Terai Sesudah Menikmati KesejukanÂ
Puisi : Edy Priyatna
Â
Berkualitas gelap tangannya berdarah dalam menuntut rasaÂ
kemanusiaan dan insani penuh perjuangan hidup hingga matiÂ
setiap petaka bantuan datang bagi rakyat sebilang itu sakinah
kebahagiaan pemimpin tiba masuk kedalam kalbu nan resah
Â
Beban senyum besar para pemimpin ada tangisan kecil kaumÂ
saat epidemi tiba dari muka hingga kebatas saat pula desersiÂ
penyelewengan naik ke permukaan hati ini ingin menjerit hari
hari tanpa harus mengejar dengan berlari tanpa terasa bumiÂ
Â
Berputar pada porosnya membawa harapan kian jauh serap
suasana menembus mega putih di langit biru dengan bergulirÂ
secara tak pasti maju mundur tiada henti melahirkan tumang
kecemasan hati petang malam sunyi memberi gelisah gelap
Â
Saat rembulan membentuk sabit terkebat dalam perang pena
garis hidup terus menjulang siang gersang memberi baskara
tanda saat matahari menelan waktu setelah menikmati dingin
kesejukan menjadi bagian dari sebuah keluarga ketenanganÂ
Â
Mendadak menjadi membabi buta tak dinyana terjadi tekananÂ
kemudian menahan kerinduan pada bunda dan buah jantungÂ
keluarga merubah diri menjadi pilu kesedihan melekat tanpaÂ
terai sesudah menikmati kesejukan air mata selalu berderai
Â
(Pondok Petir,17 September 2016)
Â
Catatan : Karya ini orisinil dan belum pernah dipublikasikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H