Angkot menjadi salah satu moda transportasi umum yang sering digunakan oleh masyarakat, terutama kaum ibu-ibu atau anak sekolah. Dulu, angkot menjadi primadona bagi masyarakat karena keberadaannya yang begitu penting. Kini, usaha angkot kian nelangsa sebab maraknya angkutan berbasis online. Anak-anak muda pun, terutama gen Z, beralih ke transportasi online ketimbang angkot.
Meskipun di perkotaan jumlah angkot masihlah banyak, namun tidak sebanding dengan jumlah penumpangnya. Anak-anak pun kini sering diantar oleh orang tuanya menggunakan kendaraan pribadi sekalian berangkat kerja. Para pekerja sudah membawa kendaraan masing-masing. Beberapa sisanya lebih memilih untuk memesan ojek atau taksi online karena lebih praktis dan tidak harus menunggu terlalu lama.
Generasi sekarang rata-rata diisi oleh gen Z yang mudah ditemui di mana-mana. Gengsi gen Z begitu besar, terutama dalam menaiki kendaraan umum. Tidak banyak gen Z yang mau memanfaatkan keberadaan angkot. Selain itu, gen Z memang tidak terlalu cocok menaiki angkot karena beberapa alasan berikut.
#1 Kebanyakan angkot terlalu sering ngetem
Gen Z dikenal dengan generasi yang sat-set dan nggak betah lama-lama di dalam suatu tempat kalau nggak ada kepastian. Inilah yang sering dilakukan oleh sopir angkot: ngetem terlalu lama. Jelas hal ini nggak terlalu disukai oleh gen Z, apalagi ketika mereka sedang diburu waktu untuk sampai ke tempat kerja atau kampus.
Karena tidak ingin telat karena ulah sopir angkot, maka kebanyakan gen Z mengandalkan angkutan online. Selain sering banyak diskon, naik angkutan online juga tidak perlu ngetem atau menunggu terlalu lama. Naik angkutan online juga jauh lebih aman ketimbang naik angkot yang terkenal banyak terkena masalah.
#2 Aksi sopir menurunkan penumpang di tengah jalan bikin gen Z trauma
Salah satu kebiasaan sopir angkot yang bikin kesal, malu, dan marah ketika mereka dengan seenaknya saja menurunkan penumpang di tengah perjalanan. Alasannya karena penumpang yang ada di dalam angkot hanya sedikit sehingga hanya akan buang-buang bensin saja. Apalagi kalau penumpangnya hanya seorang, sudah pasti akan "dibuang".
Fenomena itu tentu akan membuat gen Z trauma karena diperlakukan seperti sampah oleh sopir angkot. Doi akan trauma karena ditelantarkan begitu saja di tengah jalan. Beberapa gen Z dikenal baper, apalagi kalau diturunkan dari angkot, sudah pasti galau seharian atau bikin thread di Twitter tentang perlakuan sopir angkot kepada dirinya yang dinilai tidak manusiawi.
#3 Gengsi yang teramat tinggi
Dewasa ini saya sangat jarang melihat muda-mudi bepergian menggunakan angkot. Kebanyakan dari mereka kini mempunyai kendaraan sendiri, entah yang beli cash ataupun secara kredit. Beberapa lainnya memilih memakai angkutan lain yang dinilai lebih "keren" seperti angkutan online. Naik angkot katanya kampungan, miskin, dan bikin kasihan. Padahal, naik kendaraan apa pun sama saja rasanya.
#4 Gen Z dikenal banyak overthinking
Kasus tindak pidana yang dilakukan oknum sopir angkot tentu membuat banyak orang kini lebih berhati-hati ketika memanfaatkan moda transportasi umum yang satu ini. Terlebih gen Z yang kesehariannya penuh dengan beban pikiran, entah percintaan sampai pekerjaan. Melihat kasus di media sosial tentu buat mereka jadi takut untuk menaiki angkot.
Daripada overthinking nggak jelas, mereka pun lebih memilih naik angkutan online meski harus bayar lebih mahal. Meskipun pada kenyataannya tidak semua sopir angkot begitu, terutama sopir yang sudah tua dan kadang sering mengobrol dengan penumpangnya.
Gen Z dan angkot memang sebuah fenomena yang unik. Dulu, sebelum ada istilah gen Z, gen alpha, dan sebagainya, angkot memang menjadi moda transportasi umum banyak generasi. Kini, karena pengaruh gaya hidup, banyak orang yang menjadi gengsi untuk naik angkot. Hanya ibu-ibu atau bapak-bapak penjual yang sering terlihat di dalam angkot, sesekali anak sekolah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H