Perluasan pasar baru seperti ke Rusia dan negara Eropa timur terus dilakukan. Terakhir, Rusia mau menerima minyaak kelapa sawit yang dibarter dengan pengadaan persenjataan dan pesawat terbang. Sebuah langkah cerdik dan strategis karena mengupayakan kepentingan dalam negeri dan hubungan perdagangan sekaligus.
Dalam isu deforestasi dan keanekaragaman hayati, Pemerintahan Jokowi membuka fakta-fakta baru bahwa perkebunan kelapa sawit relatif lebih baik. serapan karbon dan keanekaragaman hayati.
Dengan menggandeng organisasi internasional untuk pelestarian keanekaragaman hayati, International Union for Conservation of Nature (IUCN), penilaian obyektif telah dikeluarkan bersama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian pada bulan Februari 2019 (https://ekon.go.id/press/view/siaran-pers-studi-iucn.4577.html).Â
Dengan produktivitas sekitar sembilan kali lebih besar dibandingkan minyaak nabati lainnya, maka sesungguhnya mengganti kelapa sawit dengan komoditi lain justru akan menimbulkan kerusakan lebih besar lagi.
Studi ini juga memprediksikan akan terus meningkatnya permintaan global minyak sawit yang diperkirakan mencapai 310 juta ton pada tahun 2050, sehingga pengembangan industri kelapa sawit diharapkan justru mengurangi potensi terjadinya deforestasi lebih lanjut, yang selama ini banyak disuarakan dunia internasional atas nasib hutan Indonesia masa kini dan kelestariannya di masa depan.
Jadi tak dapat dipungkiri, berbagai kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi bertujuan memastikan pengelolaan industri kelapa sawit lebih berkelanjutan, yang bertumpu pada 3 hal; pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati, memberikan manfaat sosial lebih besar bagi masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi untuk pembangunan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H