Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Untuk Kembali Belajar Memanusiakan Manusia Dari Sila Kedua

4 Desember 2024   04:17 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:11 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan, jagat media sosial ramai dengan cerita seorang tokoh publik yang memarahi seorang pedagang dengan kata "goblok" hanya karena pedagang itu menawarkan dagangannya. Kejadian ini mengundang banyak reaksi, dari yang mengecam hingga yang membela. Tapi satu hal yang seharusnya kita refleksikan bersama: pantaskah kata kasar seperti itu terucap dari mulut seorang yang dianggap terpandang? Bukankah seharusnya mereka yang berada di posisi atas menjadi contoh bagaimana memperlakukan sesama dengan hormat dan manusiawi?

Mari kita telaah lebih jauh. Sejak sekolah dasar, kita diajarkan nilai-nilai Pancasila, termasuk sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Frasa ini sederhana namun bermakna dalam. Ia mengajarkan kita untuk memanusiakan manusia, menghormati martabat orang lain, dan bersikap adil terhadap siapa pun tanpa melihat status sosial, pekerjaan, atau latar belakang mereka. Sayangnya, sering kali nilai-nilai ini hanya menjadi hafalan tanpa implementasi nyata dalam kehidupan.

Siapa yang Lebih "Goblok"?

Kata "goblok" itu sendiri adalah penghinaan yang tidak hanya merendahkan harga diri seseorang, tapi juga mencerminkan ketidaksensitifan si pengucap terhadap konteks sosial. Pedagang yang menawarkan dagangannya bukanlah tindakan memaksa atau mengganggu, melainkan usaha mencari rezeki dengan cara halal. Bukankah lebih mulia menghormati usaha seseorang daripada merendahkannya?

Jika kita renungkan, siapa sebenarnya yang "goblok" di sini? Pedagang yang berjuang untuk menyambung hidup, atau tokoh yang tak mampu mengontrol ucapan dan emosinya di depan umum? Seorang tokoh publik seharusnya menyadari bahwa setiap tindakannya menjadi sorotan dan berpotensi memengaruhi cara orang lain bersikap. Kata kasar dari seorang figur publik bisa menjadi pembenaran bagi orang lain untuk berperilaku serupa.

Memahami Hidup dari Kacamata Pedagang

Pedagang kecil, khususnya yang berjuang di tengah keterbatasan, adalah cermin kehidupan rakyat kecil di Indonesia. Mereka bangun pagi, menata dagangan, dan berharap ada pembeli yang mampir. Mereka tidak meminta belas kasihan, hanya kesempatan untuk berdagang secara jujur. Apakah salah jika mereka menawarkan dagangannya kepada orang yang mereka pikir mampu membeli? Itu bukan tindakan memaksa, tapi sebuah usaha.

Mungkin si tokoh yang melontarkan hinaan tidak pernah merasakan betapa sulitnya hidup di bawah garis kemiskinan. Baginya, segelas minuman yang tidak terjual hanyalah angka kecil. Tapi bagi pedagang itu, segelas minuman yang laku bisa berarti makan malam untuk keluarga. Pernahkah kita berpikir, di balik dagangan yang tidak laku itu ada anak-anak yang menunggu di rumah, berharap bapaknya membawa pulang rezeki?

Bicara Kemanusiaan, Tapi Lupa Berperilaku Manusiawi

Ironisnya, sering kali mereka yang lantang berbicara soal kemanusiaan di atas panggung, lupa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ceramah soal moral dan etika terdengar kosong jika tidak diiringi dengan tindakan nyata. Mengolok-olok seseorang di depan umum, apalagi dari kalangan kecil, bukan hanya mencederai harga diri korban, tapi juga mempermalukan si pelaku. Bagaimana kita bisa menganggap seseorang bermoral tinggi jika ucapannya sendiri jauh dari nilai-nilai manusiawi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun