Selama ini kelapa sawit, identik dengan tanaman industri yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pendapat itu tidak salah sama sekali. Sejak 30 tahun terakhir budi daya pohon ini telah berkembang pesat menjadi bisnis bernilai triliunan rupiah di berbagai negara.Â
Bahkan di Indonesia menjadi salah satu primadona ekspor. Buah sawit dan produknya sangat banyak di Indonesia. Hal ini disebabkan jumlah luas kebun kelapa sawit Indonesia saat ini sudah lebih dari 16 juta hektar dan total produksi CPO (Crued Palm Oil) atau minyak mentahnya, telah mencapai 43 juta ton per tahun.
Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) juga mencatat, total devisa yang diperoleh dari ekspor baik oleh BUMN maupun korporasi swasta serta petani perseorangan dan koperasi dalam negeri tercatat sebesar Rp320 triliun pada tahun 2019 ini.
Nilai besar serta perkebunan skala besar dan massif yang dijalankan, sering kali menimbulkan kritik dari kelompok pegiat lingkungan atau LSM. Mereka kerap menuduh bahwa industri kelapa sawit Indonesia adalah biang deforestasi, penggundulan hutan serta penyumbang pemanasan global.
Padahal, tuduhan itu lebih banyak didasari oleh praduga serta tanpa data, serta menjadi alat oleh sejumlah negara, khususnya negara maju dalam menekan perkembangan industri strategis dalam negeri ini.
Sebenarnya selain manfaat ekonomis dan intrik-intrik  yang mengikuti di belakangnya,  pohon kelapa sawit juga mengandung nilai tambah bagi  kehiduan di Bumi. Salah satunya seperti dari sisi ekologis maupun ekosistem.
Menurut data dari Kementerian Pertanian tahun 2018 lahan kelapa sawit di Indonesia tercatat seluas 14,31 juta ha (perkebunan rakyat seluas 5,81 juta ha, perkebunan negara seluas 713.000 ha, dan milik swasta adalah 7,79 juta ha). Areal ini lebih luas bila dibandingkan negara produsen minyak sawit lainnya seperti Malaysia, Nigeria, Thailand dan Columbia.
Dengan luas yang sedemikian besar,ratusan jutaan  batang pohon  di puluhan juta hektar perkebunan yang ditanami  pohon ini  juga memberikan kontribusi sebagai "paru-paru" Dunia. Seperti halnya pada manusia, paru-paru berfungsi membersihkan dan membuang karbondioksida dari dalam tubuh dan memasukan oksigen kedalam tubuh manusia.
Pohon-pohon, Â di kebun kelapa sawit mampu membersihkan udara kotor dengan cara menyerap karbondioksida dari atmosfer bumi dan menghasilkan oksigen untuk kehidupan Bumi. Hanya tanaman termasuk kelapa sawit yang diberikan fungsi khusus untuk keberlangsungan dan keseimbangan ekosistem planet bumi ini maka perlu diperhatikan terutama dalam proses pemeliharaannya.
Perkebunan kelapa sawit merupakan bagian mata rantai penting dalam menghubungkan sumber energi (matahari) dengan kebutuhan energi bagi kehidupan manusia di Bumi. Melalui kebun sawit (proses fotosintesis) energi dari matahari ditangkap dan disimpan dalam bentuk energi kimia yaitu minyak sawit maupun biomas sawit lainnya.
Dari minyak sawit dan biomas tersebut, dengan teknologi pengolahan dapat dihasilkan berbagai produk dan kegunaan bagi masyarakat termasuk energi (biodesel, bioetanol, biogas, biovatur dan biolistrik). Sementara minyak fosil yang dikenal dan banyak digunakan saat ini berasal dari fosilisasi jutaan tahun biomas.
Manfaat perkebunan kelapa sawit juga sebagai bagian dari mata rantai fungsi hidrologis ekosistem sebagaimana tanaman lainnya. Fungsi evapotranspirasi yang melekat pada fisiologis tanaman kelapa sawit menjadi bagian penting dari pemeliharaan kelembapan udara mikro maupun penguapan air.
Penyimpanan air tanah melalui biopori perakaran, penyimpanan air metabolit yang terikat dalam biomas sawit merupakan bagian dari mata rantai daur hidrologis ekosistem. Berbagai macam manfaat diatas diberikan oleh perkebunan sawit tanpa henti selama 25 tahun, dari semua manfaat tersebut hanya satu fungsi yaitu fungsi ekonomi yang dibayar masyarakat sedangkan manfaat lainnya diberikan perkebunan kelapa sawit secara gratis pada masyarakat dan dunia.
Memang ada sejumlah persoalan perkebunan kelapa sawit yang disebut  berdampak terhadap lingkungan dan mengganggu keseimbangan alam masih ada. Namun  tuduhan itu harus dikaji terlebih dulu secara mendalam dan harus ada bukti atau fakta di lapangan. Maklum informasinya masih simpang siur tentang hal itu.
Bagi mereka yang antiindustri kelapa sawit, silahkan saja tunjukkan data yang dimiliki untuk dikonfrontasi seberapa valid angka yang dimiliki bisa diukur kebenarannya. Pasalnya Industri sawit di dalam negeri sudah sangat terbuka, lewat asosiasi GAPKI, pelaku usaha dalam negeri bisa menjelaskan persoalan yang mereka hadapi.
Pemerintah, juga sudah menerapkan label ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang wajib diikuti oleh perusahaan juga menjadi  bukti bahwa pemerintah serius ingin menata bisnis ini, sesuai dengan semangat Sustainable Development Goals nya  (SDGs) nya PBB.
Oleh karena itu, mari kita sama-sama  terbuka dan membuka diri terhadap industri strategis ini, karena sawit bukan semata urusan ekonomi, namun juga ekologi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI