Kopi barangkali sudah menjadi kawan bagi sebagian besar orang di setiap harinya. Entah kawan saat pagi hari, siang, atau malam hari. Hidup tanpa kopi rasa-rasanya seperti ada yang kurang dalam diri. Apalagi kalau sedang ngobrol dengan kerabat di beranda rumah. Maka kopi dan rokok sudah menjadi paket yang spesial. Dan akan lebih spesial jika ada camilan di sampingnya. Entah itu pisang goreng, ubi goreng, atau goreng-goreng yang lainnya.
Di keluarga saya hampir semua pecinta kopi, kecuali nenek saya yang tidak pernah mencicipi kopi barang satu seruput pun. Mungkin blio takut gula darahnya naik atau memang tidak suka saja dengan kopi. Bahkan saudara sepupu saya yang baru umur satu tahunan sudah kenal sama yang namanya kopi. Suatu ketika saya sedang asyik baca buku sambil ngopi, doi merengek ingin meminum apa yang saya minum. Ya sudahlah saya kasih coba dikit, eh doi malah ketagihan. Meskipun pada akhirnya saya yang kena omel ibunya.
Penikmat kopi memang tidak muda tidak tua, bahkan balita pun doyan sama yang namanya kopi. Teman saya bilang, nggak emyu nggak makan nggak ngopi nggak asyik. Ya memang betul, kalau lagi baca buku atau nyambi nugas tanpa kopi itu nggak asyik dan nggak semangat. Makanya setiap saya nugas sampai larut, biasanya saya akan siap sedia kopi di pinggir laptop dengan camilan-camilan yang malah bikin gagal fokus.
Entah, saya agak-agak lupa kapan pertama kali saya minum kopi. Tapi satu yang pasti, ketika saya ngopi dan juga lihat orang-orang di luar sana yang ngopi manja di senja hari, pasti ada satu kesamaan : meminum kopi secara perlahan. Maksudnya saya dan juga mereka tidak meneguknya sekali habis. Saya antara bingung dan tidak mengerti, apakah seni meminum kopi harus seperti itu? Tapi meskipun begitu bagi saya kebiasaan tersebut sepertinya memang sudah menjadi sebuah penerimaan (normalisasi) di kalangan pecinta kopi maupun yang bukan pecinta kopi.
Saya sama sekali nggak tahu asal mula kenapa kita harus meminum kopi secara perlahan. Saya tidak begitu tahu manfaat dan esensinya. Tapi saya sangat menikmati seni berkopi ria tersebut. Menurut hemat saya, mungkin ada beberapa alasan mendasar seseorang meminum kopi secara perlahan hingga butuh waktu berjam-jam untuk menghabisinya. Berikut ini daftar alasannya.
#1 Kopi biasanya disajikan dalam keadaan panas
Seperti yang kita ketahui, yang namanya kopi biasanya diseduh menggunakan air yang panas. Meskipun ada juga kopi yang disajikan dalam keadaan dingin dengan es batu, namun mayoritas kopi disajikan dalam keadaan panas. Tapi entah panas atau dingin, biasanya para penikmat kopi akan menyeruput kopi secara perlahan tidak langsung satu kali tegukan.
Dengan keadaan yang panas itulah, barangkali bermula formula untuk menikmati satu cangkir kopi. Karena tidak akan mungkin jika masih dalam keadaan panas kita akan menghabiskannya dalam satu kali tegukan. Yang ada lidah kita akan meleleh dan tenggorokan kita akan menjadi korbannya. Maka meminumnya secara perlahan adalah kenikmatan yang hakiki.
#2 Meminum kopi secara perlahan terasa nikmat
Entah anggapan ini datang dari mana, tapi saya sendiri yang merasakannya. Meminum kopi secara perlahan, satu seruput setiap lima menit sekali, membuat saya merasakan kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan dengan sekadar kata-kata. Seperti kata seseorang, "Ketika kata-kata tak lagi banyak berbicara, secangkir kopi bisa jadi perantara dan mencairkan suasana.", mantap jiwa, Slur.
Meskipun ada hasrat untuk segera menghabiskannya dalam waktu singkat, bahkan dalam beberapa tegukan, saya tidak pernah berani dan kuasa untuk melakukannya. Memang sehebat itu magis dari secangkir kopi.
#3 Menghabiskannya dalam satu tegukan akan menghilangkan esensi meminum kopi
Sebagaimana kita ketahui hampir semua orang yang meminum kopi akan menghabiskan kopinya secara perlahan, tidak dalam satu tegukan seperti orang kehausan. Bahkan ada juga orang yang membiarkan kopinya tidak habis. Pertama mungkin hanya tinggal ampasnya. Yang kedua ya mereka membiarkannya begitu saja karena sudah terlanjur nikmat.
Jika ada orang yang menghabiskan kopi dalam waktu singkat, atau bahkan dalam satu kali tegukan, mungkin orang tersebut akan dianggap aneh oleh orang sekitar yang menyaksikannya. Hal tersebut pernah dialami oleh teman saya. Dia mungkin satu di antara ribuan orang yang meminum kopi seperti orang kehausan. Sontak itu membuat saya dan juga teman-teman yang lain merasa aneh dan juga jatuhnya lucu. Woy, elu doyan apa haus?
#4 Momen untuk terus berbincang dengan kerabat
Nongkrong-nongkrong manja di caf atau ngobrol-ngobrol santai di warkop atau angkringan bersama kerabat tentunya tidak akan afdal kalau tanpa kopi di hadapan. Dengan kopi, semua pembicaraan akan mengalir seperti perpaduan antara gula dan kopi yang menyatu menjadi kehangatan tersendiri.
Jika kopi habis, maka biasanya obrolan pun akan mengikutinya---alias rombongan akan segera bubar. Maka dari itu, kopi dalam cangkir harus tetap terjaga selama obrolan berlangsung untuk menghindari kecanggungan dan memperpanjang durasi bincang-bincang dan nostalgia. Jangan lupa, rokok dan bakwan harus menemani.
Jadi, kalian sudah ngopi hari ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H