Benar juga katanya, Cinta itu fitrah, cinta itu ada, semua manusia yang hidup pasti merasakannya, hanya kita harus pandai-pandai memilih dan memilah, agar langkah yang kita jalani diridloi Allah, aku semakin mengerti, aku semakin faham.
Langit Madura malam ini tampak begitu cerah, bintang bertaburan, temaram cahaya rembulan yang seperempat pun ikut menghiasi pemandangan jagat raya, udara malam berhembus, masih hangat, bekas panasnya Madura di siang hari, para santri masih khusyu dengan ayat-ayat-Nya, beberapa bawalis (jaga malam) mulai berdatangan ke pos-pos yang ditentukan. Aku dengan Saidah duduk-duduk di depan asrama, menghadap ke arah masjid, pemandangan Masjid Jami’e dimalam hari melengkapi keindahan alam. Subhanallah.
“Ukhti (saudara perempuanku) sudah siap untuk dikhitbah,?” Saidah mengawali obrolan, aku setengah kaget dengan pertanyaan yang dilontarkannya, kali ini.
“aku belum tau Saidah,” jawabku ragu.
“nikah,?” tanyanya kembali.
“Lho, kamu ini, di Khitbah aja aku ragu, apalagi untuk nikah,”
“Tapi kan Ukhti sudah cukup dan siap segalanya,”
‘Iya sikh, apalagi Ummi selalu menanyakan hal itu kepadaku, aku jadi bingung Saidah,”
“Aku kira Fathur lelaki baik ukhti,,, walaupun sepertinya lebih muda dari ukhti,”
Zahra tersenyum, malam itu kebimbangannya semakin memudar, apalagi keresahan hatinya tentang Cinta, setiap waktu, ia selalu meyakinkan diri, bahwa suatu saat nanti Fathur melamarnya, dan akan menjadi pendamping hidupnya, itulah Cinta.
“Ustadzah Zahra,,,” panggil salah seorang santriwati, mendekat dengan tergesa