Mohon tunggu...
eRda cIgaretta
eRda cIgaretta Mohon Tunggu... -

seorang wanita yang senang berbagi..

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pengalaman Nonton JavaRockingLand Tahun Lalu (2)

29 September 2010   19:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:51 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kali ini agak panjang dan gak ada fotonya...

Mudah-mudahan gak bosen bacanya..

Part 2 : Day 1

Here we go..

Hmm, hari yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Entah kenapa hari ini saya semangat sekali. Pagi-pagi tumben saya sudah bangun, tumben lho ini. Trus masak telor goreng, hihihi, bangga sekali saya. Karena ini terjadi di hari kerja yang mana saya paling tidak bisa bangun kemudian serajin itu pergi ke dapur. Jadi ini hal yang sangat langka, teman-teman.

Kegiatan saya di kantor siy rasanya biasa saja, tidak perlu diceritakan, cuma yang membuat berbeda adalah, semua teman-teman saya mendukung saya untuk menonton javarockin’land ini dan tiba-tiba saja mereka fasih banget ngomongin music rock. Hehe, entah ter-influence saya atau memang selama ini mereka sebenarnya suka, saya tidak tau. Yang saya bisa pastikan adalah, berusaha agar semua kerjaan saya bisa kelar sebelum jam 5 sore, sehingga saya bisa pulang teng-go. Halah, padahal biasanya juga kelar gak kelar kerjaannya, begitu melihat jam 5 kurang 5 saya sudah shutdown komputer dan nongkrong di depan mesin absen juga, pakai alasan mau nonton konser segala lagi, kata suara yang ada jauh di dalam hati saya. Loh, saya kan cuma pengen jadi pegawai yang disiplin aja, datang jam 8 pulang ya jam 5, bener gak? Kali ini ada suara lagi deket di dalam hati saya. Hehehe.. terserahlah situ.. gak penting buat dibahas..
Yang pasti, saya memastikan Popoy untuk menjemput saya, supaya lebih cepat sampai kos, mandi dan ambil tiket. Karena kan sesuai dengan email yang saya terima kemarin kalau tiket dibatasi jam pengambilannya.

Tidak lupa saya kembali menghubungi Yanik, meminta kepastian apakah dia mau nonton atau tidak. Terdengar suaranya siy, antusias sekali. Dan dia ingin pergi bareng dengan saya. Bukannya saya tidak mau, tapi karena saya harus mengejar waktu pengambilan tiket, maka saya sarankan untuk ketemuan di depan pintu masuk saja. Akhirnya dia mengatakan tidak berkeberatan. Dalam hati saya, kasihan juga ya kalau Yanik harus pergi sendiri, sayapun kemudian teringat sahabat saya yang lain, Benny. Kenapa gak coba aja ajak Benny, kebetulan Y!M dia sedang aktif, maka saya coba untuk chat dengan dia. Agak alot juga proses pengajakan ini, tau sendiri, Benny kan termasuk orang yang perlu diyakinkan dengan sesuatu. Karena sudah hampir pukul 5 sore, saya kemudian mengambil alternatif untuk memberikan no HP Yanik kepada Benny, dan no HP Benny kepada Yanik. Maksud saya, bila mereka interest mau nonton, supaya bisa janjian untuk pergi bareng dan ketemuan dengan saya di pintu masuk JRL.

Tepat pukul 5 sore saya pulang, dan butuh waktu sekitar 15-20 menitan lah untuk sampai ke tempat kos saya. Saya kemudian mandi dan mempersiapkan diri. Kaos hitam, celana jeans panjang, dan sneakers. Make-up cukup bedak tipis, pulas alis, mascara tipis, blush-on tipis, dan lip-gloss. Tidak terlalu heboh kan untuk dandanan ke sebuah konser musik rock? Sekali lagi saya dan Popoy membaca term and conditions yang ada di ticket yang sudah di print. Disitu dikatakan tidak boleh membawa makanan dan minuman, tidak boleh membawa kamera atau video kamera professional. Ya sudah, itu yang paling penting, daripada nanti bermasalah, kami sepakat untuk tidak membawa kamera, tidak membawa makanan dan minuman. Kami hanya bermodalkan semangat juang yang tinggi, padahal sebenarnya saya deg-deg an juga, siapa tau sampai sana prosedurnya berbelit-belit sehingga akhirnya tidak jadi nonton. Duh, jangan sampai deh..

Sekitar pukul 18.20 kita sampai di Ancol. Dari pintu masuk siy, saya tidak melihat keramaian sebagaimana mestinya ada konser musik rock. Hampir seperti suasana pada saat weekend biasa, ya, mungkin ada peningkatan sedikit di jumlah pengunjungnya. Setelah kita bayar biaya masuk Ancol, dimana per orang adalah Rp. 12.000, dan biaya masuk motor adalah Rp. 10.000, kita langsung berangkat menuju lokasi. Disini saya tidak melihat papan penunjuk untuk memudahkan pengunjung yang mungkin belum begitu paham dengan Ancol. Cuma karena saya sudah pernah kesini sebelumnya, maka saya navigate Popoy untuk langsung ke Pantai Carnival.

Sampai di lokasi, kami kemudian mencari tempat parkir motor. Sekali lagi saya juga tidak melihat ada papan penunjuk dimana kami harus parkir motor, karena sepanjang yang kami lihat, hanya ada lahan parkir untuk mobil saja. Akhirnya saya bertanya ke salah satu petugas, yang tidak kelihatan sebagai petugas, dimanakah parkir motor tersedia, dan dia hanya bilang, di belakang. Mau tak mau kamipun harus mencari sendiri dimana di belakang itu berada. Yah, untung saja tidak lama kemudian kami dapat menemukannya. Ini mungkin karena pengunjung yang tidak terlalu banyak, jadi masih agak terkontrol, meski tetap ada semacam diskriminasi bagi pengendara motor. Ah, sudahlah, yang penting kami sudah sampai dan secepat mungkin pergi ke counter di sebelah ticket box.

Sepanjang kami berjalan dari lokasi parkir motor sampai dengan pintu masuk lokasi, banyak sekali orang-orang yang menawarkan ticket kepada kami. Bahkan mereka berani untuk memberikan diskon 50 % dari harga normal ticket yaitu Rp. 200.000. Dan mereka menawarkan tiket bukan dengan cara diam-diam lho, terang-terangan. Bahkan ketika kami sampai didepan ticket box, mereka membisikkan kalau jangan beli di tempat resmi, lebih mahal, mendingan beli di mereka saja. Mereka bilang, ticket nya asli, dengan jaminan akan diantarkan sampai masuk. Tapi karena saya memang tidak berniat membeli ticket, tapi mengambil ticket, maka tawaran mereka terpaksa tidak saya layani.

Saya kemudian berjalan ke ticket box, dan menanyakan tentang pengambilan ticket bagi pemenang quiz. Pihak panitia hanya meminta foto copy KTP yang sudah saya siapkan beserta KTP aslinya. Setelah mereka mem-verifikasi data saya kemudian memberikan list nama dan meminta saya untuk tanda tangan di dafar tersebut. Dan, taraaaaa… 2 tickets akhirnya benar-benar di tangan saya.

Tak sabar rasanya saya ingin segera masuk ke lokasi, apalagi sudah terdengar suara Andra and The Backbone memanggil-manggil saya. Hehehe.. Oya, karena penasaran, Popoy sempat menanyakan kepada panitia di ticket box tentang larangan membawa kamera. Dan ternyata, TIDAK DILARANG alias diperbolehkan. Duh, gondok banget rasanya, nyesseeelll banget, kenapa kok kami tuh jadi orang yang benar-benar menurut dengan peraturan. Kenapa kok kami ini tidak sedikit aja berani melawan syarat dan ketentuan itu. Hhuhh, tapi ya sudahlah, yang penting sekarang kita tau kalau boleh bawa kamera, jadi waktu nonton Mr. Big besok, harus lebih matang persiapannya.

Tak lupa saya juga menelpon Yanik, apakah dia jadi pergi atau tidak, dan ternyata dia ada kerjaan yang mendadak, jadi tidak bisa ikut gabung malam ini. Yah, sudahlah.

Di pintu masuk pertama, penjagaannya sangat ketat juga rupanya, mungkin karena masih trauma dengan bom di Mega Kuningan kali ya, apalagi kan ada musisi dunia kali ini. Kami disuruh menunjukkan tiket, dan panitia memotong tiket bagian atas kanan, untuk laporan ke kantor pajak, biar nonton konser musik Rock, kami tetap bayar pajak lho Bung! Setelah itu ada petugas yang meminta saya untuk membuka tas dan memperlihatkan isinya. Cuma sekilas siy, tidak ada metal detector juga. Jadi kalau misalnya saya bawa bahan peledak atau bom yang ukuran mini, saya rasa mungkin tidak akan terdeteksi. Mungkin loh ya, atau mungkin juga mereka punya system sinar infra merah yang paling canggih yang saya tidak tau, sehingga dengan sensor wajah saja, mereka bisa tau apakah saya ini bawa bom atau tidak. Hihihi, ngayal banget. Saya dan Popoy pun lolos, dan dipersilahkan masuk ke tempat konser. Dengan senyum-senyum bahagia, sayapun bersemangat sekali untuk secepatnya masuk. Yeah, I’m rock.. kata saya sambil mengacungkan jari telunjuk dan kelingking secara bersamaan, symbol rocker masa kini.

O ow, ternyata saya sampai di pintu masuk lagi. Rupanya mereka menggunakan system pengamanan 2 lapis. Disini saya kembali diminta untuk menunjukkan ticket yang oleh mereka kemudian di scan di barcode nya. Canggih juga siy sebenarnya, udah computerize system. Ketika komputer menunjukkan kata valid, saya pun diperbolehkan masuk, tapi sebelumnya saya harus mengangkat kedua tangan saya, mungkin seperti adegan penggeledahan kali ya. Apa ya tujuannya? Untuk mendeteksi peralatan tajam atau persenjataan? Bisa jadi, meski deteksinya secara manual. Hihihi.

Lupakan prosedur tadi, yang penting sekarang saya sudah benar-benar masuk ke lokasi. Dan karena di panggung utama ada Andra and The Backbone sedang tampil, maka kami pun segera ikut bergabung di keramaian itu. Untuk sebuah konser musik kelas dunia, termasuk dunia dong ya, mungkin ini termasuk sepi. Saya yang datang telat saja masih bisa merangsak ke depan pangung dan melihat Andra and The Backbone dari jarak dekat. Yah, mungkin karena ini adalah hari Jumat, dimana kebanyakan orang juga masih ada aktifitas, jadi banyak yang melewatkan konser hari ini. Analisa saya siy. Untuk Andra and The Backbone, saya hanya kebagian mungkin sekitar 3-4 lagu. Tapi lumayanlah, karena memang saya yang telat datangnya.

Selesai Andra and The Backbone tampil, saya kemudian bergerak ke panggung yang lain. Kalau tidak salah, JRL itu ada sekitar 8 panggung. Dimulai dari panggung yang ada setelah pintu masuk yang kedua tadi, waktu saya datang, ada grup band yang lagi tampil juga, tapi maaf ya, saya lebih tertarik ke Andra and The Backbone nya. Mungkin band-band indie gitu lah yang ngisi panggung tadi. Trus ada lagi panggung di depan café Segarra, tidak terlalu besar juga, saya tidak terlalu memperhatikan juga siy. Banyak lah, sesuai dengan jadwal yang sudah ada secara on line atau yang dibagikan panitia. Ngomong-ngomong tentang jadwal acara, saya pikir seharusnya panitia bisa memberikan secara cuma-cuma pada saat kami membeli tiket di ticket box atau membagikannya di pintu masuk. Tapi ini tidak ada, dan saya pun tidak kepikiran untuk nge-print jadwal di situs JRL itu. Jadi saya dan Popoy hanya mengandalkan feeling dan ingatan, siapa, kapan, dimana band-band favorite kami tampil.

Jadi setelah Andra and The Backbone tampil, ada 2 band berbeda yang tampil secara bersamaan. Seringai di Gudang Garam stage, dan 1 lagi band dari luar negeri di Telkomsel stage. Saya tidak ingat nama band nya apa, hanya 2 lagu saja saya berdiri di depan Telkomsel stage. Kemudian saya pindah ke Gudang Garam stage karena mendengar suara yang agak-agak keras, nge rock banget gitu maksudnya. Ternyata yang sedang tampil adalah Seringai. Lumayanlah, akhirnya saya bisa menemukan aura nge-rock juga disini. Tapi sayang, sekali lagi karena saya tidak terlalu memperhatikan grup musik ini sebelumnya, jadi saya bertahan hanya sekitar 5 lagu. Kemudian saya mengajak Popoy untuk membeli makan dan minum. Yah, memang sejak pulang kerja tadi kan, perut saya belum terisi apapun. Padahal saya harus bertahan sampai nanti jam 1 pagi.

Di area JRL memang tersedia berbagai macam stand, termasuk stand makanan. Dari makanan siap saji sampai makanan rumahan. Bahkan starbuck pun ikut serta jadi tenant disana. Sebelum menuju ke stand makanan, saya berjalan-jalan dulu ke stand merchandise. ada dijual berbagai macam kaos, baik yang bertuliskan event JRL ataupun hanya bertuliskan nama band yang tampil. Harganya pun bervariasi, dari mulai Rp. 70.000 sampai dengan 100.000. selain itu ada keychain, magnet kulkas, dan gelang karet. Semua bersimbol JRL. Untuk sekedar kenang-kenangan, termasuk lumayanlah. Selesai di stand merchandise. kamipun langsung menuju ke stand makanan, karena kaki sudah terlalu lama berdiri, dan perut sudah minta diisi.

Saya menuju stand hotdog. Tidak ribet, praktis, saya pikir. Jadi dengan pedenya saya pesan 2 porsi, satu lagi untuk Popoy tentunya. Tau gak harga per porsinya berapa? Rp. 40.000 bo’! jadi kami harus bayar Rp. 80.000 untuk makan malam yang ‘hanya’ sebuah hot dog. Trus, untuk air mineral ukuran 600ml, dijual dengan harga Rp. 5000. Cukup amat mahal menurut saya. Kemudian setelah pesan, saya jalan lagi ke stand yang lain. Ternyata disana ada jual masakan rumah gitu dengan menu nasi gudeg telor, dan dijual dengan harga Rp. 20.000. akhirnya dengan sangat terpaksa, saya tidak jadi beli hotdog tadi. Saya dan Popoy memutuskan untuk mengganti menu makan malam tadi dengan nasi. Biar kenyang, alasannya, hahaha, padahal biar murah.

Jadi untuk stand makanan di JRL prosedurnya adalah, kita mengunjungi stand tersebut, pesan, maka mereka akan memberikan kita bon dimana kita harus bayar ke kasir yang telah disediakan panitia. Jadi bukan langsung bayar ke penjualnya. Dan uniknya, ketika kita pesan, mereka langsung membuat pesanan kita itu, lalu menyimpannya sampai kita memberikan bukti lunas bon tadi. Makanya ketika saya tidak jadi pesan hotdog, saya agak merasa tidak enak. Takutnya sudah dibikin, trus saya tidak muncul-muncul, bisa jadi tukang penjualnya kebingungan mencari saya. Tapi kata Popoy, sudah cuek saja, toh yang beli juga banyak kok, mungkin saja pesanan kita sudah diberikan ke orang lain. Lagian mana bisa siy tukangnya hapalin wajah kita? Masuk akal juga siy. Cuma dalam hati saya masih aja ngerasa tidak enak. Membayangkan bagaimana jika saya yang menjadi penjualnya, kemudian ada customer yang seperti saya ini. Pasti rasanya jengkel bukan? Mungkin masukan juga bagi panitia, sebaiknya untuk stand makanan jangan seperti itu prosedurnya, kalau customer sudah bawa bukti baru dibikinin pesanannya. Jadi kalau ada yang tidak jadi, ruginya tidak terlalu besar. Analisa saya ini dibantah sama Popoy, kata dia, kan mereka tidak ingin customer menunggu, jadi begitu customer pesan langsung dibuat oleh mereka. Kata saya, benar juga ya, ada masukan lain tidak ya?

Ah sudahlah, daripada mikirin itu, belum tentu panitia juga ikut mikir, mendingan saya cari tempat yang nyaman untuk makan nasi gudeg yang sudah ditangan ini. Ternyata nasi gudegnya tidak terlalu enak, bahkan saya ngerasa agak asam rasanya. Mungkin karena dari pagi tidak dipanasin, jadinya sudah mulai basi. Tapi demi perut yang sudah kelaparan, tetap saya embat juga deh. Mmm, kalau begini, saya berencana besok mau membawa makanan saja dari rumah. Mending masak sendiri, lebih praktis dan pastinya tidak terlalu boros. Ini juga bisa jadi tips buat teman-teman yang nantinya akan menonton konser rock, sebisa mungkin jangan beli makan di tempat konser, kalau mau ngirit siy, dan jangan lupa pakai akal supaya bisa lolos dari pemeriksaan di pintu depan. Yah, pinter-pinternya kita sajalah.

Selesai makan, kami mendengar suara alat musik yang sudah mulai dimainkan. Bergegas saya dan Popoy mendekati panggung, ternyata jam itu adalah jam tampilnya Melee, band asal Amerika di panggung utama. Chris Cron, sang vokalis yang juga pinter banget main keyboard, tampil secara atraktif. Hmm, jujur, sebenarnya saya juga tidak terlalu kenal dengan lagu yang mereka bawakan. Tapi karena mereka tampil sangat baik dan didukung oleh tata lampu dan sound system yang sangat baik, banyak juga diantara kami yang ikut mendengar, paling tidak ikut menonton atraksi mereka. Karena penasaran, saya coba iseng browsing di Google, dan ternyata Melee ini terdiri dari Ricky Sans pada gitar, Ryan Malloy sebagai basistnya, dan Mike Nader pada posisi drummer. Sebagai penikmat musik penampilan mereka termasuk tidak mengecewakan. Apalagi mereka juga proaktif terhadap penonton. Bahkan Chris sampai berani mendekati penonton sampai batas pagar, bahkan sampai bisa dipeluk dan dicium oleh penonton wanita yang terdekat disana. Huuh, jadi ngiri saya niy. Hehehehe. Intinya mereka mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang indah, yang nyaman bagi mereka. Dan mereka sangat senang bisa berada di Indonesia, meski mereka tau kalau baru saja Jakarta diguncang bom, tapi mereka tidak takut justru sangat antusias untuk datang ke JRL. Mungkin alasan itulah yang membuat Chris Cron mengenakan kaos putih bertuliskan We Are Not Afraid. Tepuk tangan meriah buat Melee karena statement nya itu. Dan pertunjukan mereka diakhiri dengan pesta kembang api yang sangat meriah di depan stage.

Sebenarnya, sebelum Melee selesai, saya sudah beranjak ke Telkomsel Stage, karena disana sudah siap Netral, band rock asal Indonesia. Dan karena ini juga termasuk band favorit dari Popoy, maka kami sangat antusias berada dalam kerumunan orang-orang pecinta Netral. Kami berdua mencoba untuk bisa maju sampai depan. Begitu pesta kembang api dari Melee selesai, lampu di Telkomsel Stage menyala, dan terdengarlah gebukan drum dari Eno, disusul dengan suara Bagus dan sorak sorai penonton. Karena ini benar-benar band rock yang metal banget, Bagus meminta kami membentuk lingkaran besar di tengah-tengah supaya kami bisa leluasa berjoget sambil bertabrak-tabrakan. Kalau untuk hal ini saya tidak ikutan lah, ngeri saya. Lawannya besar-besar badannya. Saya hanya menikmati tontonan itu selama beberapa menit. Setelah itu, penonton kembali ke depan panggung dan menikmati musik dari Netral dengan damai. Bagus sang vokalis juga mengucapkan terima kasih, karena penonton sudah bersikap tenang, damai dan tidak rusuh meski tadi ada adegan bertabrak-tabrakan. Mereka juga mengucapkan turut berbela sungkawa atas meninggalnya musisi nyentrik Mbah Surip dan budayawan W.S Rendra, sebelum kemudian menggebrak lagi dengan lagu-lagunya. Maaf ya, saya tidak terlalu ingat ada berapa dan apa saja lagu yang dibawakan masing-masing band. Hehehe. Sebelum lagu terakhir dimainkan, saya sudah meminta Popoy untuk segera kembali ke panggung utama, karena tidak lama lagi jadwal Vertical Horizon (VH) akan main, dan mumpung belum banyak penonton yang bergerak ke sana. Akhirnya dengan berlari, saya dapat sampai ke depan panggung, tidak benar-benar depan siy, 3 baris dari depan, dan dipinggir jalan menuju tempat mixer, sekalian berharap ada adegan seperti yang dilakukan Chris tadi. Hihihi, cuma berharap kok. Jadi andai saja Popoy membawa kamera, posisi kami tuh tepat banget, dan pasti jadinya akan sangat fantastic.

Kira-kira jam 11 malem, para personel Vertical Horizon, Ed Toth sang drummer, Sean Hurley bassistnya, Keith Kane guitaristnya, satu persatu mulai masuk menuju panggung, dan seiring lampu di panggung utama dinyalakan, disusul gebrakan drum dan gesekan gitar dan bass, muncullah Matt Scannels, sang vokalis sambil membawa gitarnya dan membawakan lagu Inside. Wow, itu kata pertama saya. Tidak percaya rasanya mereka yang biasanya hanya saya lihat di TV, dan mendengar suaranya di kaset atau CD, atau download mp3 gratisan, bisa saya lihat dengan jarak kurang dari 5 meter. Amazing banget lah pokoknya. Setelah itu saya hanya bisa screaming, ikut bernyanyi jika kebetulan saya hapal lyric nya, dan pastinya tidak berkedip mengagumi penampilan mereka. Padahal tau tidak, badan saya ini rasanya capek sekali. Rasanya sudah tidak kuat untuk berdiri dan ingin secepatnya merebahkan diri di kasur. Tapi ternyata mendengar dan menyaksika mereka bisa membuat saya bertahan disini.

Mereka juga cukup atraktif dengan penonton, selalu menyapa kami dan kadang-kadang mereka menginginkan kami untuk dapat berteriak supaya menambah ramai suasana yang memang sudah ramai. Senyuman tidak pernah lepas dari wajah mereka. Bahkan mereka juga bercerita tentang betapa antusiasnya mereka untuk datang ke Jakarta. Meski mereka juga mendengar kabar tentang bom di JW Marriott dan Ritz Carlton, kemudian mereka juga mendengar bahwa Manchester United membatalkan jadwal berkunjungnya ke Indonesia, tapi bagi mereka itu tidak meyurutkan niat VH untuk tetap ikut serta dalam JRL. Tepuk tangan dan teriakan penonton langsung terdengar begitu Matt selesai memberikan statement itu. Dalam hati saya, great Matt!

Sekali lagi kelemahan saya, tidak bisa mengingat berapa dan apa saja judul lagu yang mereka bawakan. Yang jelas, di tengah-tengah konser, Matt mengatakan akan membawakan lagu baru khusus untuk penonton JRL. Judulnya Save Me From my Self. Enak juga, easy listening gitu. Selain lagu-lagu dari beberapa album VH yang dibawakan, mereka juga tidak lupa mempertontonkan skill bermain musik dari masing-masing personel. Pembagian yang pas menurut saya, sehingga tidak terasa membosankan. Duh, saya sungguh-sungguh terpesona dengan penampilan dari VH ini, sampai-sampai saya tidak sadar jika Matt mengumumkan akan membawakan lagu terakhir. Dan bersamaan dengan itu lampu pangung dipadamkan dan para personel VH satu persatu keluar dari panggung. Kami sungguh terbengong-bengong untuk sepersekian detik. Dan karena lagu favorit kami belum dinyanyikan, spontan dari kami langsung berteriak, we want more, we want more, we want more.. tanpa lelah, tanpa berhenti.

Dan ternyata usaha kami berhasil. Entah karena ini bagian dari pertunjukan mereka atau karena mereka kasihan melihat tampang kami semua, tidak lama para personel VH mulai masuk lagi dan menyapa kami kembali. Matt menanyakan lagu apa yang kami inginkan mereka untuk bernyanyi. Serempak kami menjawab Best I’ve Ever Had. Dan mengalunlah suara merdu dari Matt. Kontan seluruh orang yang memadati lokasi JRL kompak menyayikan lagu yang memang sangat melegenda itu. Dan saya pun bisa melihat dari mimik personel VH, jika mereka sangat puas dengan pertunjukan ini. Karena sekali lagi, saya melihat senyuman tak pernah lepas dari mereka.

Mmm, rasanya sedih sekali ketika akhirnya Matt harus mengatakan bahwa mereka akan membawakan lagu terakhir. Benar-benar terakhir. Dan sebelumnya Matt juga sempat memuji jika Indonesia adalah negara yang sangat indah. Meski mereka baru pertama kali tampil dan datang ke Indonesia, mereka bilang, mereka sangat puas dan senang, dan berjanji akan kembali lagi kesini. Mereka juga bilang kalau orang Indonesia adalah orang yang sangat ramah. Hhm, apakah yang kau maksud itu adalah saya Matt?? Hehehehe..

Sekitar jam 1 kurang, VH benar-benar sudah hilang dari panggung, tinggal crew VH saja yang terlihat sedang membereskan peralatan musik. Puas, tidak, puas, tidak… jujur siy sebenarnya saya masih ingin menikmati penampilan dari VH lagi, rasanya betah berlama-lama berdiri di depan panggung tadi. Apalagi saya dapat tempat yang strategis, bisa bersandar di pagar pembatas. Kapan lagi ya bisa nonton grup band sekaliber dunia seperti ini? Gratis pula. Hihihi.

Saya dan Popoy kemudia nmemutuskan untuk langsung pulang, mengingat kami harus menyiapkan stamina yang lebih prima lagi, karena kami yakin besok akan ada pertunjukan yang lebih dahsyat dengan penonton yang lebih banyak pastinya. Sambil berjalan menuju parkir motor, saya kembali membahas masalah tiket yang tadi ditawarkan oleh orang-orang di depan pintu masuk. Kok saya jadi merasa aneh ya? Mereka berani menawarkan harga diskon sampai 50% dari harga resmi tiket. Padahal menurut logika saya, tiket sudah menggunakan barcode system, yang berarti sebelum diapprove oleh panitia JRL, nomor yang tercantum pada barcode sudah dimasukkan dalam data base mereka. Sehingga ketika kita datang dan barcode kita di scan, akan muncul verifikasi dari system yang mengatakan bahwa tiket kita valid. Jika tidak terdaftar maka tidak mungkin akan terverifikasi seperti itu. Atau misalnya kalau sampai terjadi double scan, maka yang kedua pasti juga akan denied. Betul tidak?

Kalau sampai mereka bisa menawarkan tiket dengan harga murah itu, apakah ada kemungkinan bahwa kita yang membeli dari mereka akan dibohongi? Jadi mereka bermodalkan tiket resmi, dan kemudian mereka perbanyak tiket itu. Bisa jadi.

Cuma kata Popoy, mereka bisa jamin akan diantarkan sampai ke dalam. Sekali lagi hati saya berkata itu hanya janji-janji belaka. Bagaimana bisa masuk kedalam jika pengamanannya saja 2 lapis seperti yang saya ceritakan diatas. Dan scan barcode tiketnyapun ada di pintu masuk kedua. Okelah, katakan di pintu masuk pertama kita lolos, karena hanya dilihat sekilas oleh petugas, tapi bagaimana jika dipintu kedua tiket kita dinyatakan tidak valid? Padahal tidak mungkin kan penjual tiket itu ikut masuk sampai pintu kedua, meskipun mereka bilang akan ikut antar kita?

Bukan saya bermaksud untuk menjelek-jelekan suatu profesi, cuma saya sedang belajar menganalisa kebiasaan atau prosedur yang sering terjadi di Indonesia. Tadinya saya justru mau kasiy tau teman-teman saya yang belum beli tiket, kalau tidak perlu beli tiket di ticket box, beli saja di calo-calo tersebut. Toh lebih murah. Tapi untunglah, otak saya sudah kembali ke jalan yang benar, jadi saya tidak jadi melakukan hal itu.

Terkadang, kita memang harus mengikuti prosedur yang benar jika memang mau jadi orang yang benar. Ingat ya, terkadang lho!!

Hmm, sudah ah, saya sudah sangat capek sekali, minum teh botol dingin saja rasanya seperti meneguk air nirwana, hehehe, lebay kalau yang ini.. semoga saya bisa mimpi indah malam ini, eh, salah, mimpi Matt menyanyikan Best I’ve Ever Had dengan gitarnya di depan saya, dan mudah-mudahan saya tidak ngeces setelah itu. Hehehe.

Thank you JRL, sudah memberi 2 tiket gratis pada saya hari ini. Mudah-mudahan hari ke 2 besok, saya bisa lebih siap dan lebih fit dari hari ini.

... bersambung ke part 3: day 2 ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun