Dewan Kemakmuran Masjid alias DKM merupakan salah satu organisasi yang ada di dalam suatu kampus. Seperti namanya, semua anggota DKM kampus tentunya merupakan mahasiswa muslim. Biasanya akan ada proses perekrutan untuk mahasiswa yang ingin menjadi anggota DKM seperti mengisi formulir dan lain sebagainya (meskipun hanya formalitas saja, sih).
Saat kuliah, saya banyak bergaul dengan mahasiswa yang merupakan anggota DKM fakultas. Kebetulan beberapa di antaranya adalah kawan saya di kelas, bahkan kawan akrab sampai saat ini. Sebagai anggota DKM, kawan saya sering mendapatkan stereotipe dari mahasiswa-mahasiswa lain yang belum benar adanya. Bahkan stereotipe tersebut malah jadi beban buat dirinya.
Dari cerita kawan saya tersebut, berikut adalah stereotipe yang sering melekat pada anggota DKM kampus.
#1 Anggotanya pasti mantan santri dan santriwati
Anggota DKM kampus sering dibilang merupakan mantan santri dan santriwati ketika masih sekolah, padahal tidak demikian. Mungkin ada beberapa anggota DKM yang memang jebolan dari pesantren. Justru, beberapa mahasiswa DKM yang saya kenal saat sekolah dulu tidak pernah ikut pesantren. Paling banter doi mantan DKM di sekolahnya saja.
Anggapan mantan santri membuat kawan saya merasa terbebani karena doi bukanlah santri yang dianggap punya banyak ilmu tentang agama. Meskipun begitu, doi tidak terlalu mempermasalahkannya, sih, selagi tidak ada yang dirugikan.
#2 Orangnya alim-alim
Stereotipe kedua inilah yang bikin kawan saya merasa sangat terbebani. Sebab, kata alim di sini merujuk pada orang-orang yang berilmu dan saleh. Kawan saya merasa bahwa dirinya belum sampai pada tahap itu dan menganggap dirinya hanya anggota biasa yang masih berusaha untuk belajar tentang agama Islam.
Dulu saya juga menganggap anggota DKM memang alim-alim dan tidak pernah melakukan dosa besar. Padahal, mah, mau anggota DKM atau bukan ya sama saja. Bahkan, ada beberapa anggota DKM yang justru berbuat hal yang tidak mencerminkan organisasi yang diikutinya. Fenomena ini banyak terjadi di ranah kampus.
#3Â Sering mengaji dan tidak pernah meninggalkan salat
Anggota DKM sering disebut sering mengaji dan tidak pernah bolong salatnya. Pokoknya kehidupan mereka hanya untuk ibadah saja. Hal tersebut membuat banyak anggota DKM merasa terbebani sebab menjadi anggota DKM bukan berarti harus sempurna dalam hal agama.
Pada hakikatnya, tidak hanya anggota DKM saja yang harus selalu mencontoh hal baik seperti mengaji dan salat tepat waktu. Mahasiswa biasa juga sepatutnya memang meneladani sifat rasul, salah satunya salat di awal waktu.
#4 Nggak pernah pacaran dan lebih memilih taarufan
Buat orang yang bilang bahwa anggota DKM nggak pernah pacaran, selamat kalian kena prank. Sebab, saya banyak mengenal kawan anggota DKM yang punya pacar. Bahkan, beberapa di antaranya terang-terangan mengumbar kemesraannya di media sosial. Tidak semua anggota DKM betah menyendiri, Bro.
Hal kedua, anak DKM pasti memilih taarufan. Mungkin hal ini terlalu berlebihan sebab seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, masih banyak anggota DKM yang pacaran. Mungkin ada beberapa yang taarufan, tapi jumlahnya pasti bisa dihitung dengan jari.
#5 Orangnya lembut dan nggak pernah bicara kasar
Berdasarkan pengamatan pribadi, kawan saya orangnya memang baik dan lembut. Namun, doi juga masih kedapatan kok berkata kasar atau misuh ketika harinya berantakan atau ada hal-hal yang bikin kesal. Stop bilang bahwa anggota DKM sesempurna itu karena kasihan mereka merasa terbebani. Justru DKM merupakan wadah untuk anggotanya dalam mempelajari ilmu agama dan hal baik lainnya.
Itulah beberapa stereotipe tentang anggota DKM kampus yang kerap kali menjadi beban para anggotanya. Apakah kalian salah satu orang yang berstereotipe seperti itu?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI