Mohon tunggu...
erica shintia
erica shintia Mohon Tunggu... Lainnya - sebagai edukasi

siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan mendapat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Corona

13 Agustus 2020   00:10 Diperbarui: 13 Agustus 2020   00:06 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari Penelitian Indikator Politik membahas bahwa kebanyakkan publik atau 63,1% memastikan Pilkada Serentak 2020 ini semestinya menunda penyelenggaraannya karena pandemic yang masi merajalela. Disamping itu ada 34,3% yang sependapat jika  Pilkada ini tetap dilaksanakan di tanggal 9 Desember mendatang.

Pemikiran ini disebutkan oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi saat menjadi narasumber dalam Webinar Nasional Keempat Taruna Merah Putih (TMP) dengan tema "Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19", Minggu malam (9/8/2020). Ia menyampaikan bahwa penelitian ini dilakukan pada Juli saat grafik penyebaran virus melonjak. Ia juga menyampaikan penjelasan terkait bahwa pilkada bisa terus dilangsungkan dengan sejumlah syarat. Pertama, DPR, Pemerintah, dan pelaksana pemilu wajib memberikan pengaruh positif bahwa kerisauan pelaksanaan pilkada di situasi pandemi dapat dinetralisirkan dengan cara tatanan protokol kesehaan secara ketat. Kedua, wajib menerapkannnya secara taat dan sigap dengan memberikan sanksi semestinya inpres. "Ketiga, penyelenggaraan pilkada wajib menyesuaikan dengan situasi pandemi. Harus ada kecocokan mengenai bisa itu kampanye sampai dengan proses pemungutan suara," kata Burhan. Dia juga menambahkan jika kondisi Covid-19 ini mengambil keuntungkan dari bakal calon petahana atau incumbent. karena, jika saja bantuan Covid-19 digunakan oleh calon petahana untuk mmencari simpati. Oleh sebab itu, semua proses pilkada ini jangan sampai  menguntungkan pihak incumbent.


"Ini wajib, karena jika incumbent memanfaatkannya eksposur bisa menjadi lebih kuat, contohnya dukungan atau mitigasi dari pemerintah yang mencemaskan penempatan incumbent seperti ujung anak panah dan jika mereka bisa menguntugkan dukungan untuk kepentingan banyak orang," jelasnya. Maka dari itu, Burhanuddin ingin agar para petugas dan panitia pemilu mesti memberikan keputusan lebih sigap.

Dan adapun sebagian calon kandidat yang mulai kampanye secara blak-blakan dengan melanggar beberapa aturan protokol kesehatan. Ada yang secara online maupun langsung face to face. Penyebab yang akan menjadi daya tarik tidak terdapat pada ketaatan aturan  para bakal calon kepala daerah mempromosikan dirinya dengan menerapkan protokol kesehatan. Seharusnya jika penyeleggaraan kampanye dengan menggunakan pemberian atau bantuan negara pada situasi pandemi Covid-19. Pembagian APBN yang sudah digelontorkan oleh Pemerintah Pusat dalam pencegahan Covid-19 yang tidaklah mudah, yakni sekitar Rp405,1 triliun.

Pada pasal 1 ayat (3) huruf b UU No 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Pandemi Covid-19 telah memberikan pengertian terkait fungsi alokasi APBN. Yakni, "Menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan".

Nyatanya imbas Covid-19 sangat menyeluruh, mulai dari sektor kesehatan, bahkan sampai pada sektor ekonomi yang juga turut berimbas terkhususnya pada masyarakat menengah ke bawah, seperti salah satunya UMKM.

Anggaran bantuan sosial (bansos) seperti bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah langsung atau anggaran desa yang mencakup bagian dari fasililitas yang telah disalurkan oleh negara pada bagian memberikan penyuluhan pada persoalan perekonomian nasional. Dukungan ini teruntuk pada segmentasi tertentu dengan beberapa aturan  yang tidak sama. Pengalokasian dana bansos diselengarakan terhadap pemerintah pusat dan daerah dan juga sebagian lembaga, dalam memaksimalkan penyesuaian untuk penyamaan  dana bansos supaya tidak salah sasaran.

Namun, ketika ingin mendapatan peluang dalam penanganan dan keperluan ekonomi di masyarakat. Tetap saja ditemukan para oknum yang menyelewengkan bansos tersebut untuk  keperluan pribadi atau kelompok. Dalam artikel berita yang dikutip detik.com, Bareskerim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Korupsi menemukan 102 kasus dugaan penyelewengan dana bansos Covid-19 untuk warga. Kasus-kasus ini tersebar di 20 wilayah hukum polda di tanah air. Apabila ditilik motifnya yang ditemukan adalah pemotongan dana dan pembagian tidak merata.

Padahal UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi telah memberikan peringatan bagi oknum yang menyalahgunakan dana penanganan Covid-19, termasuk bansos. Bahkan ada ancaman hukuman mati apabila terbukti melakukan tindakan tersebut, sebagaimana tercantum pada Pasal 2 ayat (2), "Dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".

Dilansir oleh republika.co.id dalam artikelnya, mengenai adanya pelaporan ataupun hasil pengawasan bawaslu, adanya ditemukan alibih pemberian bansos dengan menampilkan foto bakal calon pemimpin kepala daerah yang berpeluang untuk menjabat agar bisa menjadi kandidat pada Pilkada. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri (Gatra.com) yang menyatakan, pihaknya telah mendaptkan sebagian pengaduan oknum kepala daerah yang membawa dana bansos untuk keperluan pilkada agar dapat memperoleh fasilitas sosialisasi alat kampanye.

Mungkin saja mereka pura-pura lupa bahwasannya UU Pilkada telah menyertakan warning dalam Pasal 71 Ayat 3 yang berbunyi, "Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih."

Jika ditelaah peraturan pasal sudah  telah menyampaikan penjelasan yang sangat jelas  bahwa ditemukan pelarangan untuk pemimpin daerah memakai aturan pemerintahan yang menguntungkan atau merugikan seberapa kandidat. Ataupun  sanksinya tidak sepele  pada petahan, berupa pencabutan sebagai calon oleh KPU pusat maupun daerah.

Usaha menerapkan harus tetap dilanjutkan, tidak hanya para calon penguasa adapun masyarakat wajib  ikut andil agar demokrasi agar lebih baik.

UUD 1945 sudah memberi jalan keluar bagi negara dan masyarakat agar bisa menerapkian demokrasi yang bersih, sebagaimana tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali'.

Referensi :

https://nasional.sindonews.com/read/128346/12/indikator-politik-beri-tiga-catatan-pelaksanaan-pilkada-2020-1597032524/10

https://lampung.rilis.id/penyelewengan-bansos-menjelang-pilkada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun