Seorang kakek tua. Dia mengenakan pakaian pangsi, baju tradisional Sunda. Langkahnya lambat, tertatih-tatih. Sekilas, tak ada yang aneh dari sosoknya. Tapi semakin dia mendekat, semakin terasa ada yang tidak beres. Hawa dingin semakin menusuk, hingga rasanya sulit bernapas. Setiap detik, sosok kakek itu mendekat, membuat dadaku semakin sesak.
Kekakuan tubuhku pecah ketika akhirnya aku melihat wajahnya. Wajah itu... tampak rusak. Kulitnya keriput, tetapi ada sesuatu yang lebih mengerikan. Mata kakek itu, besar dan menonjol keluar, berlumuran darah. Bibirnya yang hitam terbuka, seolah-olah dia hendak mengatakan sesuatu, tapi yang keluar hanya erangan lirih, seperti napas terakhir seseorang sebelum mati.
Rasa takut mencekam tubuhku, membuatku tak bisa bergerak. Aku terpaku, hanya bisa menatap kakek itu yang semakin mendekat, tangannya terjulur ke arahku. Dingin yang luar biasa tiba-tiba melingkupi tubuhku, seperti jiwaku direnggut perlahan.
"Tidak... tidak mungkin...," bisikku, nyaris tak bersuara.
Kakiku akhirnya bisa digerakkan. Tanpa berpikir, aku berlari sekencang-kencangnya. Motor yang mogok kutinggalkan begitu saja. Rasa takut itu terlalu nyata, terlalu mengerikan untuk diabaikan. Suara langkah kakiku menggema di jalanan sepi, tapi erangan pelan kakek itu masih terdengar dari belakang, seolah mengejarku. Keringat dingin mengucur deras, sementara tubuhku mulai lemas.
Berapa lama aku berlari, aku tidak tahu. Rasanya seperti berjam-jam, meski kemungkinan hanya beberapa menit. Tiba-tiba, dari kejauhan, aku melihat cahaya. Dua sosok terlihat berdiri di dekat pintu gerbang kompleks perumahan, mengenakan seragam satpam.
Aku langsung menghampiri mereka. "Pak! Tolong, ada sesuatu... ada kakek...," kataku terengah-engah, suaraku gemetar.
Kedua satpam itu saling berpandangan dengan wajah tegang. Salah satu dari mereka meletakkan tangannya di bahuku, berusaha menenangkanku.
"Kamu baru saja melewati jalan itu, ya?" tanya salah satu satpam.
Aku mengangguk. "Iya... motor saya mogok, lalu ada kakek...," kataku, suaraku pecah oleh rasa takut yang belum hilang.
Satpam yang lebih tua menarik napas panjang. "Banyak yang melapor hal serupa. Kakek itu... bukan manusia."