Grand Theft Auto 5 adalah sebuah permainan sudut pandang pertama dan bersifat dunia terbuka (open world). Dengan memainkan 3 karakter secara sinergis, yakni Michael, Trevor, dan Franklin, para pemain diberikan hak prerogatif atas "nasib" ketiga karakter tersebut.Â
Misi-misi, rintangan, serta kuriositas pemain game terhadap dunia terbuka itu pun tak kalah ditebalkan. Apresiasi, penghargaan, serta pujian sebagai efek timbal balik pemain game dan karakter miliknya.
Bila kita letakkan pada pemosisian, maka terciptalah peran "aku" sebagai subjek, "kamu" dalam game yang "aku kendalikan", memainkan subjek ganda, alias mewayangkan.Â
Wayang dimainkan, diatur, dan dikendalikan oleh seorang dalang, yang adalah subjek utama. Biasanya seorang Dalang, memiliki kedekatan personal, intim, dan lebih dengan wayangnya yang memunculkan semacam proyeksi tubuh Dalang.Â
Dalam konteks game GTA V, kita sebagai Dalang, lambat laun mengkreasikan jembatan dialogis proyektif. Jembatan dialogis proyektif (disebut penulis) adalah proses perampungan jembatan penghubung realitas Dalang dan Wayang yang perlahan melebur.
Berkaca dari kata kunci 'realitas' di paragraf sebelumnya, apa itu realitas? Menurut penulis, realitas adalah manifestasi pencerapan inderawi manusia, yang dielaborasi, diolah, dan dikaji secara mendalam membentuk sebuah dunia privat persepsional. Sederhananya, tiap individu memiliki realitas imanen dan transenden.Â
Penulis sebut realitas imanen adalah realitas yang dipersepsikan oleh "aku". Subjektivitas bermain di dalamnya, menggantungkan dirinya terhadap persepsi-konsepsi "aku" melihat realitas riil saat ini. Realitas kolektif adalah realitas bersama, dirasakan oleh mayoritas individu.Â
Biasanya realitas kolektif menyangkut letak geografis, pengetahuan umum, dan sejenisnya. Posisi "aku" melebar menjadi "kita", atau bisa juga kacamata subjektif yang terkristalisasi oleh kacamata-kacamata lainnya.
Selanjutnya, apa itu pujian? Kita pasti sangat senang bila dipuji. "Wih, bagus ya bajunya!" atau "Keren banget mobilnya bro!", dan lain sebagainya. Pujian merupakan timbal balik, responsi, atau penilaian atas sesuatu yang 'lebih' dibanding "si pemuji".Â
Makna 'lebih' dapat berupa apresiasi atas pencapaian, penyelesaian tujuan, penebalan eksistensi diri, dan lainnya. Posisi "si pemuji" di sini bukanlah inferior atau rendah dibanding 'yang dipuji', melainkan menghargai tercapainya satu pijakan level tangga kehidupan.Â
Misalnya, jika teman atau kolega kita telah menyelesaikan studi sarjananya, maka kita barangkali otomatis mengucapkan "Selamat ya udah lulus!", walaupun sebenarnya (menurut penulis) pujian merupakan penundaan penderitaan yang lebih di masa depan. Diibaratkan seperti meminum minuman beralkohol. Semula direncanakan sebagai penghilang stress dan kepenatan, malahan semata menunda waktu mereka akan datang kembali.
Game GTA V seperti zat morfin yang disuntikkan pada Dalang, dengan jarum afek pujian. Ketika kita memiliki mobil mewah (di GTA V) dan mengendarainya di jalan raya, maka kita akan dipuji oleh semua pasang mata yang melihat. Kita sebagai pemain akan merasa bangga, dipuji, dan senang karena lontaran pujian tersebut (yang sebetulnya hanyalah "pujian artifisial").Â
Tentu, kita merasa aneh, heran, dan tidak habis pikir, mengapa getaran psikis tersebut dapat meluap. Kita kembali lagi pada relasi dialogis antara Dalang dan Wayang yang sudah dibahas sebelumnya. Keterikatan interpersonal kian melekat, termasuk afek-afeknya.
Ruang gerak leluasa ini juga boleh jadi menandakan hadirnya konstruksi "jurang realitas". Contohnya, "aku" memukul orang lain dalam realitas nyata, maka timbal-baliknya adalah "aku" dijebloskan ke penjara misalnya.Â
Realitas semu atau artifisial akan meluluh-lantahkan timbal-balik tersebut, dengan membangun karakter wayang yang kuat dan superior atas orang lain dalam dunia game GTA V. Sisi superiority complex pemain dipermainkan, seakan-akan kita menguasai satu kota tersebut secara otoriter, semau-maunya, termasuk di dalamnya impulsivitas pujian itu.
Bagaimana dinamika geliat emosional pemain beserta karakter game, ditinjau dari psikologi individual Alfred Adler? Adler meninjau diri manusia, terbagi menjadi 2 pokok besar yaitu inferiority complex dan superiority complex. Inferiority complex atau kompleks inferioritas adalah gejolak "ketaksadaran" akan perasaan inferioritas dan rendah diri.Â
Sedangkan, superiority complex atau kompleks superioritas adalah manifestasi upaya tiap manusia bangkit dari tahap kompleks inferioritas. Merasa superior dan pribadi oportunis merupakan hasil semata kompleks superioritas (Kleinman, 2012, p. 44).
Game GTA V mengenai pujian artifisial, mengakomodasi kawah emosionalitas para pemain ke tahap kompleks superioritas secara radikal. Ketika dalam realitas nyata, ia kurang mampu mengakomodasi rasa inferiornya, maka ia melaksanakan pelarian realitas kepada dunia game yang memberikannya stimulus superioritas. Stimulus tersebut bersifat proyektif, menampilkan kebangkitan "kompleks superioritasku" dalam dunia GTA V.
Sebagai kesimpulan, GTA V menghadirkan percikan-percikan kebahagiaan sesaat, seperti kembang api yang meledak di angkasa dengan "kesementaraannya". Penundaan terhadap rasa sakit berada di dunia ini yaitu dengan dilarikan pada dunia GTA V yang mewadahi segala aspirasi kebebasan animalitas manusia di dalamnya.Â
Maka dari itu, penulis rasa perlu adanya pandangan pesimistis terhadap dunia game GTA V. Apakah betul pelarian yang "aku" lakukan bersifat tetap? Atau malah berunsur sementara saja, layaknya morfin?
Daftar Pustaka
Kleinman, P. (2012). Psych 101: Psychology Facts, Basics, Statistics, Tests, and More! Adams Media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H