Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #2

12 Januari 2024   13:25 Diperbarui: 12 Januari 2024   13:34 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAF5o8WFmSM/2ar4O4cUkENGIkdogVw7QA/edit?ui=eyJHIjp7fX0&continue_in_browser=true

BAB 2: Insiden yang Menghasut

Kedai kopi dipenuhi dengan suara dentingan cangkir di pagi hari dan obrolan yang penuh semangat. Sinar matahari masuk melalui jendela-jendela lebar, menyinari pengunjung yang mencari perlindungan di tempat perlindungan mereka yang berkafein. Di tengah kesunyian, Hendrik Wijaya adalah pulau yang tenang. Dia duduk di meja sudutnya yang biasa, diselimuti oleh bayangan yang tampak melekat pada sosok misteriusnya. Jenggotnya, yang dibumbui warna abu-abu, ditata dengan cermat, melengkapi pakaian gelap yang menutupi tubuh rampingnya. Mata Hendrik yang tajam dan tajam mengamati ruangan itu dengan kedalaman yang tak terbayangkan, seolah menyerap setiap cerita yang dibisikkan di balik dinding tersebut.

"Selamat pagi, Hendrik," sapa seorang barista, suaranya terdengar cerah dengan latar belakang suara pembuatan bir. Dia meletakkan pesanan regulernya, sebuah cangkir mengepul yang sepertinya menghormati kehadirannya yang diam daripada mengganggunya.

"Terima kasih," jawabnya, suaranya rendah dan bergema, membawa beban cerita yang tak terucapkan. Bibirnya yang sedikit terangkat mengisyaratkan rasa terima kasih yang lebih dalam daripada yang bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Hendrik mengangkat cangkirnya, aroma campurannya membubung seperti kabut aromatik, menembus indera orang-orang di dekatnya. Itu adalah aroma yang berbicara tentang asal muasal bumi dan api dari biji yang dipanggang—sebuah janji perjalanan melalui rasa saja. Para pengunjung sedikit menjulurkan leher mereka, mencoba melihat sekilas pria yang kopinya sepertinya menyimpan rahasia sekaya rasanya.

Saat dia menikmati minumannya, keseimbangan antara rasa pahit dan manis bermain di langit-langit mulutnya. Setiap tegukan adalah tindakan yang disengaja, kepergian sesaat dari dunia di sekitarnya. Sikapnya yang tenang mengingkari sejarah yang diukir oleh pengalaman, sejarah yang membentuk manusia menjadi bejana kebijaksanaan tanpa pernah menumpahkan setetes pun.

Di sekelilingnya, kehidupan terus berlanjut dalam tarian tanpa henti. Pesanan dilakukan dengan penuh harap, deru penggiling menandai percakapan. Barista bergerak dengan keanggunan yang diatur, tangan mereka membuat minuman dengan sentuhan seniman. Uap dari mesin bergabung dengan simfoni aroma, menciptakan kanvas penciuman yang mewarnai kafe dengan semangat yang tak terlihat.

Namun, meski suasana sibuk berlangsung, Hendrik tetap menjadi benteng ketenangan yang tak tersentuh. Dia adalah sosok yang tetap konstan seperti jam tua di dinding, yang terus berdetak setiap detiknya dengan tujuan yang tak terlihat. Keheningannya memiliki daya tarik yang menarik, menarik orang-orang yang terpikat oleh teka-teki keberadaannya.

Dalam setiap gerakannya, Hendrik tampaknya tidak hanya menikmati kopinya tetapi juga kehidupan itu sendiri, menemukan kepuasan dalam rutinitas sederhana menyeduh kopi di pagi hari. Yang lain mengamati ritual ini dengan rasa kagum yang aneh, bertanya-tanya kedalaman pemahaman apa yang ada di balik mata kontemplatif itu.

Kedai kopi, sebuah mikrokosmos dunia luar, dipenuhi dengan energi permulaan—hari baru, peluang baru. Namun di tengah hiruk pikuk aktivitas ini, kehadiran Hendrik memberi kesan bahwa kadang-kadang, wawasan yang paling mendalam datang bukan dari pencarian, melainkan dari keheningan, dari apresiasi diam-diam terhadap saat ini dan di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun