi.

Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Social and Personal Relationships, perempuan cenderung lebih banyak berbicara dan berbagi emosi dibandingkan pria. Hal ini terkait dengan perbedaan biologis dan sosial yang membentuk cara perempuan dan pria mengekspresikan perasaan mereka. Perempuan sering menggunakan komunikasi sebagai alat untuk menjalin hubungan sosial dan mendapatkan dukungan emosional, sementara pria lebih cenderung menghindari percakapan yang terlalu personal.

Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA), ditemukan bahwa perempuan dua kali lebih mungkin daripada pria untuk membicarakan masalah mereka dengan teman atau keluarga. Sebaliknya, pria lebih memilih untuk menyelesaikan masalah mereka secara mandiri atau menekannya hingga tidak terlihat. Pola ini sering kali berakar pada norma gender yang diajarkan sejak kecil, di mana pria diajarkan untuk tidak menangis atau menunjukkan kelemahan.

Stigma Maskulinitas dan Dampaknya pada Kesehatan Mental

Stigma maskulinitas yang menganggap pria harus kuat dan tahan banting menciptakan tekanan sosial yang besar. Di banyak budaya, termasuk Indonesia, pria yang mengungkapkan perasaannya sering kali dianggap lemah atau tidak "jantan." Akibatnya, banyak pria memilih diam dan memendam luka batinnya. Sebagai ilustrasi, survei yang dilakukan oleh Men’s Health Forum di Inggris menunjukkan bahwa 34% pria merasa tidak nyaman berbicara tentang perasaan mereka karena takut dianggap lemah. Studi lain dari Mental Health Foundation mengungkapkan bahwa pria lebih cenderung menghindari mencari bantuan profesional untuk masalah kesehatan mental dibandingkan perempuan. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan ini sering kali mengarah pada penumpukan stres, kecemasan, dan depresi. Bahkan, data global menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri pada pria jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut data WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), sekitar 77% kasus bunuh diri di dunia dilakukan oleh pria. Fenomena ini menunjukkan adanya masalah kesehatan mental yang sering kali tidak terdeteksi akibat ketidakmauan pria untuk mencari bantuan.

Mengapa Perempuan Lebih Terbuka?

Perempuan, di sisi lain, memiliki mekanisme penanganan stres yang berbeda. Mereka cenderung mencari dukungan sosial sebagai cara untuk mengurangi beban emosional. Ketika perempuan merasa tertekan, mereka biasanya akan berbicara dengan teman-temannya, berbagi cerita, atau mencari nasihat. Aktivitas ini tidak hanya membantu mereka merasa lebih lega, tetapi juga memberikan perspektif baru yang dapat membantu mereka menghadapi masalah.

Hal ini didukung oleh penelitian dari University of California, Los Angeles (UCLA) yang menemukan bahwa perempuan memiliki respons stres yang disebut “Tend and Befriend” (mengasuh dan berteman), yang dipicu oleh hormon oksitosin. Respons ini membuat perempuan lebih cenderung mencari dukungan sosial saat menghadapi tekanan, berbeda dengan pria yang lebih sering memilih respons “Fight or Flight” (melawan atau menghindar).

Konsekuensi Memendam Masalah pada Pria

Ketika pria memilih untuk memendam masalah mereka, konsekuensinya bisa sangat serius. Stres yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Beberapa dampak umum termasuk:

1. Gangguan Mental: Depresi, kecemasan, dan rasa putus asa sering kali menjadi akibat langsung dari beban emosional yang tidak terselesaikan.
2. Masalah Fisik: Penelitian menunjukkan bahwa stres kronis dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan gangguan tidur.
3. Peningkatan Risiko Bunuh Diri: Seperti disebutkan sebelumnya, pria memiliki tingkat bunuh diri yang lebih tinggi, salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mencari dukungan.

Memecah Siklus Diam dan Luka

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan besar dalam cara masyarakat melihat maskulinitas dan kesehatan mental pria. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:

1. Menghapus Stigma: Pendidikan dan kampanye tentang pentingnya kesehatan mental harus terus digalakkan. Pria perlu memahami bahwa berbicara tentang perasaan tidak membuat mereka lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun