Mohon tunggu...
Eren hNt
Eren hNt Mohon Tunggu... Wiraswasta -

I'm only an ordinary woman with an ordinary life.. Homestayeren.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Inilah Kegiatan Bolang Menjelang Acara Bolang Berbagi

28 Agustus 2016   19:41 Diperbarui: 29 Agustus 2016   13:49 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dian, salah satu pengajar dan perpustakaan di Kampung Sinau, dok; Bolang

Bolang, (Blogger Kompasiana Malang) bagi kami bukan sekedar komunitas yang terbentuk dari kegemaran dan aktivitas yang sama, yaitu menulis di Kompasiana, tapi lebih seperti keluarga kedua. Makanya, kalau kami lama gak ketemu, rasa rindunya begitu terasa. Karena itulah pada hari Minggu, 21 Agustus 2016, kami sepakat untuk nongkrong bersama di Cafe Coklat Klasik, di daerah Dinoyo Malang. Tapi tentu saja, nongkrong bukan sekedar nongkrong, melainkan juga berembuk untuk acara yang akan Bolang adakan menjelang kopdar akbar Kompasiana yang bertema "Berbagi." Bolang juga ingin berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Bolang di Cafe Coklat Klasik, dok; Bolang
Bolang di Cafe Coklat Klasik, dok; Bolang
Ide brilian muncul dari Mbak Desol yang mengusulkan agar penjualan buku kolaborasi 100 Kompasianer yang berjudul Mak Renta, disumbangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus yang kekurangan secara materi. Jadi, tidak hanya anggota Bolang yang "Berbagi" namun semua kompasianer yang ikut berpartisipasi dalam event "100 puisi orang orang kecil" juga ikut berbagi. Dalam rembukan bareng itu kami juga sepakat bahwa pada tanggal 27 Agustus 2016, kami akan melakukan survei ke lokasi di mana terdapat anak berkebutuhan khusus tinggal untuk memastikan bahwa sumbangan kami nanti tidak salah sasaran.

Sabtu, 27 Agustus 2016, kami janjian untuk berkumpul di rumah Pak Yunus pada pukul 10 pagi. Tapi karena rumah penulis paling jauh, Kota Batu tepatnya, penulis baru sampai di rumah Pak Yunus sekitar pukul 11 siang. Dari rumah Pak Yunus, kami berangkat bersama menuju lokasi pertama yang akan kami survei, yaitu "Kampung Sinau" yang terletak di Kelurahan Cemoro Kandang, Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang. Kami berangkat menggunakan 1 mobil dan 2 motor.

Mas Mansur, kaos abu abu, dok; Bolang
Mas Mansur, kaos abu abu, dok; Bolang

Dian, salah satu pengajar dan perpustakaan di Kampung Sinau, dok; Bolang
Dian, salah satu pengajar dan perpustakaan di Kampung Sinau, dok; Bolang
Kampung Sinau sendiri awalnya terbentuk karena keprihatinan Mas Mohammad Mansur yang melihat banyaknya anak-anak di sekitar rumahnya yang setelah lulus SD tidak bisa masuk ke SMP negeri karena nilainya yang rendah. Mas Mansur yang sampai sekarang menjadi koordinator Kampung Sinau, memberikan les gratis kepada anak-anak di kampungnya yang diselingi dengan bermain bersama. Dalam perkembangannya, Kampung Sinau juga mengajarkan kesenian, seperti melukis, seni tari, dan seni musik yang meliputi musik angklung dan gamelan.

Para pengajar di Kampung Sinau kebanyakan merupakan relawan dan masih berstatus mahasiswa. Ada yang lucu, atau miris tepatnya, saat kami bertanya tentang tenaga pengajar. "Yang mendaftar sebagai relawan sekitar 600 orang, yang sudah terdaftar 200 orang, dan yang benar-benar mengajar cuma sekitar 4 orang. Yang lain cuma foto-foto dan tidak kembali," jelas Mas Mansur. Ckckck.

Anak didik di Kampung Sinau sekitar 60-an anak, dan waktu belajarnya pada hari Sabtu dan Minggu saja. Selain 4 relawan pengajar, Mas Mansur juga dibantu 2 koordinator lain dalam mengelola Kampung Sinau.

Saat kami berkunjung ke sana, sebenarnya Kampung Sinau sedang punya gawe yang bertajuk Festival Budaya Kampung Sinau. Ada pertunjukan tari 50 topeng, penampilan grup band Tani Maju, Gebyar Angklung, dan pertunjukan tari tradisional dari Bali, Minang, dan Aceh besar. Uniknya, tiket untuk menonton pertunjukan tidak dibeli dengan uang, tapi menggunakan buku. 1 buku untuk 1 tiket, dan mas Mansur berharap agar acara yang digelarnya sukses mendapatkan paling tidak seribu buku. Sayangnya Bolang sudah ada agenda lain sehingga tidak sempat menonton Festival Budaya di Kampung Sinau yang dimulai sekitar pukul 3 sore hingga malam hari itu.

Sekitar 1 jam di Kampung Sinau, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke sawah salah satu anggota Bolang, Pak Rahman. Namanya saja Bolang, kalau gak mbolang, gak seru. Lagi pula kami sudah sering mengagendakan untuk berkunjung ke sawah Pak Rahman, namun selalu gagal. Kali ini kami sepakat untuk mampir ke sawah beliau karena lokasinya cukup dekat dengan Kampung Sinau.

pondok Pak Rahman di tengah sawah, dok; Bolang
pondok Pak Rahman di tengah sawah, dok; Bolang
Sawah Pak Rahman yang sedang ditanami jagung manis terletak di Desa Wangkal, Kecamatan Poncokusumo, Kota Malang. Suasana pedesaan begitu terasa saat kami tiba di lokasi.

