Mohon tunggu...
Erfransdo
Erfransdo Mohon Tunggu... Lainnya - Journalist, Traveler

Penggiat aksara dan penggemar tualang | Chelsea fans

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketuk Tular: Prinsip Masyarakat Kampung Adat Cireundeu dalam Mencegah Pandemi Covid-19

15 September 2023   02:04 Diperbarui: 15 September 2023   02:07 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas anak-anak sepulang sekolah (dokumentasi pribadi)

Tiga tahun yang lalu, tepatnya pada Senin, 2 Maret 2020, virus Corona atau yang kita kenal dengan Covid-19 masuk ke Indonesia. Hal tersebut menjadi awal mula kepanikan yang melanda masyarakat Indonesia.

Semua aktivitas masyarakat dibatasi: toko-toko tutup, perusahaan-perusahaan mempekerjakan karyawannya di rumah masing-masing, mahasiswa diliburkan sementara waktu dan berlanjut pada kuliah online, siswa-siswa belajar mandiri di rumah dan berlanjut pada belajar online, hingga pemberlakuan social distancing.

Perilaku masyarakat menjadi berubah drastis, terutama dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Semua orang memakai masker setiap keluar rumah. Banyak orang yang ditinggalkan keluarga tercintanya akibat ganasnya serangan virus Corona.

Hingga mulai diberlakukannya hidup sehat untuk mencegah terjangkitnya virus Covid-19, termasuk mencuci tangan setiap akan berkegiatan. Hand sanitizer sudah menjadi barang yang wajib dibawa oleh setiap orang.

Abah Widi (62), salah satu sesepuh yang ada di Kampung Adat Cireundeu, juga merasakan perubahan yang terjadi semenjak Covid-19 menjangkit Indonesia. Termasuk kegiatan masyarakat yang dibatasi mengikuti anjuran dari pemerintah.

Kampung Adat Cireundeu sendiri merupakan salah satu kawasan adat yang ada di Cireundeu, Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat. Menurut penuturan Abah Widi, terdapat sekitar 500 KK (Kepala Keluarga) yang mendiami kampung adat Cireundeu.

Informasi mengenai Covid-19 diterima masyarakat adat Cireundeu melalui media sosial dan televisi. Namun, bagi Abah Widi, fenomena Covid-19 tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap kehidupan masyarakat adat.

Pria yang sudah berumur 62 tahun ini juga menuturkan bahwa tidak ada satu orang pun di kampung adat Cireundeu yang tertular Covid-19. Gejala-gejala yang ditimbulkan mungkin saja ada, namun tidak terlalu berdampak serius hingga adanya korban jiwa.

Hadirnya Covid-19 tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat adat Cireundeu. Mereka senantiasa menjalankan tradisi adat namun tetap berdampingan dengan perkembangan zaman, termasuk dengan tidak menolak adanya teknologi.

Lalu, bagaimana cara masyarakat adat Cireundeu dapat menangkal Covid-19 dan hidup berdampingan dengan pandemi?

Mobilitas masyarakat yang terjaga

Aktivitas anak-anak sepulang sekolah (dokumentasi pribadi)
Aktivitas anak-anak sepulang sekolah (dokumentasi pribadi)

Tidak adanya korban jiwa di masyarakat adat Cireundeu bukan tanpa alasan. Sebab, mobilitas masyarakat di sini sangat terjaga. Sebelum masuknya Covid-19, masyarakat adat memang sangat jarang untuk keluar kampung kecuali ada sesuatu yang sangat mendesak.

Aktivitas masyarakat di sini tidak jauh-jauh dari ladang singkong dan sekitar kampung saja. Diketahui bahwa mayoritas masyarakat adat Cireundeu berprofesi sebagai petani, khususnya petani singkong.

Ketika Covid-19 muncul, membuat masyarakat adat Cireundeu semakin menjaga aktivitasnya untuk tetap berdiam diri di kampung. Wisatawan dari luar pun tidak diizinkan untuk masuk untuk mengantisipasi masuknya virus.

Tidak panik dan tetap menikmati kehidupan

Hadirnya Covid-19 di Indonesia sempat membuat kepanikan terhadap masyarakat. Hal tersebut tentunya berdampak pada keadaan psikis masyarakat sehingga pada akhirnya menimbulkan tekanan pada diri.

Berbeda dengan masyarakat adat Cireundeu, mereka memilih untuk tetap tenang dan tidak panik dengan situasi yang ada. Abah Widi menuturkan jika beliau tetap dapat bercanda tawa dengan keluarga meskipun di luar sana virus Corona sedang mengintai.

Abah Widi (dokumentasi pribadi)
Abah Widi (dokumentasi pribadi)

"Hidup itu hanya satu hari satu malam, buat apa hidup dibikin susah, jadi harus tetap enjoy aja," ujar Abah Widi.

Keadaan mental yang terjaga tentunya dapat membuat pikiran menjadi positif yang berdampak pada kesehatan. Pola pikir yang positif dengan diikuti perilaku yang sehat membuat masyarakat adat di sini tidak terjangkit virus Corona.

Mendukung anjuran pemerintah

Masyarakat adat Cireundeu sangat mendukung program pemerintah, termasuk yang berhubungan dengan penanggulangan Covid-19. Mulai dari menjaga jarak, memakai masker, hingga rutin mencuci tangan.

SD Negeri Cireundeu, satu-satunya sekolah yang ada di Kampung Adat Cireundeu (dokumentasi pribadi)
SD Negeri Cireundeu, satu-satunya sekolah yang ada di Kampung Adat Cireundeu (dokumentasi pribadi)

Sekolah yang ada di sini (SD Negeri Cireundeu) juga dikosongkan sementara waktu. Semua siswa belajar di rumah menggunakan ponsel bersama dengan gurunya masing-masing. Aktivitas masyarakat pun dibatasi dalam hal berkerumun dan kegiatan adat lainnya seperti ritual yang biasa dilakukan di Bal Saresehan.

Aktivitas masyarakat, khususnya orang-orang dewasa, hanya pergi ke ladang untuk menanam dan merawat tanaman, terutama singkong di samping jagung, hanjeli, sorgum, dan tanaman sari lainnya.

Pola hidup sehat yang sudah diterapkan sejak dahulu

Melihat para lansia yang masih sehat dan segar bugar sudah menjadi pemandangan yang biasa di kampung adat Cireundeu. Sebab, sejak dahulu, masyarakat di sini sudah menerapkan pola hidup sehat.

Masyarakat adat sudah terbiasa bergerak ke luar rumah untuk menanam singkong di ladang. Selain itu, berjemur di pagi hari juga sudah dibiasakan oleh masyarakat yang ada di sini.

Ketika adanya pandemi Covid-19, masyarakat sudah terbiasa dan tidak panik dengan kondisi yang ada. Sebab bukan kali ini saja mereka berada dalam situasi pandemi karena dahulu pun sempat ada pandemi yang melanda, namun tetap dapat hidup dengan sehat.

Singkong sebagai sumber makanan pokok

Olahan singkong masyarakat adat Cireundeu (dokumentasi pribadi)
Olahan singkong masyarakat adat Cireundeu (dokumentasi pribadi)
Makanan pokok bagi masyarakat adat Cireundeu merupakan singkong berbeda dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang mengonsumsi beras. Hal ini sudah terjadi sejak 105 tahun yang lalu.

Abah Widi menurutkan bahwa sejak lahir hingga saat ini, beliau belum pernah memakan nasi. Bukannya menolak, namun beliau memang sudah terbiasa dengan memakan singkong sebagai makanan pokok bagi dirinya dan keluarga.

Setiap warga mempunyai kemampuan untuk menanam singkong dan mengolahnya sebagai rasi (beras nasi). Sehingga ketika Covid-19, mereka tidak kehabisan stok bahan pangan.

Masyarakat adat Cireundeu tidak perlu pergi ke luar kampung untuk membeli beras sebab mereka sudah mengandalkan singkong sebagai makanan pokok. Terbukti, dengan tidak ketergantungan dengan beras, mereka tetap dapat bertahan hidup.

Menerapkan prinsip Ketuk Tular

Terakhir, masyarakat adat Cireundeu menjunjung tinggi prinsip Ketuk Tular. "Ketuk" yang berarti mengetuk pintu hati dan "Tular" yang menularkan kepada sesama dalam hal kebaikan, terutama kegiatan positif yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini "Ketuk Tular" dilakukan untuk mengetuk hati dan menularkan kegiatan positif untuk mencegah masuknya virus Corona ke dalam kampung adat Cireundeu. Mereka tetap berpegang teguh pada tradisi adat dan berdampingan dengan perubahan zaman.

#wargacegahpandemi #jurnaliswargaPPMN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun