Warung kelontong menjadi sarana masyarakat untuk dapat membeli kebutuhan rumah tangga dengan mudah. Keberadaannya yang melimpah membuat sebagian besar masyarakat memilih warung kelontong untuk berbelanja dibanding pergi ke minimarket modern seperti Alfamart atau Indomaret.
Selain harganya yang relatif murah, stok kebutuhan rumah tangga sampai makanan ringan pun cukup melimpah. Warung kelontong biasanya selalu ada di setiap gang-gang rumah sampai ke daerah pedesaan. Bisnis warung kelontong memang cukup menggiurkan jika ditekuni dengan serius.
Namun, di balik mudahnya akses, ada saja hal yang membuat saya enggan untuk membeli kebutuhan di warung kelontong tertentu. Alasannya, beberapa dari penjaga warung kelontong seperti mau tak mau untuk jualan yang membuat para pelanggan kesal hingga malas untuk kembali lagi dan memilih warung lain meskipun jaraknya lebih jauh.
Berikut merupakan tiga tipe penjaga warung kelontong yang bikin saya kesal hingga saya enggan untuk kembali lagi ke sana.
#1 Tipe penjaga warung yang susah untuk dipanggil
Tipe penjaga warung pertama yang bikin kesal adalah mereka yang nggak stand by menunggu pembeli. Tipe yang satu ini lebih memilih untuk menunggu pembeli memanggil namanya. Kalau di daerah Jawa Barat biasanya tipe pemilik warung ini akan keluar kalau ada yang bilang, "Punten," atau dalam bahasa Indonesia berarti permisi.
Tidak masalah kalau sekali panggil si pemilik warung langsung keluar atau setidaknya menyahut. Beda cerita kalau sudah dipanggil berkali-kali, namun si pemilik warung tidak kunjung keluar. Saya pernah menjumpai tipe yang seperti ini.
Ceritanya waktu itu saya hendak mandi dan keramas, tapi stok shampoo sudah habis. Kebetulan dekat indekos saya ada warung, tapi berkali-kali saya memanggil si pemilik warung tidak juga keluar, padahal warungnya sudah buka. Alhasil saya pun beli shampoo di warung lain yang jaraknya lebih jauh. Sejak saat itu, saya pun enggan kembali lagi ke sana meskipun jaraknya sangat dekat.
#2 Tipe penjaga warung yang judes
Sebagai penjual tentunya harus mempunyai sikap yang ramah agar para pembeli merasa nyaman dan dihormati. Dengan begitu, pembeli juga tidak akan kapok untuk membeli kebutuhan rumah tangga di warung kelontong tersebut karena mereka merasa dilayani dengan baik meskipun tidak berbelanja banyak.
Tapi, kalau si penjual memasang mimik wajah yang judes, para pembeli juga akan merasa terganggu dan merasa tidak dilayani dengan baik. Beberapa kali saya pernah menjumpai tipe penjaga warung yang seperti ini. Apa pun keadaannya, seharusnya sebagai penjual atau penjaga warung harus tetap ramah kepada pembeli. Kalau setiap melayani pembeli dengan mimik wajah judes, bukan tidak mungkin pelanggan akan beralih ke warung lain.
#3 Tipe penjaga warung yang asyik menonton televisi
Terakhir, saya juga suka kesal sendiri kalau penjaga warung tidak mendengar suara pembeli yang hendak berbelanja. Pasalnya, saya melihat bahwa si penjual malah asyik menonton televisi dengan antengnya di dalam rumah. Biasanya hal ini terjadi di malam hari saat sinetron mulai tayang dan si pemilik warung tidak mau ketinggalan alur cerita.
Meskipun sudah memanggil beberapa kali, tetap saja si pemilik warung tidak juga keluar. Saya yakin, sebenarnya mereka sudah mendengar suara pembeli di luar. Namun, karena tidak ingin ceritanya terlewat, mereka pun pura-pura tidak mendengar. Saat sudah iklan, barulah mereka keluar tanpa wajah penyesalan, bahkan untuk sekadar meminta maaf pun tidak keluar dari mulutnya.
Sebagai seorang konsumen, saya sangat menyayangkan sikap penjaga warung kelontong yang tidak menghargai pelanggan. Pepatah bilang, kalau pembeli itu adalah raja. Maka dari itu, penjual harus melayani pelanggannya dengan sebaik mungkin.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H