Dulu kegiatan masak-memasak masih diidentikkan dengan kegiatan yang dilakukan oleh para kaum Hawa. Namun seiring berkembangnya zaman, kini sudah banyak para kaum Adam yang terbiasa dengan kegiatan memasak. Bahkan sebagian besar koki yang ditemui merupakan laki-laki. Tukang dagang keliling mayoritas dilakukan oleh laki-laki. Begitu pula di restoran-restoran atau tempat makan biasanya juru masaknya laki-laki.
Meskipun begitu, tetap saja masih banyak yang mendiskreditkan laki-laki yang berprofesi sebagai juru masak. Padahal gaji seorang koki itu nggak main-main. Bahkan dengan memasak, bisa menghilangkan stres. Begitu pula dengan ayah saya. Meskipun bukan seorang koki, tapi blio sangat mahir dalam masalah memasak. Sejak kecil blio memang sering masak sendiri saat merantau ke kota. Terlebih blio diwarisi bakat memasak dari nenek saya yang asli Minangkabau.
Kalau di rumah, biasanya memang ibu saya yang sering memasak untuk keluarga karena ayah saya bekerja. Namun ketika ayah sedang di rumah, biasanya blio sering membantu ibu saya memasak di dapur. Salah satu masakan terenak yang ayah saya masak menurut saya adalah telur balado. Jujur saja, untuk urusan masak telur, ayah saya memang juaranya ketimbang ibu.
Beberapa teman wanita saya pun sering mengakui terkadang masakan laki-laki itu memang berbeda alias spesial. Mungkin karena jarang kali, ya. Tapi menurut saya ada beberapa alasan mengapa masakan laki-laki terkadang jauh lebih enak, khususnya masakan para ayah di rumah.
#1 Bakat yang terpendam
Alasan pertama kenapa masakan ayah biasanya enak-enak bahkan jauh lebih lezat ketimbang masakan ibu mungkin karena blio punya bakat yang terpendam dalam memasak. Bisa saja para ayah dulunya memang sering masak apalagi zaman-zaman dulu saat merantau, masak sendiri bisa menghemat pengeluaran. Begitu juga dengan mahasiswa-mahasiswa sekarang yang mungkin sudah terbiasa masak di kosan. Kelak mungkin mereka juga akan menjadi ayah yang masakannya disukai oleh anak-anaknya.
#2 Jarang masak, tapi sekalinya masak rasanya juara
Karena jarang di rumah sebab bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, jadinya seorang ayah jarang juga untuk memasak. Biasanya ibu yang sering masak di rumah. Tapi kalau seorang ayah sudah masak, rasanya pasti nggak kaleng-kaleng. Seperti ada rasanya yang berbeda saja kalau ayah yang memasak. Rasanya tidak biasa yang membuat masakannya menjadi hidangan yang spesial karena jarang-jarang seorang ayah masak di rumah untuk istri dan anaknya.
#3 Lebih perfeksionis
Alasan ketiga ini jatuh pada ayah saya yang jika memasak pasti sangat perfeksionis. Setiap bahan dan takarannya harus sesuai. Masaknya sangat mengkhayati hingga tidak boleh ada yang mengganggu dan sekitarnya harus bersih. Saking perfeksionisnya, bahkan untuk masak telur saja waktunya lama. Tapi hasilnya memang nggak kaleng-kaleng. Sudah seperti dimasakin oleh koki profesional. Penyajiannya pun begitu cantik dan rapi.