Mereka takut teguran yang mereka berikan akan disalahartikan oleh orang tua dan masyarakat. Hal ini tentu merugikan kualitas pendidikan kita, karena guru menjadi ragu-ragu dan kurang leluasa dalam menjalankan fungsi pendidikannya.
Ketakutan yang dirasakan oleh para guru ini adalah indikasi nyata bahwa kemerdekaan guru dalam mendidik sangat perlu untuk diperhatikan. Mengembalikan otoritas guru tidak berarti memperbolehkan mereka bertindak semena-mena terhadap anak. Sebaliknya, guru memerlukan ruang untuk mendidik dengan bijaksana, dengan tetap mengacu pada kode etik yang jelas dan pedoman pengajaran yang tepat.
Selain itu, peran orang tua juga penting dalam mendukung otoritas guru. Orang tua harus menyadari bahwa kehadiran guru adalah bagian dari kerja sama dalam mendidik anak. Menjadi pribadi yang berkarakter baik membutuhkan proses, dan guru adalah salah satu kunci utama dalam proses tersebut. Bila orang tua hanya melindungi anak dari segala konsekuensi atas tindakan mereka, anak tidak akan pernah belajar untuk memahami batasan atau menghargai orang lain.
Ketika orang tua mengabaikan nasihat atau teguran dari guru, yang sebenarnya bertujuan baik, anak cenderung tumbuh dengan rasa tidak terikat oleh aturan. Anak mungkin akan menjadi pribadi yang sulit menerima kritik, tidak mau belajar dari kesalahan, dan merasa dirinya selalu benar. Dalam jangka panjang, karakter semacam ini dapat berdampak pada kehidupan mereka di masa depan, baik dalam lingkungan sosial maupun dunia kerja.
Para pakar pendidikan juga mengungkapkan bahwa anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang terlalu protektif cenderung memiliki daya juang yang rendah dan sulit beradaptasi dengan tekanan atau masalah di luar lingkungan keluarganya.Â
Mereka terbiasa mendapatkan dukungan penuh dari orang tua, sehingga saat dihadapkan dengan situasi sulit, mereka cenderung bingung dan kehilangan arah. Sebaliknya, anak yang diajarkan untuk menerima konsekuensi atas perbuatannya akan memiliki karakter yang lebih kuat dan mampu bertanggung jawab.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengeluarkan kebijakan Kurikulum Merdeka yang bertujuan untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih cara belajar yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Namun, tak cukup hanya kurikulum yang merdeka; para gurunya pun harus mendapatkan kemerdekaan dalam menjalankan peran mereka.
Kemerdekaan guru bukan berarti tanpa batas. Seperti halnya siswa yang harus belajar dalam koridor tertentu, guru pun harus mendidik dengan bijaksana dan sesuai aturan. Yang diperlukan di sini adalah keseimbangan antara kebebasan mengajar dengan perlindungan hukum bagi guru.Â
Jika ada aturan atau kebijakan yang mengatur mekanisme teguran atau sanksi yang jelas dan bijaksana, maka guru akan lebih percaya diri dalam mendidik tanpa perlu khawatir berlebihan. Dengan demikian, guru dapat berfokus pada pengembangan karakter anak, bukan sekadar menyampaikan pelajaran.
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Dukungan masyarakat dalam memahami peran guru sangat diperlukan, sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang sehat dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Menghargai otoritas guru adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa pendidikan karakter dapat berjalan efektif. Jika masyarakat terus meragukan peran guru, lalu siapa lagi yang akan mendidik anak-anak kita agar menjadi pribadi yang lebih baik?