Kepala ini begitu terheran heran bukan kepalang
Seakan mata tak ingin berkedip meskipun waktu berjalan
Dengan rahang menganga tak berkesudahan dengan samudera dan benua pertanyaan tiada habisnya
Apakah kepiluan pernah mendera kalbu mu?
Apakah jeritan tangisan pernah membuat kau menangis sendu
Dimana aku bisa menemukan tembok saksi bisu mu?
Agar ku tahu, isi curahan hatimu yang sebenarnya kau rasakan, namun kau pendam, bungkam dan bergeming , tanpa ada yang tahu
Rasanya sekuntum mawar merah dan putih ini patut ku sematkan di dalam benakmu, wahai Raden Ajeng Kartini,
Merah merona nya mawar ini menggambarkan sosok dirimu yang begitu tangguh, pemberani dan tak gencar pada siapapun yang mengancam dan mencoba mengusik mu
Meskipun ditengah tengah kegentingan, dan bisa saja malapetaka menimpamu
Putih suci cukuplah tersirat pada mawar putih ini ,sebagai simbol ketulusan, gigih dan hati yang bersih yang terpancar dalam dirimu
Serangkai kata kata yang termaktub dalam puisi ini cukup sudah jadi untaian terimakasih dan salam hormat
Kedua bola mata ini bagai berlinang deras dan berkaca kaca, bilamana kisah mu sering di bisikkan ke khalayak umum
Begitu berat dan tak kau pikirkan marabahaya yang akan menimpa dirimu
Hari kartini, cukuplah ini sebagai tanda terimakasih bangsa dari negeri cakwarala ini
Karena mu, kaum hawa diluar sana, kau junjung tinggi martabatnya
Kau selalu membawa wibawa dan membuat harum para kaum hawa diluar sana
Istirahatlah dengan tenang dan tentram wahai Raden Ajeng Kartini
Jerih payah mu, pengorbanan mu, dan Titik darah penghabisan mu, akan selalu dikenang bangsa ini
Hingga akhir hayat yang tidak tahu kapan akan berhenti
Habis Gelap, Terbitlah Terang
~Terimakasih Raden Ajeng Kartini~
Salam Perjuangan,
21-April 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H