Mohon tunggu...
Epa Elfitriadi
Epa Elfitriadi Mohon Tunggu... Dosen - Belajar dan Berbagi..

Belajar dan Berbagi..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Profesionalisme dan Kredibilitas Asesor dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

17 Januari 2020   09:12 Diperbarui: 17 Juni 2021   07:53 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Eksistensi sumber daya manusia yang berkualitas sangat berkaitan dengan akses pendidikan yang diperolehnya. Namun, fakta dunia pendidikan di Indonesia masih menunjukkan beragam persoalan dalam aspek mutu. "

Bonus demografi Indonesia di tahun 2020-2045, sebagaimana prediksi Badan Pusat Statistika, menjadi fenomena serius yang akan dihadapi bangsa Indonesia. 

Pada periode tahun itu diprediksikan jumlah penduduk Indonesia yang produktif, yaitu berusia 15-64 tahun akan lebih banyak dibandingkan penduduk yang tidak produktif yang berusia 65 tahun ke atas. 

Ibarat pisau bermata dua, komposisi demografi ini menjadi kesempatan emas bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia, sehingga dikatakan tahun tersebut sebagai era Indonesia Emas.

Baca juga : Pendidikan Abad 21: Adaptasi 21st Century Skill dalam Pembelajaran Era Revolusi Industri dan Society 5.0 di Tengah Pandemi Covid-19

Di sisi lain, jika Indonesia gagal dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas/bermutu sejak dini, bonus demografi menjadi ancaman besar yang berdampak terutama pada masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat kesehatan, dan tingkat kriminalitas.

Generasi yang diperkirakan memegang peranan penting di masa-masa bonus demografi tersebut adalah mereka yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah/madrasah baik SD/MI, SMP/MTs, maupun SLTA/MA, termasuk juga perguruan tinggi. 

Generasi inilah yang menjadi harapan di era Indonesia Emas 2045 kelak. 

Merekalah yang menjadi kekuatan utama untuk membangun bangsa Indonesia yang besar, maju, unggul dan beradab. Dalam hal ini, kesiapan sumber daya manusia menyongsong era tersebut sedang diuji dan dipertaruhkan saat ini. 

Kunci utamanya terletak pada kualitas sumber daya manusia. Sebab, kualitas sumber daya manusia menentukan kualitas kehidupannya dan juga kualitas sebuah bangsa.

Baca juga : Tata Kelola Pendidikan Nasional dalam Bingkai New Normal Perspektif Kelokalan

Potret Mutu PendidikanIndonesia
Eksistensi sumber daya manusia yang berkualitas sangat berkaitan dengan akses pendidikan yang diperolehnya. Namun, fakta dunia pendidikan di Indonesia masih menunjukkan beragam persoalan dalam aspek mutu. 

Sebagaimana Bank Dunia menyebut bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah meskipun perluasan akses pendidikan untuk masyarakat dianggap sudah meningkat cukup signifikan. 

Hasil riset Programme for International Students Asessment (PISA) dan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pengembangan Manusia (IPM) menguatkan hal ini.

PISA membuat peringkat terkait kemampuan dan pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan alam/sains, membaca dan matematika, yang diperlukan seseorang agar dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan masyarakat modern. 

PISA berlandaskan pada asumsi bahwa kesuksesan di bidang ekonomi modern bukan terletak pada apa yang seseorang ketahui tetapi apa yang dapat seseorang lakukan dengan apa yang diketahuinya. 

Menurut hasil riset PISA 2015, mutu sistem pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke 62 dari 72 negara, meningkat dari posisi ke 71 pada dua tahun sebelumnya (Sumber dan Sumber).

HDI atau IPM yang dirilis United Nations Development Programme (UNDP) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.

Baca juga : Prihatin Rencana PPN Jasa Pendidikan, Ini Sikap Forum Guru Muhammadiyah

Menurut HDI tahun 2017, Indonesia berada pada peringkat ke 116 dari 189 negara, di bawah posisi Filipina yang berada di peringkat 113 (UNDP).

Selain itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat buta aksara latin penduduk Indonesia tahun 2017 sebesar 4,5 persen pada kelompok usia 15 tahun ke atas; 0,94 persen pada kelompok usia 15-44 tahun; dan 11,08 persen pada kelompok usia 45 tahun ke atas. Angka-angka tersebut masih tergolong relatif tinggi meski menunjukkan tren yang meningkat dalam beberapa tahun (BPS).

Hal tersebut belum termasuk kasus putus sekolah, persoalan manajemen dan efektivitas belajar peserta didik di sekolah/madrasah, serta kasus-kasus terkait moralitas peserta didik yang semakin menambah rentetan persoalan mutu dunia pendidikan Indonesia saat ini. 

Padahal, tuntutan terhadap lulusan sekolah/madrasah yang bermutu, maupun produk-produk akademik lainnya sebagai hasil dari pendidikan yang bermutu, semakin mendesak di era globalisasi saat ini maupun di masa yang akan datang, terlebih di "tahun-tahun emas" bonus demografi tersebut.

Akreditasi sebagai Pengendali Mutu Eksternal
Permasalahan mutu pendidikan pada sekolah/madrasah tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dalam satu sistem yang saling mempengaruhi. Mutu lulusan/keluaran sangat dipengaruhi oleh mutu masukan dan mutu proses. 

Dengan demikian, upaya pencapaian mutu sekolah/madrasah perlu dilakukan secara bertahap, sistematis, terencana dan berkesinambungan, mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). 

SNP, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, terdiri dari delapan aspek yang meliputi: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar sarana prasarana; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan.

Kedelapan aspek SNP tersebut menjadi acuan utama bagi kegiatan pengendalian mutu sekolah/madrasah. Pengendalian mutu internal dilakukan secara berkala melalui evaluasi diri sekolah/madrasah. 

Seluruh komponen satuan pendidikan harus terlibat dalam menjalankan pengembangan dan pengendalian mutu ini. Kemudian hasilnya diverifikasi, diklarifikasi, dan divalidasi secara eksternal melalui proses akreditasi. Dalam hal ini, akreditasi merupakan salah satu cara untuk menilai, menjamin dan mengontrol kelayakan maupun mutu pendidikan pada sekolah/madrasah.

Akreditasi secara otomatis berperan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu sekolah/madrasah. Melalui akreditasi, sekolah/ madrasah didorong untuk melakukan "continues improvement" dalam hal inisiatif, kreatifitas, dan segala sumber daya sekolah/madrasah menuju arah peningkatan mutu pendidikan agar sesuai atau bahkan melampaui SNP. 

Akreditasi menjamin secara sistemik pemenuhan standarisasi pendidikan secara nasional pada kedelapan aspek SNP, sekaligus mewujudkan tumbuh kembangnya budaya mutu di setiap sekolah/madrasah.

Dengan demikian, akurasi hasil evaluasi sekolah/madrasah menjadi faktor yang sangat penting yang dapat menentukan sejauh mana akreditasi dapat dijadikan tolak ukur kelayakan dan mutu pendidikan sekolah/madrasah tersebut. Sebab, akreditasi memotret pencapaian mutu di sekolah/madrasah tersebut berlandaskan pada SNP. 

Disinilah pentingnya proses akreditasi yang memenuhi prinsip objektif, komprehensif, adil, transparan, akuntabel, dan professional.  Prinsip-prinsip tersebut  dapat dikatakan sebagai indikator yang mencerminkan mutu pendidikan yang baik di suatu sekolah/madrasah.

Sebaliknya, jika prinsip-prinsip tersebut tidak terjamin dalam implementasi proses akreditasi, maka kegiatan akreditasi hanya menjadi seremonial semata namun kosong dari segi kualitas/profesionalitas. Konsekuensinya, mutu pendidikan hingga mutu lulusan sekolah/madrasah akan menjadi persoalan di kemudian hari.

Profesionalisme dan Kredibilitas Asesor
Pada akhirnya, ujung tombak akreditasi bermuara pada Asesor. Sebab, Asesor terlibat aktif dalam kegiatan verifikasi, validasi, dan klarifikasi data dan informasi yang telah disampaikan oleh sekolah/madrasah dalam Sistem Informasi Penilaian Akreditasi Sekolah berbasis Web (Sispena). 

Melalui wawancara, observasi dan telaah dokumen, Asesor melakukan pendalaman terhadap berbagai komponen dan aspek akreditasi. 

Asesor menilai sekolah/madrasah, menggali data dan informasi dari berbagai sumber di sekolah/madrasah untuk memotret kesesuaian antara data dan fakta/kondisi objektif serta performance sekolah/madrasah. 

Dengan demikian, hasil akreditasi yang ditetapkan diharapkan benar-benar mencerminkan tingkat kelayakan mutu sekolah/madrasah yang sesungguhnya.

Dalam Ringkasan Eksekutif Capaian Kinerja BAN-S/M periode 2012-2017, BAN S/M telah mengakreditasi sebanyak 255.635 sekolah dan madrasah dengan hasil 30,8% telah terakreditasi A, 53,5% terakreditasi B, 14,3% peringkat C dan 1,4% tidak terakreditasi. Sementara itu, masih ada sebanyak 37.350 sekolah dan madrasah yang belum terakreditasi. 

Ringkasan Eksekutif tersebut juga menyimpulkan bahwa pemenuhan SNP di sekolah/madrasah pada umumnya masih rendah terutama di 3 standar, yaitu standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan standar sarana prasarana. 

Jika demikian, maka sesungguhnya Asesor berperan penting mendorong sekolah/madrasah untuk melakukan berbagai perbaikan secara berkesinambungan sehingga tercipta budaya mutu di sekolah/madrasah tersebut.

Berdasarkan hal di atas, kegiatan akreditasi sangat membutuhkan Asesor yang memiliki profesionalisme dan kredibilitas yang baik. 

Profesionalisme Asesor terindikasikan dari kualifikasi akdemik, keterampilan dan literasi teknologi yang memadai serta kinerja yang baik. Sedangkan kredibilitas Assesor tercermin dari aspek integritas, tanggung jawab dan kemampuan menjaga norma/kode etik visitasi. 

Faktor kompetensi, integritas dan kinerja Asesor menjadi hal penting dalam menentukan terjamin atau tidaknya proses akreditasi yang memenuhi prinsip objektif, komprehensif, adil, transparan, akuntabel dan profesional. 

Sebab, kinerja asesor yang profesional dan kredibel berkorelasi signifikan terhadap mutu akreditasi. Akreditasi yang bermutu berdampak pada peningkatan mutu pendidikan, dan pendidikan yang bermutu akan menghasilkan lulusan sekolah/madrasah yang bermutu. 

Jika demikian, Indonesia diyakinkan mampu menghadapi dan memanfaatkan bonus demografi tahun 2020-2045 dengan baik sebagai Era Indonesia Emas. Adalah tanggung jawab bersama seluruh komponen masyarakat negeri ini untuk menjadikan potret pendidikan di Indonesia tidak lagi memprihatinkan. (Elfitriadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun