Mohon tunggu...
Era Sofiyah
Era Sofiyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh tulis

Hanya buruh tulis yang belajar tulus

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebermanfaatan ST2023, Merawat Asa Petani Sejahtera Menuju Lumbung Pangan Dunia

16 Juni 2023   11:22 Diperbarui: 16 Juni 2023   11:45 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani. ilustrasi gambar:pixabay

Persoalan pemenuhan hak atas pangan di negara agraris seperti Indonesia ternyata tidak hanya terkait dengan  ketersediaan dan aksesibilitas pangan saja, namun jauh lebih luas dari pada itu, yakni menyangkut dan berurusan dengan persoalan agraria, bisnis pangan, kelompok rentan, gizi dan keamanan pangan, hingga liberalisasi pertanian dan politik penyeragaman pola produksi dan konsumsi pangan.

Tak muluk-muluk, jika Kementerian Pertanian berupaya mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia alias world food storage pada 2045. Pada 100 tahun kemerdekaan itu Indonesia diharapkan mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang---termasuk sektor pertanian---sehingga layak disebut era Indonesia Emas. Saat itu Indonesia dicanangkan telah berdaulat daging sapi, gula, bawang putih, kedelai, padi, bawang merah, dan cabai. Sehingga Indonesia bukan lagi pengimpor pangan, tetapi pengekspor pangan.

Lebih jauh, menjadi lumbung pangan dunia bermakna setiap titik di seluruh dunia memiliki akses untuk memperoleh informasi pangan dan stok pangan dari Indonesia. Akses tersebut hanya dapat dicapai bila Indonesia terkoneksi dengan seluruh bangsa dengan mudah tetapi tetap berdaulat sebagai bangsa yang merdeka. Dalam hal ini negara mampu mencukupi kebutuhan pangan secara mandiri tanpa pasokan dari luar, untuk kemudian dikembangkan dan dilanjutkan dengan target kemampuan menghasilkan surplus pangan dan lalu mengelolanya, termasuk mengekspor pangan secara global.

Terkait kedaulatan pangan, setidaknya empat butir dari sembilan butir Nawacita, bersentuhan langsung dengan politik kedaulatan pangan. Yakni, Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa;  Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit; Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan ekonomi domestik.

Kiranya, di balik harapan besar tersebut, tak bisa dipungkiri tersirat fakta, pertanian Indonesia memiliki berbagai masalah besar dari hulu hingga hilir yang menghambat kemajuan pertanian Indonesia, antara lain:

Pertama, sektor tenaga kerja

Sektor pertanian masih menjadi lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja domestik namun tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan petani. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, terdapat 40,64 juta pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada Februari 2022 sekaligus menjadi penyumbang terbesar PDB dengan nilai total Rp2,25 kuadriliun (13,28%) setelah industri pengolahan dengan nilai total Rp3,27 kuadriliun (19,25%). Sebaliknya, 51,33 persen rumah tangga miskin di Indonesia justeru hidup dari sektor pertanian. 

 sumber gambar: databooks.katadata.co.id
 sumber gambar: databooks.katadata.co.id

sumber gambar: databooks.katadata.co.id
sumber gambar: databooks.katadata.co.id

Kedua, pendidikan

Rilis data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) berdasarkan tingkat pendidikannya, 74% petani Indonesia merupakan lulusan SD, tidak SD, bahkan tidak sekolah. Padahal ada lebih dari 200 perguruan tinggi di Indonesia yang menghasilkan sarjana-sarjana pertanian setiap tahun. Mayoritas sarjana pertanian ini justru bekerja dibidang lain akibat adanya sterotipe yang cenderung meremehkan pekerjaan petani.

Ketiga, upah 

Rendahnya upah tenaga kerja di sektor pertanian membuat banyak dari petani yang berstatus prasejahtera. Rata-rata upah yang diperoleh setiap bulan oleh tenaga kerja bebas yang bekerja di sektor pertanian sebesar 1,1 juta sedangkan tenaga kerja yang bekerja pada sektor non pertanian memiliki rata-rata upah 1,75 juta perbulan. Berdasarkan data BPS rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian memiliki Head Count Index tertinggi yaitu sebesar 12,55 persen, artinya dari 100 rumah tangga yang bergantung pada sektor pertanian, sekitar 12 rumah tangga berstatus miskin.

Keempat, lahan pertanian

Dari segi luas lahan, tercatat ada 87,63% atau 22,9 juta rumah tangga petani yang memiliki kepemilikan lahan kurang dari 2 hektare. Sekitar 5 juta petani dilaporkan memiliki luasan lahan di bawah 0,5 hektare. Berdasarkan kondisi tersebut, petani tidak dapat memaksimalkan produksi di lahannya dan kemudian menjadi salah satu pemicu yang memengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Disisi lain, BPS (2018) menunjukkan analisisnya bahwa alih fungsi lahan sawah capai 200.000 ha per tahun. Luas lahan pertanian pada 2018 hanya tersisa 7,1 juta hektare, di mana angka tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2017 yang masih 7,75 juta hektare.

Kelima, regenerasi

Masih menurut laporan Badan Pusat Statistik, hanya 19,18% pemuda Indonesia yang bekerja di sektor pertanian pada 2021. Adapun, 25,02% di antaranya bekerja di sektor industri dan mayoritas sebesar 55,8% bekerja di sektor jasa. Papua menjadi provinsi dengan persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian tertinggi, yakni mencapai 73,05%. Disusul Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 45,97% dan Kalimantan Barat sebesar 37,46%.

sumber gambar: databooks.katadata.co.id
sumber gambar: databooks.katadata.co.id

Dengan kondisi-kondisi tersebut diatas, target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 akan sulit terealisasi jika permasalahan, khususnya regenerasi petani terus dibiarkan. Fenomena urbanisasi yang tidak terbendung dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya dapat mengancam regenerasi petani dan kelangsungan sektor pertanian Indonesia. Selain itu, tenaga kerja di sektor pertanian yang didominasi usia lanjut (kurang produktif) membuat adopsi teknologi pertanian menjadi lebih lambat. 

Tak sampai disitu, Presiden Jokowi saat membuka KTT G20 di Bali pada 15 November 2022 yang lalu menyampaikan kekhawatirannya tentang ancaman krisis pupuk yang menghantui dunia. "Masalah pupuk jangan disepelekan, jika kita tidak bisa mengambil langkah agar ketersediaan pupuk tercukupi dengan harga terjangkau maka 2023 akan menjadi tahun yang lebih suram," kata Jokowi dalam pembahasan pertama di pembukaan.  "Dapat semakin memburuk menjadi krisis tidak adanya pasokan pangan. Langka pupuk menyebabkan gagal panen di berbagai belahan dunia, 48 negara berkembang dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi akan menghadapi kondisi sangat serius," tutup Jokowi.

ST2023, Decission Maker Pemerintah

Pemerintah sebagai decission maker kebijakan pertanian butuh merancang strategi yang jitu untuk mewujudkan lumbung pangan dunia sekaligus menghadapi persoalan-persoalan di sektor pertanian ini, terutama karena ada sekitar 270 juta manusia yang harus dipastikan terpenuhi kebutuhan pangannya dan tercukupi kesejahteraannya. 

Hal tersebut dapat terwujud jika ditunjang oleh data dan informasi yang berkualitas. Sensus Pertanian 2023 (ST2023) ketujuh yang dilaksanakan pada 1 Juni-31 Juli 2023 merupakan momentum untuk memotret kondisi pertanian Indonesia secara komprehensif hingga wilayah administrasi terkecil. 

Melalui ST2023, BPS berupaya menyediakan data yang berkualitas demi mendukung pemerintah merencanakan, merumuskan, dan mengevaluasi kebijakan untuk menyejahterakan kaum petani. Sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Sensus kali ini pun mengacu pada rekomendasi Organisasi Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO). 

Berbeda dari sensus sebelumnya tahun 2013,  sensus kali ini memasukkan subsektor baru yaitu jasa pertanian, seperti: melayani usaha di bidang pertanian. Jasa pertanian tanaman pangan / hortikultura / perkebunan, meliputi: jasa pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian jasad pengganggu, pemanenan, dan pasca panen. Dengan begini terdapat 7 subsektor yang akan dilakukan sensus yaitu, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, peternakan dan jasa pertanian.

Kemudian pada unit cakupan juga akan diperluas. Pada sensus sebelumnya hanya melakukan sensus pada rumah tangga tani, kali ini ditambahkan dengan unit usaha pertanian berbadan hukum dan usaha pertanian lainya seperti pesantren yang memiliki lahan.

Lebih lanjut,  Jika pada sensus  2013 menghasilkan data terkait petani gurem. Tahun ini akan ada perkembangan data terbaru yaitu data urban farming, semisal petani milenial yang ada diperkotaan.

Selain itu, dalam pendataan petani sendiri akan dilakukan lebih spesifik atau mendalam antara lain jenis tanaman, luas lahan, teknik budidaya, dan profil petani berbasis nama dan alamat. Termasuk model irigasi, status kepemilikan tanah, struktur demografi petani (mencakup petani milenial), serta informasi UMKM dan pelaku usaha di bidang pertanian. 

Seterusnya, pada sensus pertanian 2023 menggunakan tiga moda pendataan yaitu Paper Assisted Personal Interviewing (PAPI), Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI), dan Computer Assisted Web  Interviewing (CAWI). Kalau tahun sebelumnya hanya satu moda dengan kertas kemudian lasngung di scan. Ketika di scan tergantung dengan tulisan petugas kejelasannya. Dengan metode teranyar ini, data yang dihasilkan pun akan lebih akurat meliputi, data pokok pertanian nasional, petani gurem, indikator SDGs pertanian, small scale food producer (petani skala kecil), dan data geospasial.

Bagi pelaku usaha pertanian, data yang bermutu akan sangat membantu untuk memproyeksikan potensi bisnis di masa depan sekaligus mendeteksi risiko yang mungkin timbul. Di samping itu, tersedianya data yang lengkap dan akurat tentang tren jenis tanaman pertanian, pola tanam, sebaran ketersediaan pupuk, penggunaan bahan kimia, dan sebagainya bisa menjadi basis evaluasi untuk menciptakan model usaha pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

ST2023 juga memberi manfaat besar bagi para petani, khususnya petani milenial yang telah melek teknologi informasi dan komunikasi. Sebab, data dari ST2023 bisa dimanfaatkan secara optimal dengan bantuan kecerdasan buatan, pemetaan spasial, dan aplikasi analisis data untuk memprediksi pola dan tren pertanian modern yang akan datang. Termasuk untuk mengevaluasi sistem kerja yang telah dipraktikkan sebelumnya. 

Pada saatnya, ST2023, diharapkan dapat dipergunakan dengan baik sehingga dapat menajamkan penglihatan dan pendengaran pemerintah untuk menyelesaikan masalah kesejahteraan petani, sehingga marwah petani akan terangkat kembali seperti seharusnya, sesuai dengan julukan yang diberikan oleh presiden Ir. Soekarno pada tahun 1952 silam, yaitu Penyangga Tatanan Negara Indonesia. Tanpa sumbangsih petani, kita akan kesulitan memenuhi kebutuhan pangan, tatanan kehidupan negara pun tidak akan berjalan dengan baik, termasuk menjawab tantangan menjadi lumbung pangan dunia. Oleh karena itu, kesuksesan ST2023 merupakan tanggung jawab seluruh stakeholder pertanian, baik pemerintah, masyarakat tani dan juga sektor swasta yang bergerak di sektor pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun