Mohon tunggu...
Era Sofiyah
Era Sofiyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Buruh tulis

Hanya buruh tulis yang belajar tulus

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Praktik Baik Kurikulum Merdeka, Senapas Kepanduan Baden Powell

17 April 2023   06:22 Diperbarui: 20 April 2023   00:47 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lahirnya kurikulum merdeka dilatarbelakangi oleh kurang efektifnya sekolah/pembelajaran di masa pandemi. Kegiatan pembelajaran dari rumah yang menjadi kebijakan terbaik masa itu memaksa transformasi moda pembelajaran tatap muka ke dalam moda daring atau online.

Fakta yang terjadi, selama pembelajaran jarak jauh, gadget telah merenggut usia emas anak untuk mengasah kepekaan lingkungan, sosial, serta ketahanan emosional mereka. Usia di mana anak harus banyak bergerak, mengeksplorasi lingkungan sekitarnya, menemukan hal baru yang konkret, serta berinteraksi dengan orang lain, justeru lebih banyak dihabiskan di rumah dengan gadgetnya..

Berbagai riset pun menunjukkan bahwa intensitas penggunaan gadget oleh anak sangat mengkhawatirkan. Hasil survei KPAI misalnya, memperlihatkan bahwa sebagian besar anak diizinkan menggunakan gadget selain untuk belajar, jumlahnya mencapai 79 persen dari responden.

Selain penggunaan gadget untuk belajar online, survei KPAI juga memperlihatkan persentase kepemilikan gadget oleh anak. Ada sekitar 71,3 persen anak yang telah memiliki gadget sendiri, 17,1 persen menyatakan gadget masih berada di bawah kepemilikan penuh orang tua dan 11,6 persen menunjukkan kepemilikan bersama gadget antara orang tua dan anak.

Berkaca pada masalah diatas, sebagai miniatur masyarakat, sekolah dengan berbagai kegiatan pembelajaran pada hakekatnya tidak sekedar wahana untuk transfer ilmu pengetahuan, namun juga menjadikan pembelajaran sebagai lahan persemaian nilai-nilai sosial yang kelak harus dimiliki peserta didik dalam mengarungi hidup nyata di masyarakat, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hilangnya peran sekolah inilah  selama pandemi yang menjadi kekhawatiran utama disamping reduksi pembelajaran (learning loss) dan potensi peserta (potential loss) yang telah terjadi. Pembelajaran daring dari rumah masing-masing dengan interaksi tak langsung di dunia maya, menghadirkan relasi sosial semu dan menihilkan sekolah sebagai miniatur masyarakat.

Maka daripada itu, implementasi kurikulum merdeka diharapkan sebagai tindakan kuratif pembelajaran, ditekankan pada pembelajaran bermakna melalui berbagai pengalaman kolektif nyata di sekolah maupun di tengah masyarakat.

Demikian halnya, dengan konsep merdeka belajar yang diusung bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara. Berulang kali beliau menekankan apa yang disebutnya kemerdekaan dalam belajar. Dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi bermula karena pria bernama Soewardi Surjaningrat itu menolak betul praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan.

Jadi menurut Ki Hajar, yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang memaksakan kamu harus jadi hijau, harus jadi merah. Untuk itu kemudian timbulah Tut Wuri Handayani yang berarti mendorong dan menguatkan. Namun, cara mendorong dan memberi kekuatan belajar tak boleh sembarangan. Rentang kendali harus tetap ada, agar asa menjadi manusia tetap terjaga. Dalam hal ini, guru harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik, mana yang harus didorong, dan apa yang harus dikuatkan.

Sementara, merdeka berbudaya menggambarkan kebebasan individu untuk mengekspresikan dirinya dalam budaya, termasuk seni, musik, bahasa, adat istiadat, dan tradisi. Merdeka berbudaya penting dalam pembelajaran karena membantu siswa untuk mengeksplorasi dan mengembangkan minat mereka dalam berbagai bentuk ekspresi budaya, dan memahami serta menghargai keanekaragaman budaya. Dengan demikian, terbersit harapan ada rasa bangga dengan potensi lokalnya, bisa mengembangkannya dan mengeksplornya, bahkan anak-anak bisa mengglobal dengan keunggulan lokal yang dimiliki.

Kedua piranti kurikulum merdeka diatas jelas menjadi konsepsi, bahwasanya merdeka belajar dan merdeka berbudaya punya ruang yang cukup luas di dalam kurikulum. Keduanya memerlukan kebebasan individu untuk mengeksplorasi, belajar, dan berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun