Di situs-situs dunia maya seperti blog milik para guru, pewara (MC, master of ceremony) profesional, sekolah, situs resmi pemerintah daerah, majalah pendidikan, saya berkali-kali mendapati koreksi terkait dengan sebutan yang terhormat yang biasa digunakan orang dalam berpidato.Â
Dikatakan oleh para pengoreksi itu bahwa sebutan yang terhormat tidak boleh digunakan berulang kali untuk orang yang berbeda-beda. Menurut mereka sebutan itu hanya bisa ditujukan untuk satu orang. Alasannya ialah sebutan itu bermakna 'yang paling dihormati'. Tidak logis jika orang yang  paling dihormati itu lebih dari satu.
Rupanya awalan ter--- di situ telah dipahami sebagai imbuhan yang membawa implikasi makna superlatif (keadaan paling unggul di antara yang lainnya). Lebih jauh, kata hormat di situ telah dipahami dalam kategorinya sebagai kata sifat. Dengan demikian, terhormat disamakan kasus pembentukannya dengan kata bentukan seperti tercantik,  terpandai, terbanyak, dan terbodoh.
Akan tetapi, benarkah demikian? Saya menyangkalnya. Memang benar bahwa kata hormat termasuk ke dalam golongan kata sifat.  Namun, di samping itu, harus diingat bahwa kata hormat juga termasuk ke dalam golongan kata benda.Â
Hormat sebagai kata sifat berarti 'khidmat, menghargai, takzim, sopan'. Adapun sebagai kata benda, hormat berarti 'perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim seperti 'menunduk, menyembah' (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, Cet. I, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2008: 507).
Dengan demikian, pelekatan awalan ter--- pada kata hormat (sebagai kata sifat) menimbulkan arti 'paling khidmat', 'paling sopan', 'paling menghargai'. Meskipun menurut kaidah berbahasa hal ini bisa diterima, dalam praktiknya penggunaan seperti ini nyaris tidak pernah hadir. Â Sebagai contoh, cermatilah kalimat ini:
 Anak bungsu kami adalah anak yang terhormat kepada kami dibandingkan kakak-kakaknya.Â
Kalimat tersebut mengandung arti bahwa 'anak bungsu kami adalah anak yang paling menghargai, paling takzim, paling sopan kepada kami dibandingkan dengan kakak-kakaknya'.Â
Perhatikan bahwa frasa yang terhormat dalam contoh kalimat itu mengandung pengertian yang berbeda, bahkan berkebalikan, dengan pengertian yang terhormat dalam pidato. Dalam contoh itu yang terhormat adalah 'pihak yang menghormati', sedangkan dalam pidato adalah 'pihak yang dihormati'.
Mengapa demikian? Karena sebutan terhormat dalam pidato itu tidaklah lahir dari proses pelekatan awalan ter--- pada kata hormat dalam kategorinya sebagai kata sifat. Dalam hal ini, kasus pembentukannya berbeda dari kata bentukan seperti tercantik,  terpandai, terbanyak, dan terbodoh.Â
Yang sebenanya terjadi ialah bahwa kata bentukan terhormat dalam pidato itu berasal dari pelekatan awalan ter--- pada kata hormat dalam kategorinya sebagai kata benda. Pembentukannya dalam hal ini sama, misalnya, dengan kata bentukan seperti ternoda, tersiksa, tergores, atau terluka.Â