Mohon tunggu...
M. ERIK IBRAHIM
M. ERIK IBRAHIM Mohon Tunggu... Freelancer - 🐇🦢🌱Berakit Rakit Ke hulu, Berenang renang ketepian, aku bersungguh sungguh untuk kamu, TAPI, kamu malah demikian🌴🌿
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

🐇🦢 Terbentur----TeRBENTUR----TerbENTUR----TERBENTUK🐇🦢

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Nenek Asmi dan Kayu Bakar

12 Juni 2022   19:44 Diperbarui: 17 Juni 2022   05:54 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Pixabay / Peggychoucair

Seperti biasa. Setiap pagi buta sekali nenek Asmi dengan sekelumit daya upaya nya melanglang buana mencari balok kayu sebagai mata pencaharian nya. 

Dua perempuan---nenek asmi dan cucunya, sehari-hari melakukan kegiatan itu tanpa berdentum keluh kesah sekalipun. 

Bacaan Lain : Seperti Laptop ku

Nenek Asmi---Dari sini, terpotret wajah Nenek Asmi dengan sesekali menyeka air mata kesedihan agar cucunya tidak tahu dan sekilas terbatin dalam benaknya, 

"Nduk, Nenek akan usahakan kita hidup berkecukupan ya, Nduk ".

Seperti pagi kali ini. Nenek Asmi bersama cucunya yang masih tertidur lelap terpaksa ia bangunkan dari mimpi dan angan angan indahnya. 

Apalagi---Terpaksa sang nenek membangun kan cucunya untuk segera menyambut dan senyum sapa kepada kehidupan nyata dunia yang tak seindah mimpinya. 

Ia membopong cucunya diatas pundak nya yang entah akan kuat berapa lama dan rapuh. Ia tak begitu mempermasalahkan nya. 

Tak jarang jari jemari kaki nenek tersandung bebatuan dan tersayat ilalang yang menyambut dirinya tanpa sepengetahuan nya. 

Cucunya yang nampak belia sesekali nampak mengerti keadaan sang nenek, hingga ia memutuskan melangkah kan kaki mungilnya untuk berjalan sendiri, sang nenek berkata,... 

" Nduk, tunggu, jangan turun dulu. Nenek masih kuat membopong mu, nanti saja kalau langit sudah cerah, kamu boleh menapakkan kakimu. "

Dengan muka polos nya, cucunya pun menuruti wejangan dari wanita lansia itu. 

Gigih, tak kenal menyerah dan tak terselip keluh kesah di muara kan nenek Asmi dengan setulus hati demi membuat sang cucu hidup enak kelak. 

Seperti hari ini. Nenek Asmi bergegas dan bersemangat mencari kayu bakar untuk dijual di pasar tak jauh dari gubuk tuanya. 

Tak lekang oleh waktu, nenek Asmi tiba di hutan belantara untuk menengok kayu yang ia akan pilah pilah untuk segera ia jadikan pundi pundi rupiah. 

Tak terasa.... Mentari pagi nan menyeringai sudah menusuk di sela sela hutan belantara hingga membuat Nenek Asmi dan cucunya terlihat oleh mata. 

Cucunya ingat wejangan dari sang nenek tadi untuk turun jikalau langit sudah cerah, dan  ia pun segera beranjak dan menginjak kan kaki untuk mengulurkan bantuan ke neneknya. 

Pilah memilah membuat nenek Asmi menggunakan poros waktu yang lama hingga tetiba matahari sampai diatas kepalanya menandakan hari sudah semakin siang dan panas. 

"Cukup Nduk, kita sudahi saja mencari kayu ini, mari kita pulang... "

Sebelum matahari menusuk ke pori pori kulit nenek asmi dan cucunya lebih lama nenek Asmi segera bergegas pulang.

Tapi sebelum itu, sebongkah kayu bakar nan dibopong dipundak tadi bergegas diserahkan di tengkulak untuk ditukarkan menjadi lembaran lembaran rupiah. 

Berkat jerih payahnya dan pertolongan dari cucunya , kayu bakar tadi terhimpun cukup banyak dan mendapatkan pundi pundi rupiah yang terbilang banyak tak seperti hari hari biasanya. 

Seperti hari esok--- terlintas dikepala sang nenek akan ulang tahun cucunya, ... 

Pucuk dicinta, ulam pun tiba

Cucunya pernah mengutarakan impian nya untuk bisa memakan singkong rebus bertabur meses dan duduk di taman sembari menikmatinya. 

Ikatan batin...! Seperti nya, ikatan batin nenek asmi dengan cucunya seolah ter sinkron dan tersambung. 

Seperti hari ini, cucunya dengan mata terbelalak kaget dengan sebuah singkong rebus bertabur meses telah terpampang nyata ketika cucu nya sudah terbangun dari tidur lelapnya. 

Kaget, terperanjat dan takjub seolah terlintas dikepala sang cucu dan ia tak sanggup untuk menahan air matanya. 

Cucunya berkata, "Waah...nenek, sejak kapan ada singkong favorit kesukaan ku disini, bagaimana nenek membelinya?..."

Nenek Asmi dengan rasa tak sungkan menjawab, "Nduk, ini adalah hasil jerih payahmu memungut kayu bakar bersama nenek kemarin,... Terimakasih ya Nduk ".

Setelah mendengar untaian kata kata itu dari neneknya, sang cucu sekilas terbatin, 

"Tuhan,terimakasih sudah memberikan nenek yang terbaik untukku, tapi apakah beliau masih lama disini bersamaku?..."

Ujar cucunya dalam batin dan penuh kebimbangan sambil memeluk neneknya dan sesekali ia menatap dan menghadap ke langit langit digubuk tua itu... 

~~~~~Minggu, 12.06.2022~~~~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun