(Baca ini: Kepalsuan Sejarah Papua dalam NKRI)
Proklamasi ini mendapat dukungan luas dalam masyarakat dan bentuk dukungan itu diwujudkan dengan dibentuk sejumlah organisasi perlawanan di berbagai kota di Papua. Misalnya di Jayapura, Merauke, Serui, Manokwari, Biak dan sorong. Organisasi-organisasi ini berhasil menanamkan ideologi nasionalisme Papua kepada rakyat dan generasi-generasi berikutnya. Tetapi, proklamasi itu tidak bisa dipertahankan dan akhirnya masing-masing mencari jalan sendiri.
Perpecahan dan Mandataris
Negara Papua Barat yang sudah diproklamasikan tanggal 1 Juli 1971 itu tidak dipertahankan dengan baik oleh para pendirinya. Karena mereka terlibat dalam konflik dan terbagi dalam dua kelompok. Satu kelompok dipimpin Zeth Jafet Rumkorem dan kelompok lain dipimpin Yakob Pray. Kedua kelompok ini pun terbagi berdasarkan latar belakang geografis, etniksitas dan hubungan genealogis. Kelompok Zeth Jafet Rumkorem lebih berbasis dari pantai utara dan kepulauan khusus di sekitar Teluk Saireri, dan sekitarnya. Sedang kelompok Yakob Pray berbasis di tanah besar.
Perpecahan ini terjadi karena sentimen-sentimen yang telah disebutkan dibagian awal di atas seperti egoisme, ambisi, primordialisme dan juga infitrasi pihak musuh. Kelompok lain dianggap lebih maju dan lebih memahami, sedang yang lain dinilai belum maju dan tidak memahami proses perjuangan.
Perpecahan ini pun tidak lepas dari infitrasi militer Indonesia dalam organisasi perjuangan. Di mana mereka mendekati orang-orang tertentu dari salah satu kelompok dan suplasi amunisi dan senjata. Bentuk nyata dari infitrasi itu adalah panglima militer Indonesia dan beberapa anggotanya ditangkap dan disandara di daerah perbatasan. Melalui suplai amunisi dan intervensi sangat jelas di sana. Karena infitrasi dan intervensi militer Indonesia ini menciptakan masalah lebih rumut di antara para pejuang dan sesama anak bangsa, dan mereka saling melukai dan membunuh.
Dengan konflik itu diantara mereka dilihat sebagai musuh dan kekuatan mereka terpecah dan dihancurkan, maka konsentrasi tidak terfokus terhadap musuh dan untuk mencapi tujuan kemerdekaan nasional. Dengan peristiwa itu OPM-TPN telah terbagi menjadi dua kelompok. Di mana kelompok Zeth Jafet Rumkorem dibangun basis di Teluk Cenderawasih, Manokwari dan di daerah pantai Timur dibawah komandan almarhum jenderal Richard Joweni. Di mana Jenderal Richard Joweni sebagai mandataris dari Zeth J.Rumkorem.
Sementara kelompok OPM-TPN dari Yakob Pray dibentuk enam Kodap di tanah besar mulai dari daerah perbatasan, dataran central dan selatan Papua. Di mana tuan Yakob Pray memberikan mandat kepada Boni Nibilingame untuk Kodap Agimuka, Obet Tabuni dan Matias Wenda mandataris untuk dataran central, Yulius Goo mandataris untuk Mepago dan Geradus Tommy mandataris untuk wilayah selatan.
Setelah Boni Nibilingame meninggal, almarhum Jenderal Kelly Kwalyk adalah mandataris untuk Agimuka, setelah Geradus Tommy ditangkap polisi PNG kemudian mandataris dilanjutkan Jenderal Bernat Mawen, dan juga Yulius Goo meninggal dan almarhum Jenderal Tadius Jogi adalah mandaris untuk Mepago.
Semua para mandataris generasi pertama sudah meninggal dan yang tersisa tuan Geradus Tommy dan tuan Matias Wenda, dengan tuan Yacob Pray sendiri. Maka tidak salah tuan Yakob Pray dan Geradus Tomy memberikan dukung kepada tuan Benny Wenda dan ULMWP untuk menjalankan misi Organisasi Papua Merdeka.
Perpecahan para pejuang Papua dalam dua kelompok itu telah mendapat perhatian oleh pemerintah Vanuatu. Di mana pemerintah Vanuatu berusaha keras untuk mempersatukan kedua kelompok itu agar perjuangan kemerdekaan Papua kembali dilanjutkan. Dengan tujuan itu, pemerintah Vanuatu telah mengundang dan difasilitasi kedua kubu itu bersama-sama ke Vanuatu untuk dilakukan perdamaian.