Mohon tunggu...
EquaLaws Consultant
EquaLaws Consultant Mohon Tunggu... profesional -

The Counselor II Non partisan II Dalam keadilan, ada kebenaran... #Salam keadilan... ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

PKB 'Tak Salah' Soal Rangkap Jabatan Menteri (1)

12 Agustus 2014   23:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:42 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_352493" align="aligncenter" width="300" caption="Unduh dari Situs DPP PKB"][/caption]

"PKB prinsipnya bergerak pada konstitusi, selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol, kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin," ujar Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Jazilul Fawaid pada hari Minggu, 10 Agustus 2014 (Republika Online, 10/8/2014). Adakah hal yang salah (secara hukum-an sich) dari uraian Jazilil Fawaid tersebut? Terkait hal aquo, berikut sekelumit pendapat 'analisis yuridis' penulis mengenai kedudukan Menteri dalam struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”) guna menghindari kebingungan bagi masyarakat (awam) dan menempatkan suatu hal dalam proporsinya.

Sebagaimana kita ketahui bersama NKRI menganut sistem presidensiil/presidensial/presidentil. Yang salah satu implikasinya adalah Menteri sebagai pembantu Presiden, yang diangkat, serta diberhentikan oleh Presiden dan oleh karenanya Menteri membantu Presiden menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu sesuai dengan tugas dan fungsinya guna mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”). Hal ini sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Bab V Tentang Kementerian Negara, yakni Pasal 17 UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 17 UUD 1945:


(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.


(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.


(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.


(4) Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.”

Selain ketentuan tersebut, ada baiknya kita melihat peraturan perundang-undangan terkait Menteri, yakni Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (”UU 39/2008”) yang diundangkan sejak tanggal 6 November 2008. Dalam UU 39/2008 tersebut, kita dapat melihat beberapa ketentuan terkait pengangkatan dan pemberhentian Menteri, serta syarat diangkat sebagai Menteri (vide/lihat Bab V Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian, Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 UU 39/2008). Selengkapnya ketentuan dimaksud berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 22 UU 39/2008:


(1) Menteri diangkat oleh Presiden.


Penjelasan ayat (1):


Menteri dalam ketentuan ini adalah pejabat negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(2) Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:


a. warga Negara Indonesia;


b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


c. setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;


d. sehat jasmani dan rohani;


e. memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan


f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.


Penjelasan huruf f:


Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dan telah mendapatkan rehabilitasi dikecualikan dari ketentuan ini.”


Ketentuan Pasal 22 UU 39/2008 tersebut di atas khusus mengenai syarat-syarat seseorang untuk dapat diangkat sebagai Menteri.


“Pasal 23 UU 39/2008:


Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:


a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;


b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau


c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Pendapatan Belanja Daerah.”


Ketentuan Pasal 23 UU 39/2008 tersebut di atas khusus mengenai larangan rangkap jabatan seorang Menteri.


“Pasal 24 UU 39/2008:


(1) Menteri berhenti dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia; atau

b. berakhir masa jabatan.


(2) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena:

a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;

b. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

d. melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; atau

e. alasan lain yang ditetapkan oleh Presiden.


(3) Presiden memberhentikan sementara Menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”


*Bersambung...


*Salam keadilan... ;)


Referensi:

- Peraturan perundang-undangan terkait;

- http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/08/10/na3f30-pkb-tak-setuju-menteri-lepas-jabatan-partai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun