Mohon tunggu...
Erenzh Pulalo
Erenzh Pulalo Mohon Tunggu... Guru - Akun Baru
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mencoba Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Tahun Baru di Sentani Menjadi Penghambat Laju Pendidikan

28 Januari 2023   16:35 Diperbarui: 28 Januari 2023   16:52 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata budaya sudah tak asing di telinga kita bukan? Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang atau masyarakat serta diwariskan dari generasi ke generasi.

Setiap wilayah memiliki cara hidup yang berbeda-beda sesuai yang diwariskan dari nenek moyang.

Salah satu budaya pada timur Indonesia, Kabupaten Jayapura tepatnya di Sentani memiliki beragam budaya dan hingga kini masih di wariskan oleh anak cucu. Sebut saja cara berburu, merayakan hasil buruan, perkawinan, pahatan kayu, ukiran batik, penyambutan tahun baru, suling tambur, dan sebagainya.

Kini sudah memasuki tahun baru 2023, kebiasaan ataupun budaya Sentani selalu kental dengan tradisi penyambutan tahun baru. Tak hanya dirayakan saat momen pukul 00.00 pada 1 Januari dengan menyalahkan kembang api dan petasan saja namun selama bulan Januari mulai tanggal 1 - 31 Januari selalu dirayakan pada setiap kampung, bukan satu kampung merayakan terus-menerus tetapi ikatan Sentani yang begitu kental dan erat sehingga sudah di sepakati setiap tanggal satu kampung yang merayakannya dan begitu seterusnya untuk setiap kampung, bahkan ada kampung yang bisa merayakannya 3-4 kali dalam sebulan.

Namun tradisi penyambutan tahun baru di Sentani terus mengalami perubahan dengan mengikuti perkembangan jaman.

Sebelumnya perayaan tahun baru setiap tanggalnya dilakukan hanya pada saat subuh tarian diatas perahu jonson dengan mengilingi kampung hingga pagi hari dan dilanjutkan dengan permainan suling tambur dan diiringi dengan lagu khusus tahun pada sore hari, setelah itu makan bersama lalu pulang.

Namun karena perkembangan jaman dan selilingi dengan kreativitas para pemuda, perayaan tahun baru semakin berbeda. Suling tambur masih tetap ada hanya kini ditambah sedikit bumbu yakni acara goyang bukan saja diiringi oleh suling tambur namun menggunakan musik dan lagu tren seperti chacha, sirine ambulance, dan sebagainya.

Acara goyang bukan pada pagi ataupun sore, namun waktunya berbeda yakni malam sampai pagi dan pesertanya sudah pasti para pemuda juga sedikit tambahan orangtua dan lebih ngerinya yakni anak-anak usia sekolah.

Anak-anak sekolah terlebih yang tidak diperhatikan dan dirawat oleh orangtuanya pada umumnya pasti ditemui dalam acara-acara seperti ini.

Lalu apa kaitannya dengan laju pendidikan? Proses kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah di Sentani cenderung menurun. Guru-guru ke sekolah hanya menemui kelas dan bangku kosong saja. Siswa kemana?

Pertanyaan selalu ditanyakan oleh orang baru di Sentani, Kemana siswa, padahal biasa kelas penuh sedangkan bulan Januari ini, siswanya hanya bisa dihitung jari.

Anak-anak sekolah selalu mengikuti acara tahun baru, walaupun mereka bukan panitia pelaksana namun alasan mereka tidak masuk sekolah jelas, 'tidak masuk sekolah karena mau mengikuti acara tahun baru'.

Jika hal ini terjadi, siapa yang mau disalahkan? Guru, orangtua atau siswa itu sendiri. Dan yang lebih menyedihkan dimana saat ini anak-anak seusia tingkat sekolah dasar sudah berbaur dengan pemuda bahkan orang dewasa untuk mengikuti acara. Bahkan sering dikatakan acara goyang dari malam sampai pagi mereka mengikutinya sehingga tidak masuk sekolah.

Secara simpel, coba tanyakan anak-anak kemarin kita belajar apa? Mereka akan berpikir lama untuk menjawab, tetapi jika ditanya hari ini atau besok acaranya tahun baru dimana? Itu pertanyaan belum selesai, mereka sudah menjawabnya bahwa persiapan hingga busana yang akan dikenakan akan mereka lihai menjawabnya dibandingkan pertanyaan pelajaran.

Jika hal ini terus menerus dibiarkan, bukannya generasi emas Sentani mau dan bersaing di dunia pendidikan, namun mereka akan terus menutup mata dan akan menjadi penonton anak-anak dari wilayah lain.

Bahkan untuk mengalahkan sang penaklukan dunia dengan kecerdasan menghitung yakni Caesar Archangels Hendr Meo Tnunay atau lebih dikenal dengan panggilan Nono  yang merupakan siswa SD kelas II saja akan susah, karena siswa di Sentani akan lebih pandai menghitung jumlah hari dan tanggal acara tahun baru dibandingkan perhitungan matematika.

Apakah bisa dihentikan? Semua kembali kepada masing-masing orangtua murid, guru-guru sudah melakukan tugasnya dengan baik, namun jika orangtua masih memberikan kebebasan mengikuti acara tahun baru apalagi yang namanya acara goyang dari malam sampai pagi, tentu hal ini menambah beban berat guru yang yang harus terus menerus mengajar pada tingkat dasar pelajaran dibandingkan kepada tingkat lebih tinggi yakni penalaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun