Saat pandangan kami lepas dari buku, tampaklah jajaran nisan, cungkup atau rumah kubur kuno tak terawat dengan atapnya yang berlubang di sana-sini dan dirayapi oleh sulur dan dedaunan tumbuhan liar.
Suasana di perpustakaan itu terasa lebih menyeramkan saat kami duduk di kelas empat karena kelas ini jam sekolahnya berlangsung siang hingga sore. Dengan jam sekolah seperti itu dan hanya ada satu kelas yang masuk, suasana sekolah tentu saja jauh lebih sepi.Â
Saat jam istirahat dari pukul 15.00 sampai 15.30 ketika matahari telah cukup condong ke barat, perpustakaan menjadi agak gelap sehingga suasananya sungguh kurang nyaman dan tidak membuat tenang hati, apalagi jika kita sendirian berada di sana.
Mulai Merasakan Asyiknya Membaca
Meskipun tempatnya kurang nyaman, perpustakaan SD-ku tetap menjadi salah satu tempat favorit bagiku dan beberapa anak---dapat dihitung dengan jari sebelah tangan. Â
Di sana kami bisa membuka-buka buku untuk menikmati gambar-gambarnya yang menarik. Memang gambar-gambar itulah yang pertama-tama membuat kami menyukai buku-buku.Â
Selanjutnya, barulah kami tertarik membaca isinya. Seingatku, aku baru benar-benar tertarik membaca utuh satu buku cerita dengan sedikit gambar saat aku duduk di kelas tiga, setelah guru kami membacakan sebuah buku dari perpustakaan itu.
Masih kuingat cerita itu sampai sekarang. Seorang perantau baru saja pulang. Dia kaget dan bingung karena mendapati orang lain yang persis menyerupai dirinya telah berada di rumahnya.Â
Orang itu mengaku sebagai sebagai pemilik rumah dan juga suami dari istri si perantau. Keduanya bertengkar, saling berebut sebagai pemilik rumah yang asli. Sementara itu, si istri pun kebingungan. Dia tidak bisa menentukan siapakah suaminya yang asli. Karena perkara itu tidak terpecahkan, mereka sepakat untuk menghadap ke pengadilan.
Hakim yang cerdik kemudian mengajukan beberapa pertanyaan (sebenarnya jebakan) untuk menentukan siapakah sosok palsu di antara keduanya. Di akhir cerita, untuk menentukan keputusan akhir, hakim mengadakan sebuah pengujian. Sang hakim menyatakan bahwa siapa pun yang dapat masuk ke dalam botol dia adalah si perantau yang asli.Â
Tentu saja tidak ada manusia yang dapat masuk ke dalam botol sebesar mentimun itu. Namun, salah satu dari orang kembar yang bertengkar itu menyanggupinya. Maka demikianlah, orang itu kemudian bersedekap lalu pelan-pelan dengan ajaib tubuhnya mengecil sehingga dapat masuk ke dalam botol.