Berbeda dengan Mang Ciat penjual cilok Bandung yang sudah menggunakan gerobak dorong yang cukup bagus. Wajar saja, soalnya Mang Ciat masih terlihat cukup muda, jadi jiwa modernnya dikeluarkan, meskipun cara memanggil pelanggannya tidak sekreatif Mang Ujang yang menggunakan speaker.
Jam Kerja
Kalau musim liburan, biasanya Mang Jaro selalu berdagang lebih pagi karena kalau sekolah masih jalan, Mang Jaro selalu berjualan di sekolah. Kalau tidak habis, barulah siangnya keliling kampung. Biasanya sih selalu habis, dan kalau masih kuat berjualan, biasanya memang berkeliling lagi dengan cilok yang baru.
Kalau Mang Ujang, doi jam kerjanya nggak bisa ditebak. Kadang tiba-tiba lewat rumah tanpa sepengetahuan, atau kadang nggak sama sekali selama beberapa hari. Maklum, selain berjualan cilok, Mang Ujang selalu mengurusi lahan pertaniannya di kebun. Seperti menanam ubi jalar atau pun jagung manis.
Berbeda dengan Mang Ciat, jam kerja doi memang terjadwal. Doi biasanya berjualan di kampung saya sekitar jam setengah tiga sore, dan pulang sekitar jam lima sore. Ya mau jam segini atau segono juga, yang penting mah tetep jajan cilok. Hari ini Mang Jaro, besoknya Mang Ujang, dan lusa Mang Ciat. Ciatciatciat wkwkwk, pisss Mang Ciat.
Nah, mungkin seperti itu tipe-tipe penjual cilok yang berjualan di sekitaran rumah saya. Saya sangat salut sama perjuangan mereka, apalagi di saat pandemi seperti ini. Pekerjaan mereka memang sederhana namun yang terpenting tetap berusaha daripada orang-orang sehat yang masih minta-minta di jalanan. Dan yang paling penting, jangan lupa jajan cilok guys, hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H