Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #10

15 Januari 2024   14:46 Diperbarui: 15 Januari 2024   15:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada jawaban, yang ada hanyalah isak tangis tertahan yang merambat di bawah pintu, menyelimuti jantungnya dengan sulur-sulur dingin. Rasa sakit yang diakibatkannya terasa lebih dalam daripada yang bisa dia akui, namun dia tahu bahwa menyerah berarti kehilangan dirinya sendiri.

Berbalik, Aditya berjalan ke jendela sambil menempelkan dahinya ke kaca yang dingin. Dia menyaksikan dunia di bawah terus berjalan, tidak menyadari keretakan di alam semestanya. Lampu jalan memancarkan kumpulan cahaya yang berkilauan di trotoar basah, sebuah metafora visual untuk pulau-pulau pemahaman yang terisolasi di lautan perselisihan.

Pandangannya tertuju pada bintang-bintang, para juru tulis surgawi yang mendokumentasikan perjuangan umat manusia dari tempat mereka bertengger. Apa artinya mencari makna dalam kehidupan di mana ikatan dapat dengan mudah direnggangkan, di mana manipulasi dapat menaburkan benih keraguan di antara hubungan yang paling teguh?

"Rizky, kamu sudah meracuni lebih dari sekedar ambisi," lirih Aditya di tengah malam, hembusan napasnya meninggalkan bekas sesaat di kaca jendela. "Anda telah menaburkan ketidakpercayaan pada tanah subur hubungan kekerabatan, dan untuk apa? Kontrol? Pengaruh?"

Tawa pahit keluar darinya, suara hampa di ruangan kosong. Rizky Maulana dengan jas lancip dan lidah yang lebih lancip memang meninggalkan bekas hingga membuat jarak antara Aditya dengan orang yang selalu menjadi jangkarnya.

"Namun, di sini aku berdiri, tegas," Aditya menegaskan, menjauh dari jendela dan bergerak menuju mejanya. Jari-jarinya menemukan keyboard yang familier, setiap ketukan menandakan pernyataan, komitmen terhadap jalan yang dipilihnya.

Saat dia mengetik, pandangannya kabur, bukan karena ketidakpastian tetapi karena keteguhan hati yang terkristalisasi oleh kesulitan. Dia menyusun kalimat-kalimat yang lebih dari sekadar kata-kata; semua itu adalah bukti perjalanannya---sebuah perjalanan menuju keaslian, tidak terpengaruh oleh intrik orang-orang yang tidak dapat memahami nilainya.

"Biarkan keretakan menjadi jurang jika harus," dia mengetik, irama klik-klak tombol menandai keheningan. "Karena di sisi lain, aku akan menemukan kebenaran yang tidak dinodai oleh kebohongan."

Aditya berhenti sejenak, membaca keyakinannya sendiri di layar, merasakan beratnya kehilangan namun didukung oleh kekuatan tujuannya. Dia menekan tombol simpan dan bersandar di kursinya, mata terpejam saat dia membiarkan hiruk-pikuk emosi berubah menjadi tekad yang tenang.

"Besok, aku melanjutkan pencarianku," tekadnya, membiarkan dirinya tertidur di tengah aroma biji kopi sangrai yang tersisa dan pelukan.

BERSAMBUNG ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun