Pola Pengasuhan Patriarki yang ProblematisÂ
Di Indonesia, budaya patriarki sering mengedepankan peran ibu dalam pengasuhan, sementara ayah bertugas sebagai pencari nafkah utama. Banyak ayah yang beranggapan bahwa tugas mereka selesai setelah memenuhi kebutuhan materi anak, tanpa menyadari pentingnya membangun hubungan emosional dengan mereka.
Sebagai contoh, ayah jarang terlibat dalam kegiatan sederhana seperti, menimang bayi, memberi makan anak, bermain bersama anak dan mendengarkan cerita anak tentang pengalaman mereka di sekolah.
Kesibukan yang sering dijadikan alasan oleh ayah untuk tidak terlibat dalam pengasuhan anak sebenarnya justru memperparah situasi ini. Saat anak tumbuh dewasa, mereka mulai merasa bahwa hubungan dengan ayahnya bersifat transaksional, hanya sebatas "permintaan uang jajan." Akibatnya, anak kehilangan hubungan emosional yang seharusnya menjadi fondasi kuat untuk membangun kepercayaan dan rasa aman dalam keluarga.
Anak-anak yang tumbuh tanpa keterlibatan aktif ayah cenderung menghadapi berbagai masalah emosional dan sosial, seperti:
1. Kehilangan rasa percaya diri. Tidak adanya dukungan emosional dari ayah membuat anak merasa kurang dihargai.
2. Kesulitan dalam menjalin hubungan. Anak-anak fatherless sering kesulitan memahami bagaimana membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.
3. Perilaku agresif. Anak laki-laki tanpa figur ayah yang positif dapat menunjukkan perilaku agresif atau sulit diatur.
4. Rendahnya nilai akademis. Ketiadaan dorongan dan bimbingan dari ayah bisa berdampak pada motivasi belajar anak.
Mengubah Perspektif Ayah dalam Pengasuhan
Hari Ayah seharusnya menjadi momen refleksi bagi setiap ayah untuk mengevaluasi perannya dalam kehidupan anak. Ada beberapa langkah sederhana yang bisa diambil ayah untuk mengatasi fenomena fatherless: