Di Padang Panjang, sebuah kota dingin. Suasana meriah menyelimuti hari sebelum pernikahan kakak Ana. Pagi itu, sinar matahari mulai menyinari rumputan hijau di depan rumah Ana seperti air laut, dan burung bernyanyi menambah kehangatan suasana. Ana, seorang gadis berusia 14 tahun, merasa bersemangat sekaligus gugup. Kakaknya, Aldo, akan menikah dengan Arcia, gadis cantik dari Nagari Koto Gadang.
Ana berencana membuat hidangan spesial untuk kakak iparnya yaitu ayam lado hijau, menu khas Koto Gadang. Ana berjalan menuju dapur, sambil membawa catatan dan uang. Bersiap untuk berbelanja ke pasar.
Ana melangkah keluar rumah, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh berbagai makanan pinggir jalan. Aroma wangi dari bakpao dan bakso bakar memenuhi udara ketika ia berjalan menuju pasar. Sesampainya di pasar Ana menuju kios pertama, tempat Ibu Santi menjual cabai hijau. "Bu Santi, tolong pilihkan Ana cabai hijau besarnya 200 gram, terus cabai hijau tidak lurus 100 gram ya bu!" serunya.
Ibu Santi tersenyum, "Siap nak. Ini cabai terbaik saya." Setelah membayar, Ana beranjak ke kios lain untuk membeli bawang merah, bawang putih, jahe, daun jeruk, santan encer dan santan kental. Ia juga mencari ayam segar, menyusuri kios-kios dengan penuh semangat.
Namun, tiba-tiba, keributan terdengar. Seorang pria bertengkar dengan pedagang lain karena harga Ayam. Ana merasa tegang, karena dua orang tersebut hampir saling tonjok menonjok. Lalu datang pak satpam dengan gagah berani melerai kedua orang tersebut. Mendengar cerita kedua orang itu ternyata mereka bertengkar karena bapak penjual ayam tidak jujur dalam menimbang dan bapak pembeli mengetahui kecurangan itu. Pak satpam menasehati penjual ayam "Pak, anda seharusnya tidak curang dalam timbang menimbang. Sesungguhnya Allah SWT. sudah berpesan dalam Al-Qur'an.
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang".
Setelah lama berbincang bapak penjual ayam sadar akan kesalahannya dan meminta maaf kepada pembeli. Mereka meraih tangan dan saling melempar senyum.
Setelah berbelanja, Ana kembali ke rumah dengan tas penuh bahan. Ia segera mencuci ayam segar yang dibelinya, menghilangkan bulu-bulu halus yang tersisa. Sambil membersihkan, pikirannya melayang pada hari bahagia kakaknya. Ana kemudian mulai mengolah bumbu-bumbu. Ia mengupas 10 butir bawang merah, dan 6 siung bawang putih. Lalu menghaluskan 200 gram cabai hijau besar, 100 gram cabai hijau keriting, 5 buah cabai rawit (jika ingin pedas), bawang merah dan bawang putih.
Esok adalah hari pernikahan kakaknya, Ana ingin memasak ayam lado hijau koto gadang dengan tangannya sendiri tanpa bantuan siapa pun. Ana merencanakan itu sebagai hadiah untuk kakak iparnya.
Bumbu halus pun siap, Ana mengambil wajan besar, panci, dan spatula dari lemari. Sambil menyiapkan peralatan, Ana merasa semangatnya meningkat. Ia menyalakan kompor, memastikan semuanya siap untuk memasak.
Namun, saat mengambil minyak goreng, Ana terkejut melihat wadahnya hampir kosong. "Astaga! Aku harus cepat ke toko lagi," gumamnya. Waktu terus berjalan, dan ia merasa semakin terbebani. Ia bergegas ke warung terdekat untuk membeli minyak goreng.
Ana kembali ke dapur. Dengan cepat, ia memanaskan minyak, dan menumis bumbu halus tadi bersama dengan 2 batang serai yang sudah dimemarkan, lengkuas seukuran jempol yang sudah dimemarkan, 2cm jahe yang sudah dimemarkan, 5 lembar daun jeruk, 2 lembar daun salam, dan 2 lembar daun kunyit yang sudah disimpulkan. Setelah menumisnya hingga harum, aroma pedas mulai menyebar ke seluruh ruangan, membuatnya merasa tenang. Ia menambahkan 1 ekor ayam yang sudah dipotong menjadi 8 bagian ke dalam wajan tumisan bumbu, mengaduknya dengan penuh cinta hingga ayam berubah warna dan sedikit matang.
Ana juga membahkan santan encer kedalam wajan dan diaduk hingga merata. Setelah ayam empuk, Ana menambahkan santan kental. Ana memasaknya dengan api kecil sambil terus diaduk agar santan tidak pecah.
Namun, tiba-tiba, saat ia mencicipi bumbunya, Ana merasa ada yang kurang. "Apa yang kurang? Kenapa rasanya tidak seperti yang aku harapkan?" pikirnya cemas.
Ketika suasana mulai menegangkan, Aldo tiba-tiba muncul. "Apa yang terjadi, Ana?" tanyanya. Dengan canggung, Ana menjelaskan masalahnya. Aldo tersenyum dan berkata, "Coba kita tambahkan sedikit gula dan garam, aku yakin itu akan membantu." Setelah mencoba saran Aldo, bumbu ayam lado hijau pun akhirnya menjadi sempurna.
Saat hidangan selesai, aroma ayam lado hijau memenuhi seluruh rumah. Ana merasa bangga, tetapi juga lelah. Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu. Ana membukanya dan terkejut melihat Carsia. calon kakak iparnya, berdiri di depan dengan senyuman lebar. "Wah aroma apa ini? Sepertinya ada yang memasak makanan lezat di dapur" Ucap Carsia dengan penuh semangat.
Carsia dengan penuh penasaran ia pergi menuju dapur. Melihat Ana berdiri di depan wajan, Carsia bertanya "Halo adikku yang manis, apa yang sedang kamu lakukan?".
Perlahan Ana membalik badan dengan raut wajah sedih, membuat Carsia semakin bertanya-tanya "Ada apa dengan kamu Ana?"
Ana menyuruh Carsia untuk berada di dekatnya, ia perlahan membuka tutup wajan "Kamu jangan terkejut ya kakak ipar" Ujar Ana dengan nada serius.
Carsia mendeguk air ludah "Baiklah adik ipar". Ana pun membuka tutup wajan dengan ekspreksi penuh semangat.
"Taraaaa..Ini spesial untukmu kakak ipar, aku membuatnya sendiri"
Ana mengangkat bahu beserta satu alisnya dan berseringai.
Carsia terharu dan memeluk Ana "Terimakasih Ana! Ini adalah hadiah terbaik yang pernah aku terima! Aku sangat menyukainya".
Ana tersenyum lebar. Mereka berdua pun mulai menyiapkan meja, merayakan bukan hanya pernikahan yang akan datang, tetapi juga persahabatan antara kakak dan adik ipar. Di hari bahagia itu, ayam lado hijau Koto Gadang tidak hanya menjadi hidangan, tetapi juga simbol kasih dan kebersamaan keluarga yang akan terus terjalin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H