Melintas tampak terlihat para pendengar terdampar terbawa banjir Â
cairan asal sementara gelap suasana muram lubuk putihnya telah Â
dahsyatnya telah membias mundur tak terlintang mega kelimutÂ
setumpu langit bergaris bening lubangnya kering tak beruap lagiÂ
kini aku sangat rindu ronamu bilakah kau akan tiba ketika lawasÂ
Terhadap lagu birokrat dalam lagunya sandiwara nan selalu uberÂ
menayang putaran para karyawan bersuka senyampang pembantaiÂ
santai di sondai terayun dalam kesenangan solo di pinggir desa
formatmu kini terjatuh di benua birammu ada di batu tanah sangarÂ
tersayat kompres di hujani bagasi lama namamu sering dipanggil
Karena mentari tak dapat merajahmu setakat hilanglah seluruhnyaÂ
kemuliaan dan kreativitas saban hari aku selalu kepercayaanmuÂ
sedia lama hujanpun tak pernah singgah nurani tak mengelukkan
wahai para pengurus sedang adakah rasa bergaul selagi logikaÂ
masih belum tewas perbaiki asa hati dampak abrasi barangkali Â
(Pondok Petir, 11 Agustus 2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H