Tetapi pada saat berlibur, harapan dan ekspetasi kusudah bayangkan seperti Menara Eiffel tingginya dan kenikmatannya seluas samudera Hindia.
Entah lah. Ternyata yang kualami adalah hal hal pahit yang tidak memanjakan mata dan raga.
Mengapa harus aku. Mengapa harus aku yang mengalami ini untuk menikmati rentetan masalah yang menghujam tiada henti.
Buku demi buku kutorehkan dengan tinta pena yang begitu hitam pekat dan tajam, seolah sejalan dengan hidup yang begitu getir yang ingin kutorehkan di secarik kertas ini.
Langit mendung. Meskipun langit juga menderaku dan menjadi mendung dan gelap, upaya tuk mencurahkan isi hati tetap terpatri dan enggan pudar dalam hati.
Seperti hari ini. Jalan demi jalanku tapaki untuk menemukan petuah yang menyejukkan hati tanpa ada alih alih rasa iri dengki, benci didalam hati.
Mata sayup. Meskipun mata mulai terkulai letih dan pandangan menjadi kabur, tetap saja kuteruskan perjalanan ini hingga akhir nanti.
Inginku berbagai problema bisa terpecahkan sekarang juga, namun waktu bagai tak mendukung dan nampaknya aku harus menikmati masa masa indah bersama masalah ku
Mengapa harus aku. Iya, karena kamu memang di pilih untuk mengemban amanat itu.
Mengapa harus aku. Iya, karena jika digantikan dengan orang lain, belum tentu sekuat kamu.
Mengapa harus aku....! Berhenti bertanya itu berulang kali kepadaku dan senantiasa gunakan waktu untuk kamu bersyukur.