Ketika pasukan Ali datang mendekati pasukan Thalhah bin Ubaidillah, Ali masih berusaha menyerukan perdamaian dan meminta kepada Thalhah untuk tidak membidikan panah. Namun, panah datang berhamburan menghujani pasukan Khalifah. Perang saudara pun pecah. Pasukan Ali mendesak maju, tetapi Ali terus mengingatkan agar mereka tidak menyerang Thalhah bin Ubaidillah. Mendengar itu, Thalhah seolah sadar dari kesalahannya. Namun ketika ia mundur dari pertempuran, sebatang panah datang menghunusnya.
Dengan segera Ali tahu bahwa selama unta yang dinaiki Ummul Mukminin Aisyah ra tetap berjalan, maka pasukan pengikut Bunda Aisyah akan tetap melawan. Ali pun memerintahkan agar kedua kaki unta ditebas. Pelangkin diturunkan. Ali mendekat dan mendoakan Bunda Aisyah, demikian juga dari dalam pelangkin Bunda Aisyah mendoakan Ali. Pertempuran pun selesai. Baik Aisyah dan Khalifah Ali menyesali peristiwa ini. Namun semua itu harus dibayar oleh darah ribuan kaum muslimin yang gugur. Dan tersimpan dalam sejarah Islam, keutuhan umat Islam hancur oleh rasa tidak memiliki dan kesombongan nama besar kelompok yang dibakar oleh fitnah dan hasutan kelompok yang tidak ingin umat Islam berjaya.
***
Semoga ini menjadi pelajaran, untuk umat Islam Indonesia hari ini. Mari kita tunjukan wajah Islam yang damai dengan bersungguh-sungguh dan berkompetisi menunjukkan kebaikan diri. Berhenti menyebar kebencian, utamakan persaudaraan. Maka tatanan sosial semasa kepemimpinan Rasulullah saw, akan terwujud di bumi Indonesia.
*Referensi: Al Bidayah wa An-Nihayah, Kisah Para Sahabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H