"Seharusnya Mbak Desol foto prewed di sini, asri, indah, menakjubkan!" ucap Mbak Lilik saat kami berjalan di pematang sawah.

"Ngobrolnya nanti saja Mbak, saya lapar," rengek Rozi, anggota baru Bolang yang disambut anggukan sepakat anggota Bolang yang lain.

Mbak Lilik pun dengan sigap menyiapkan makan siang, nasi bakar yang dipanaskan di wajan, dan mie yang direbus dengan telur. Penulis kebagian tugas membuat kopi hitamnya. Setelah semua siap, kami makan siang bersama di gubuk yang terletak di tengah sawah. Sederhana namun nikmatnya tiada tara. Kapan lagi bisa makan bersama di tengah sawah dengan tanaman hijau di sekelilingnya.

Usai makan siang, beberapa di antara kami ada yang sibuk ngobrol, ada yang sibuk selfie, ada juga yang sibuk memotong sawi hijau, memetik mentimun, juga labu siam. Sayangnya, jagung manisnya masih belum berisi hingga tak bisa dipetik. Pak Rahman bilang, dua minggu lagi jagung manisnya sudah siap untuk dipanen dan Bolang diundang datang ke sawah untuk barbeque-an. Jadi, dua minggu lagi, jadwal kegiatan Bolang adalah barbeque-an di sawah Pak Rahman, kami catat, hahaha.

Serunya bermain di sawah, dok; Bolang
Serunya bermain di sawah, dok; Bolang
Saking senangnya main di sawah, kami sampai lupa waktu. Padahal kami masih ada satu agenda lagi, yaitu berkunjung ke rumah anak berkebutuhan khusus di Desa Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Kami pun segera berpamitan kepada Pak Rahman dan meluncur ke lokasi kunjungan yang ketiga. Di tengah perjalanan menuju rumah ABK, kami mampir dahulu untuk membeli sembako sebagai oleh oleh. Bolang memang memiliki uang kas komunitas hasil urunan anggota yang bisa digunakan untuk kegiatan tak terduga seperti sekarang.
ki-ka, mas Heri, bu Kuraisin, pak Ajid, Dede Sofyan
ki-ka, mas Heri, bu Kuraisin, pak Ajid, Dede Sofyan
Kami tiba di rumah Pak Ajid, ayah dari anak berkebutuhan khusus, saat adzan maghrib. Anggota Bolang yang laki-laki segera mencari mushola sedangkan anggota Bolang yang perempuan menunggu di rumah Pak Ajid sambil mengobrol dengan pemilik rumah. Putra Pak Ajid yang berkebutuhan khusus bernama Dede sofyan, dan merupakan anak bungsu pasangan Pak Ajid dan ibu N Kuraisin. Pasangan suami-istri ini memiliki 5 orang anak, yang keempat anak lain selain Dede sudah tidak tinggal bersama mereka.

Pak Ajid bekerja sebagai satpam di SDN Pandanwangi 3, tempat salah satu anggota Bolang, Mas Saiful mengajar, pada siang hari. Malam harinya, Pak Ajid bekerja lagi sebagai satpam di Perumahan Araya Blimbing. Sang istri, Bu N Kuraisin, juga bekerja di Perumahan Araya sebagai pembantu rumah tangga.

Si ibu bercerita bahwa Dede dilahirkan hanya dengan bobot 7 ons, hanya sebesar botol. Sampai usia 3 tahun, Dede belum bisa berjalan ataupun berbicara. Dede baru mengalami perkembangan pada saat usianya menginjak 4 tahun. Mereka sangat bersyukur, meskipun Dede tidak senormal anak-anak lain, tapi Dede masih bisa bersekolah di SD tempat ayahnya bekerja.

Dede juga bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Buktinya saat kami mengajaknya mengobrol, Dede bisa menjawab dengan antusias.

"Dede minta dibelikan apa?" tanya Mas Saiful, anggota Bolang yang juga guru Dede.

"Kaos," jawabnya.

"Gambar apa?" tanya Ferry.

"Tengkorak," jawabnya lagi.

"Warna apa?" Giliran mas Heri supri yang bertanya.

"Warna merah"

"Kaos gambar tengkorak warna merah dong," sahut Rara. Dan Dede mengangguk senang. Obrolan kami dengan tuan rumah memang terasa santai dan kekeluargaan.

Dalam perjalanan pulang dari rumah Dede, Pak Yunus, tetuanya Bolang berujar bahwa kegiatan seperti inilah yang bisa meninggalkan kesan yang begitu mendalam dan tak terlupakan. Momen-momen bertemu Dede dan keluarganya, juga bisa menjadi penjaga hati yang paling mujarab dan tahan lama. Menjaga hati untuk selalu bersyukur, dan menjaga hati untuk saling berbagi dengan mereka yang tidak seberuntung kita. Dan kami juga berharap semoga buku Mak Renta banyak peminatnya dan acara Bolang berbagi yang kami gagas bisa sukses pelaksanaannya sehingga bisa memberi manfaat bagi mereka yang membutuhkan. Amin YRA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun