Mohon tunggu...
EquaLaws Consultant
EquaLaws Consultant Mohon Tunggu... profesional -

The Counselor II Non partisan II Dalam keadilan, ada kebenaran... #Salam keadilan... ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Fantasi] Insane in The Main Brain

18 September 2014   03:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:22 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: "Tjakra Law"

Suatu malam Eric mendapatkan kabar dari Aulia, klien wanita firma hukumnya dalam perkara perceraian. “Mas, udah tidur ya?” ujar Aulia melalui WhatsApp. Tapi Eric tidak serta merta menjawab pesan tersebut. Agak lama Eric berpikir, “Tumben nih Mbak Aulia WhatsApp malam-malam. Ada apa ya?” ujarnya dalam hati.

Selanjutnya ia berpikir cepat atas perkara perceraian Aulia beberapa bulan yang lalu. Aulia adalah ibu dari dua orang anak yang masih kecil-kecil. Anaknya yang satu masih di kelompok bermain. Sedangkan yang satunya lagi masih kelas dua di sekolah dasar. Sementara Aulia sendiri bekerja di perusahaan swasta yang sangat bonafide. Ibu dua orang anak ini masih terlihat cantik dan sangat memperhatikan penampilannya, meski sudah berusia empat puluh tahun. Hal ini berbanding lurus dengan penghasilan Aulia selama ini selaku vice president di perusahaan perkebunan yang berstatus terbuka.

Pada awalnya, Aulia datang ke kantor hukum Eric atas rekomendasi teman Aulia. “Mas, suami saya, Fahri telah mengajukan permohonan perceraian kepada Pengadilan Agama,” ujar Aulia dengan berkaca-kaca. Seperti biasa, sebagai pengacara muda dan terbiasa menangani perkara perceraian, Eric kemudian berbincang dengan Aulia, mengenai apa dan bagaimana kehidupan perkawinan Aulia dan Fahri selama ini.

Sebagaimana diceritakan Aulia, Fahri sejak awal perkawinan sampai dengan sebelum mengajukan permohonan perceraian adalah seorang pria yang biasa-biasa saja. Baik dari sisi penampilan maupun penghasilan. Aulia dan Fahri bersama-sama menghidupi keluarga dan orangtuanya Aulia. Ibu Rachma lah selaku Ibu Aulia yang membantu dalam mengasuh, serta merawat anak-anak Aulia dan Fahri selama ini dan dibantu seorang asisten rumah tangga di rumah Aulia dan Fahri di kawasan elit Pondok Indah. Adapun ayah Aulia telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu dikarenakan penyakit stroke.

Aulia selama ini lebih banyak mengeluarkan penghasilannya untuk kehidupan keluarganya dikarenakan penghasilan Fahri yang selama ini menjabat selaku manajer hukum di perusahaan ritel terkemuka hanyalah berkisar lima belas juta rupiah. Aulia pun tidak berkeberatan terhadap hal ini dikarenakan ia sangat mencintai Fahri yang selama sembilan tahun ini menjadi suami dan ayah bagi anak-anaknya. Baginya selama Fahri tidak selingkuh dan melakukan pelanggaran komitmen dalam perkawinan, itu sudah lebih dari cukup bagi Aulia.

Begitulah Fahri. Ternyata dengan segenap cinta yang diberikan Aulia selama ini, ia tidak cukup mensyukuri hal tersebut. Karir Fahri yang sedikit demi sedikit melonjak, saat ini ia dipromosikan menjadi Legal General Manager oleh pimpinannya. Fahri pun tidak cukup iman dan mendustai Aulia. Diam-diam Fahri ternyata mempunyai WIL, yakni Novi selaku staf Fahri di kantornya. Gadis manis yang berusia dua puluh tujuh tahun dan selama ini menjadi staf andalan Fahri dalam me-review kontrak-kontrak dan mengurusi perijinan perusahaan terkait notaris dan lainnya.

Aulia mendapati chat dari Novi ke suaminya melalui WeChat. Pesan singkat yang membuat Aulia tercekat lehernya dan tak bisa berkata apapun. “Mas Fahri, aku telat nih….,” begitulah isi pesan yang ditunjukkan Aulia kepada Eric. Kemudian Eric bertanya penegasan, “Hamil maksudnya, Mbak?” Sontak Aulia memerah mukanya dan memandangi Eric yang memang mempunyai wajah yang sangat menarik. “Mmm, aku ga’ tau maksudnya apa, Mas Eric. Karena malam itu aku ga’ bertanya kepada Fahri. Sampai dengan permohonan perceraian diajukan olehnya,” ucap Aulia.

Lantas Eric, bertanya kepada Aulia, “Apa yang Mbak inginkan dari permohonan perceraian tersebut?” Kemudian Aulia berkata, “Aku ga’ mau cerai, Mas! Berapa pun Mas minta, aku akan bayar jasa Mas.” Saat itu, Eric hanya memandang wajah Aulia, calon Kliennya tersebut. Sama seperti malam ini, Eric hanya memandangi selulernya untuk menjawab atau tidaknya WhatsApp dari Aulia.

Akhirnya Eric membalas WhatsApp dari klien wanitanya tersebut. Tentunya dengan balasan yang sopan, mengingat Aulia mengirimkan chat di tengah malam saat orang lain tengah tertidur dengan pulasnya. Eric berpikir bila SMS tidak dijawab, tidak akan menjadi masalah, ia bisa mengelak bahwasanya ia sudah tertidur sewaktu Aulia mengirimkan pesan. Namun permasalahnya adalah Aulia mengirimkan pesan melalui WhatsApp dan akan mengetahui bahwasanya dirinya telah membaca chat Aulia tersebut.

“Ada apa Mbak Aulia? Tumben nih WhatsApp malam-malam. Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” demikian balasan Eric. Langsung Aulia typing balasan dari pengacaranya tersebut, “Mmm… Mas bisa ga’ besok ketemuan ma’ aku? Kebetulan besok aku ada di sekitar kantor Mas nih saat lunch,” jawab Aulia. Kemudian demi menyudahi chatting malam itu, Eric menjawab dengan singkat, “Ok, Mbak. Besok berkabar saja kalo sudah dekat kantor saya. Salam.” Yang langsung dijawab oleh Aulia, “Noted with thx, Mas.”

Seperti biasa Eric beranjak dari tempat tidurnya pukul setengah lima pagi ini. Kebetulan ia tinggal di apartemen di daerah Senopati, dekat dengan kantornya di kawasan Sudirman Central Business District. Tak lupa ia mandi dan segera sarapan sambil melihat berita pagi di televisi, serta membaca harian Kompas. Eric meski hidup di zaman serba hi-tech, tetap menyukai membaca berita melalui media cetak. Baginya media cetak, lebih mengungkapkan informasi yang lebih details dibandingkan dengan berita yang ia lahap melalui selularnya. Biasanya ia melahap berita-berita hukum, politik dan ekonomi. Sesekali membaca travelling dan fiksi guna hiburan hatinya.

Setelah puas bermain-main dengan bacaannya, Eric menuju kantornya dengan kendaraan yang ia kagumi beberapa tahun lalu. Ia segera menaiki Kawasaki Ninja 250cc berwarna hijau metalik. Tidak peduli dengan pandangan beberapa koleganya, mengenai ia tidak membeli mobil terlebih dahulu. Baginya Ninja sudah lebih dari cukup dan bila ada keperluan klien yang perlu menggunakan mobil, maka ia tinggal menyewa mobil yang kemudian biaya sewa tersebut dibebankan pada biaya operasional ke kliennya. Cukup fair baginya dan kliennya selama ini.

Tepat pukul setengah delapan pagi, Eric sampai di kantornya. Seperti biasa, Sisca selaku personal assistant-nya telah datang lebih pagi darinya. Sisca adalah sarjana muda jurusan sekretaris yang sudah lima tahun bekerja pada kantornya. Sisca juga mempunyai gelar sarjana hukum yang kuliahnya dibiayai oleh Eric lima tahun yang lalu. Berusia dua puluh delapan tahun dan baru saja kandas hubungannya dengan tunangannya. Dikarenakan tunangan Sisca tidak memahami pekerjaan staf hukum yang sering kali pulang pukul dua dini hari, terlebih bila ada project LDD, serta pendampingan perusahaan-perusahaan besar.

“Pagi, Pak,” sambut Sisca dengan wajah berseri kepada Eric. “Pagi, Sisca. Hari ini jadwal saya apa saja ya, Sis? Tolong ke ruangan saya ya. Makasih,” ujar Eric. Seketika Sisca yang sudah siap dengan catatan jadwal Eric segera memasuki ruangan Eric. Setelah Sisca menjelaskan jadwal Eric, tak lupa ia memberitahukan pimpinannya itu. “Oh iya, Pak. Bapak ada janji lunch dengan Ibu Aulia di restoran daerah Senopati.” “Baik Sisca, terima kasih ya,” balas Eric dan Sisca pun membalasnya dengan sebuah senyuman yang selalu membuat Eric terkesima.

Setelah selesai urusan di kantornya, Eric langsung menuju ke restoran di daerah Senopati dengan Ninja kesayangannya. Sesampainya di sana ternyata Aulia telah sampai terlebih dahulu. Setelah bersama Aulia, mereka bersalaman kemudian saling berbasa-basi, memuji satu sama lain dan akhirnya memesan serta menikmati makan siang mereka. “Sekiranya apa yang bisa saya bantu nih, Mbak? Sampai Mbak WhatsApp saya semalam,” ujar Eric.

Aulia ternyata selama ini memendam kekaguman terhadap pengacaranya. Setiap waktu yang ia habiskan bersama Eric, selalu ia nikmati, meski Eric hanya membantu dalam proses permohonan perceraian yang diajukan Fahri. Aulia senantiasa berpikir dan ia lupa dengan tujuannya. Akhir-akhir ini ia senantiasa berpikir seandainya Eric ada di sisinya.

“Setelah aku pertimbangkan semalam. Akhirnya aku tidak berkeberatan jika bercerai dengan Mas Fahri”, ujar Aulia dengan singkatnya. “Namun satu hal yang perlu kamu ketahui, Mas. Selama ini aku pun memendam perasaan terhadapmu.” Eric hampir tersedak dibuatnya dan berujar dalam hati, “Seandainya.”

RS Gangguan Kejiwaan, pukul 08.00 WIB

“Badu, cepatlah kau minum obatnya. Bukannya engkau ingin sembuh dan menikahi Aulia-mu itu,” ujar petugas Rumah Sakit.

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun