Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pantai Tak Nyata (Bagian 2)

15 November 2022   15:14 Diperbarui: 14 Maret 2023   09:27 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kakiku gemetar, ingin rasanya aku lari sekencangnya.  Tapi aku tak bisa melangkah. Hanya bisa mundur pelan-pelan dengan keringat dingin yang mengucur dipelipisku. 

Aku mencoba berteriak sekencangnya. Berharap ada seseorang yang menemukanku. Tapi rasanya percuma suaraku tak bisa keluar. 

Makluk bertubuh tinggi besar itu berjalan mendekatiku. Ia mengulurkan tangannya yang hitam pekat ke arahku. Aku semakin ketakutan. Sekuat tenaga aku berusaha bangkit, sampai akhirnya aku bisa berdiri dan memaksakan tubuhku untuk berlari sekencangnya. 

Aku Sudah berusaha teriak sekerasnya, tapi nyatanya tak sepatah kata pun mampu aku ucapkan. Aku terus berusaha mencari cara untuk menjauh dari hutan bambu itu. Tapi anehnya semua jalan yang kulewati tetap sama. Aku merasa tak menemukkan jalan keluar. Sampai aku merasa benar-benar lelah dan tak berdaya. Pandanganku mulai kabur, tubuhku melemas. Rasanya aku sudah tak sanggup lagi. Aku terus berlari ditempat yang sama. Aku mulai tak punya tenaga lagi. Sampai sebelum aku menutup mata, kulihat sosok anak kecil yang sama yang kutemui saat dalam perjalanan. 

"To...long.... to...long" aku lelah dan tak sanggup lagi. 

***

"Bun, bunda...." kudengar suara ricuh disekitarku. Ku buka mata perlahan. Rasanya berat sekali. Tubuhku rasanya sangat lemas. Tampak dihadapanku,  Andi, Suamiku. Ia terlihat panik. 

"Dokter... dokter istri saya sudah sadar!"

'Dimana ini' Mataku langsung menatap sekeliling, tampak tirai putih dan beberapa peralatan yang biasa ada di rumah sakit. Aku menggerakkan tanganku yang dipasang jarum infus. Aku mencoba mengingat kembali semua kejadian. Tapi rasanya aku terlalu lelah. 

Seorang dokter mendekat ke arahku dan memeriksa kondisiku. 

"Bu bisa melihat tangan saya?" Dokter itu melambaikan tangannya kehadapan wajahku. Aku mencoba menjawab, tapi entah kenapa suara tidak bisa keluar dari mulutku. Aku hanya bisa mengedipkan mata. Lalu tak lama kemudian dokter itu menyuntikkan sesuatu dan aku pun terlelap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun