Dalam negara demokrasi. Perbedaan pilihan itu hal biasa. Namanya juga demokrasi, tentu di dalamnya ada perbedaan. Tapi, hanya perbedaan politik. Tidak ada yang namanya perbedaan ideologi.
Di Indonesia, umur demokrasi bisa dibilang cukup tua. Artinya, demokrasi yang dewasa. Saat momen tertentu. Pemilu, misalnya. Indonesia sudah biasa menghadapi segala bentuk perbedaan politik. Tapi tujuannya sama, adalah kesejahteraan kepada seluruh rakyat.
Pemilu 2019 bisa dibilang memberikan warna baru kepada bangsa ini. Kenapa? Karena rakyat ikut serta beramai-ramai mewarnai konstalasi lima tahun sekali ini.
Tapi kok ada perselisihan? Itu hanya tafsiran. Hakekat perselisihan adalah menjatuhkan pilihan dan tidak akan pernah mengakui pilihan yang lain. Faktanya? Tidak seperti itu, karena perbedaan pilihan itu akhirnya menyatu jua.
Hal ini dicontohkan oleh Alumni 212. Siapa yang tidak kenal alumni 212? Tentu semua tau pilihannya ke elit siapa. Alumni 212 telah mendeklarasikan kedamaian dan kesatuan bangsa Indonesia.
Momen yang tidak dilupakan ini membuat haru, deklarasi itu juga dihadiri perwakilan pemerintah. Adalah Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu pada suatu acara halal bi halal dan silaturahmi di Jakarta.
Menhan Ryamizard terharu. Begitu katanya. Bahwa harapannya dan harapan seluruh rakyat Indonesia untuk kedamaian, tampak terlihat dari pertemuan tersebut.
Momen deklarasi itu disertai dengan pembacaan petisi. "Kami bersepakat bersama menciptakan Indonesia damai, sejuk, tentram, dan aman. Kami bersepakat menghormati perbedaan dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika".
Pelajaran penting dari deklarasi itu tak lain bahwa, pemilu telah usai. Mari rajut kembali ikatan persaudaraan sesama anak bangsa. Tidak ada lagi 01 dan 02. Yang ada hanyalah Indonesia untuk semua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H