Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Aku Menikah Bukan untuk Kesepian

27 Oktober 2024   17:26 Diperbarui: 27 Oktober 2024   17:47 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah adalah impian banyak orang. Dalam pernikahan, dua orang yang saling mencintai bersatu dengan harapan menciptakan kehidupan bersama yang penuh kebahagiaan. Namun, tak jarang kenyataan yang terjadi justru bertolak belakang dengan impian tersebut. 

Banyak wanita yang, setelah menikah, justru merasa kesepian. Mereka menikah untuk mendapatkan teman hidup, tempat bercerita, dan berbagi suka maupun duka. Tapi, yang mereka dapatkan sering kali hanya sekadar keberadaan fisik dari pasangannya, sementara hatinya seakan entah ke mana, terbenam dalam dunia maya sibuk dengan gadgetnya, yang membuat wanita merasa kesepian di rumah sendiri.

Setelah seharian bekerja, suami pulang dan bukannya memberi perhatian pada istrinya, ia justru sibuk dengan ponselnya. Terkadang hal ini dijadikan alasan untuk "mengobati stres". Ya, pekerjaan memang bisa melelahkan, dan tidak ada salahnya untuk melepas penat dengan cara yang menyenangkan. Namun, ketika aktivitas ini terus-menerus terjadi dan mengabaikan pasangan, maka yang tertinggal hanyalah kesepian yang semakin hari semakin terasa dalam.

Sang istri, yang menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, juga punya stres yang luar biasa. Ia berjuang dengan pekerjaan rumah yang seakan tiada ujung. Ia berhadapan dengan rengekan anak-anak, tanggung jawab rumah tangga, dan segudang pekerjaan lain. 

Stres istri ini sering kali tidak terlihat dan dianggap sebagai sesuatu yang "wajar". Padahal, tekanan mental yang dihadapi wanita yang mengurus rumah tangga tidak bisa dianggap remeh. Banyak yang menganggap bahwa wanita yang tinggal di rumah hanya duduk santai dengan banyak hiburan. Padahal, realita yang terjadi sangatlah berbeda.

 Seorang istri yang bertanggung jawab pada rumah tangga nyaris tidak punya waktu untuk bersantai. Pikirannya terus sibuk menyelesaikan berbagai urusan, dari kebutuhan rumah hingga keperluan anak-anak. Mulai dari pagi hingga malam, tidak ada jeda yang nyata. Ia harus siap siaga untuk menyiapkan segala kebutuhan, entah itu makanan, pakaian, atau urusan-urusan kecil yang seringkali dianggap remeh.

Dalam situasi ini, seorang istri bisa kehilangan dirinya sendiri. Ia bisa kehilangan waktunya untuk sekadar menikmati hal-hal yang ia suka, bahkan kehilangan kebahagiaannya. Demi memprioritaskan keluarga, ia rela mengorbankan banyak hal. Namun, dalam kondisi ini, perhatian suami sangatlah penting untuk menjaga kesehatan mental istri tetap 'waras'. Mengapa demikian? Karena menikah bukanlah soal saling memenuhi kebutuhan fisik semata, tetapi juga soal menjadi kawan perjalanan yang saling berbagi beban, menjadi pendengar, menjadi sandaran, dan tentunya bisa menjadi tempat kembali yang nyaman.

Dalam pernikahan, pasangan kita bukanlah rekan bisnis yang hanya berjalan berdampingan demi mencapai tujuan masing-masing. Pernikahan adalah tentang saling mengisi, saling mendengarkan, dan saling memperhatikan. Sebagai suami, adalah hal yang penting untuk mendengarkan istri, bukan hanya mendengar perkataannya, tetapi benar-benar memperhatikan dan memahami apa yang dirasakannya. Kadang, seorang istri hanya ingin bercerita tentang harinya, tanpa perlu solusi atau masukan. Ia hanya ingin didengar, ingin merasa dihargai, dan ingin tahu bahwa ia penting dalam kehidupan suaminya.

Wanita menikah bukan untuk merasa kesepian. Mereka menikah karena ingin memiliki teman hidup yang selalu ada. Ketika seorang istri merasa didengarkan dan diperhatikan, ia merasa lebih kuat. Ia merasa bahwa ada seseorang yang peduli, yang memperhatikannya, dan yang bersedia berjalan bersamanya, bukan hanya mengharapkan dirinya untuk selalu ada di belakang, tapi juga siap menggenggam tangannya dan berjalan berdampingan.

Istilah "lonely marriage" sering kali muncul di tengah pernikahan yang penuh keterasingan emosional. Pernikahan seperti ini terjadi ketika dua orang hidup di bawah atap yang sama, namun tidak benar-benar bersama. Keduanya mungkin terikat secara fisik, namun jiwa dan hati mereka jauh. Kesepian dalam pernikahan seperti ini sangatlah menyakitkan, terutama bagi mereka yang mengharapkan kehidupan bersama yang penuh perhatian dan cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun