Bahasa adalah medium. Hampir dalam setiap aspek di dalam kehidupan, kita memerlukannya sebagai medium. Bagi beberapa profesi, medium itu digunakan secara dinamis. Artinya, profesi tertentu dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam beberapa bahasa (poliglot). Dalam KBBI poliglot didefinisikan sebagai (1) dapat mengetahui, menggunakan, dan menulis dalam banyak bahasa; dan (2) orang yang pandai dalam berbagai bahasa.
Salah satu profesi yang memerlukan kemampuan berkomunikasi dengan lebih dari satu bahasa ialah atlet (internasional). Atlet menjadi perhatian saya karena pertandingan dan perlombaan dalam dunia olahraga menarik untuk ditonton dan diikuti bagi saya dan juga bagi jutaan orang lainnya di dunia ini.Â
Bagi saya, yang menarik tidak hanya pertandingan di arena, tetapi juga wawancara atlet dan pelatih, baik sebelum dan sesudah pertandingan maupun di luar itu. Selain itu, yang tak kalah menarik adalah segala rupa artikel tentang atlet dan pertandingan. Dari berbagai artikel itu saya dapat mengetahui hal-hal baru, eksklusif, unik, atau inspiratif, termasuk mengenai kemampuan berbahasa mereka.
Nah, karena sering mendengarkan wawancara para atlet pada saat pratanding/pralomba atau pascatanding/pascalomba dalam siaran langsung pertandingan/perlombaan di televisi, melalui Youtube, dan tautan video di Twitter serta mengikuti segala rupa berita tentang mereka, saya mulai mengamati kemampuan berbahasa para atlet itu.Â
Tidak semua atlet saya amati, hanya atlet favorit saya dan atlet-atlet papan atas. Atlet favorit, atau jagoan saya, pasti saya cari-cari berita, artikel, dan video-video wawancaranya. Sementara itu, berita, artikel, dan video para atlet papan atas sering direkomendasikan di kanal Youtube saya dan berseliweran pula di akun-akun terkait olahraga yang saya ikuti di Twitter.
Atlet yang "dituntut" untuk menjadi poliglot atau setidaknya menjadi dwibahasawan ialah, tentu saja, seorang juara yang kiprahnya mendunia. Saat menjadi juara dan prestasinya mendunia, seorang atlet harus siap menghadapi wawancara dalam bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris.Â
Namun, dalam cabang olahraga tertentu, ternyata di antara para juara itu pun ada yang secara "sukarela" belajar bahasa resmi internasional lainnya, seperti bahasa Prancis dan Spanyol, atau bahasa lain yang bukan bahasa resmi internasional, seperti bahasa Italia dan Jerman. Hal itu berkaitan dengan pelatih  sang atlet yang berbeda kebangsaannya, negara penyelenggara turnamen, atau tim/perusahaan tempat sang juara itu bernaung.
Juara yang dimaksud di sini ialah pemenang pertandingan dalam satu, beberapa, atau banyak turnamen/pertandingan dalam satu musim kompetisi. Musim kompetisi di NBA, termasuk babak playoff dan final, berlangsung dari bulan Oktober hingga Juni setiap tahun. Tur ATP (Association of Tennis Professionals), termasuk turnamen grand slam, dimulai dari bulan Januari hingga bulan November. MotoGP diselenggarakan dari bulan Maret hingga November. Sementara itu, seri Formula 1 dimulai bulan Maret hingga bulan Desember. Padat kan jadwal menonton saya? Haha.Â
Nah, juara di NBA berarti para pemain/tim yang pernah meraih cincin dan trofi Larry O'Brien di akhir kompetisi atau pemain yang kemampuan individunya luar biasa tetapi tidak beruntung untuk meraih juara NBA; juara di tenis profesional berarti petenis yang pernah menjuarai turnamen dalam tur ATP, terutama turnamen grand slam; juara di MotoGP dan Formula 1 berarti pebalap yang pernah naik podium dalam rangkaian seri grand prix sepanjang tahun.
Juara yang saya gandrungi--tampaknya juga banyak juara di berbagai cabang olahraga--berasal dari negara yang tidak berbahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Di cabang olahraga tenis, saya adalah seorang Rafan, penggemar dan pendukung Rafael Nadal Parera, petenis Spanyol yang saat ini merupakan petenis nomor dua di pemeringkatan ATP. Rafael Nadal justru dikenal sebagai atlet yang kesulitan berbahasa Inggris pada masa-masa awal kariernya di dunia tenis profesional.Â
Bahkan, hingga sekarang pun wartawan dan penggemar tenis (apalagi warganet) masih sering "mengolok" pelafalan bahasa Inggrisnya yang sering kali terdengar lucu. Lalu, mengapa saya mulai dari Rafa? Karena dari bahasa Rafa itulah saya mulai mengamati bahasa atlet lain.