perguruan tinggi mengelola tambang.
Kamis, 23 Januari 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) sebagai inisiatif legislatif. Langkah ini menuai berbagai kritik dari masyarakat dan pakar, terutama terkait klausul yang memungkinkanWakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengklaim bahwa pemberian izin tambang kepada perguruan tinggi bertujuan untuk membantu pendanaan pendidikan. Ia menyebutkan bahwa mekanisme pelaksanaan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi masih dapat diatur lebih lanjut. Namun, wacana ini memicu perdebatan, terutama karena potensi dampak negatif yang bisa timbul bagi mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum.
Artikel ini akan mengupas secara komprehensif wacana perguruan tinggi mengelola tambang, mulai dari latar belakang hukum, dampak sosial-ekonomi, hingga pandangan para ahli dan solusi alternatif. Dengan penjabaran ini, diharapkan pembaca dapat memahami isu ini secara mendalam.
Latar Belakang Hukum dan Kebijakan
Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba)
RUU Minerba yang diajukan DPR RI bertujuan untuk memperbaiki regulasi dalam sektor pertambangan di Indonesia. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan untuk memberikan perguruan tinggi hak mengelola tambang. Dasco menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk inovasi untuk mendanai operasional perguruan tinggi dan membantu meringankan beban mahasiswa melalui subsidi dari pendapatan tambang.
Namun, dalam praktiknya, kebijakan semacam ini memerlukan pengawasan ketat. Perguruan tinggi harus memiliki kapasitas hukum, teknis, dan administratif untuk mengelola tambang dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa persiapan yang matang, kebijakan ini berpotensi menimbulkan lebih banyak masalah daripada manfaat.
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, perguruan tinggi diizinkan untuk melakukan kegiatan bisnis guna menunjang kegiatan akademik. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa penerapan kebijakan ini sering kali tidak berdampak langsung pada penurunan biaya pendidikan. Sebaliknya, biaya pendidikan justru terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi salah satu argumen kuat bagi para pengkritik wacana pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi.
Kritik dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa wacana ini berpotensi merugikan mahasiswa. Ia berpendapat bahwa keuntungan dari pengelolaan tambang kemungkinan besar hanya akan dinikmati oleh pihak kampus tanpa memberikan dampak langsung kepada mahasiswa. Ubaid juga mempertanyakan siapa yang akan menanggung kerugian jika pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi gagal.