Fitri dan Jihan seperti tak tahan lagi ingin segera mengetahui apa isi di balik pintu kecil itu. Alangkah tekejutnya mereka, belasan bungkusan indomie kosong berserakan di ruangan itu. Seperti tak percaya, Jihan langsung terduduk lunglai. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Tapi tiba-tiba dia menyoroti wajah Fitri dengan senter. "Bagaimana mungkin ada bungkusan mie instan di sini, bukankah goa ini tertutup rapat?" Â Tanya Jihan keheranan.
"Ah, jangan-jangan ini bungkusan indomie peninggalan tentara Jepang, coba lihat tahun kadaluarsanya?" Perintah Jihan. Mereka meneliti tahun kadaluarsa. Tertulis angka "Exp: 08/2012". Kembali Jihan terduduk lunglai, lemas tak berdaya.
"Lihat ini", Teriak Fitri. Belasan bekas bungkusan nasi berserakan di sudut ruangan. Kini Fitri pula yang terjatuh. Semua harapan mereka kandas di ruangan segi empat sama sisi. Harapan semua keluarga mereka. Harapan yang sudah bertahun-tahun direncanakan.
Namun tiba-tiba dari arah luar ruangan terdengar sesuatu bunyi yang mencurigakan. Makin lama bunyi itu makin dekat. Serentak mereka berdiri dan bersiap-siap menghadapi sesuatu yang gak mereka inginkan. Fitri mengeluarkan sebilah pisau bermata panjang dari pinggangnya. Pelan-pelan mereka intip keluar. "Sialan, gerombolan babi" Teriak Jihan. Teriakkan Jihan terlalu keras, membuat lebih kurang lima belas ekor babi berlarian keluar goa.
"Ada yang gak beres, ayo kita telusuri goa ini" Jihan mengajak Fitri masuk ke goa lebih dalam lagi. Setiap sudut goa mereka soroti dengan senter. Sudah lebih separuh goa mereka teliti. Betapa terkejutnya mereka,  ternyata bagian gua paling ujung bolong, terbuka lebar kearah laut. Teka-teki terjawab sudah, tapi peta harta karun warisan  almarhum ayah mereka masih misteri dan tanda tanya besar.
Sabang, 18 Oktober 2019
Enzuharisman, S. Pd.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H